Pages
▼
Saturday, 29 September 2012
Friday, 28 September 2012
Kejujuran Dan Kematangan Motivasi Dakwah
Dakwah adalah tugas fitrah manusia
yang diamanahkan oleh Allah swt agar manusia saling ingat mengingati dalam
kebaikan serta membawa mereka untuk kebahagiaan di dunia dan akhirat serta
membawa kemaslahatan bagi semua makhluk.
“Serulah (manusia) kepada jalan
Rabbmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik. Sesungguhnya Rabbmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS An-Nah l: 125)
Namun, dalam kenyataannya, berdakwah
itu bukanlah sesuatu yang mudah. Ia adalah merupakan suatu yang fitrah dan
telah berlangsung sejak zaman Nabi Adam as bahwa menyeru manusia kepada
kebaikan adalah sesuatu yang sangat sukar.
“Dia telah mensyari’atkan kamu
tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang telah Kami
wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan
Isa iaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.
Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya.
Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk
kepada (agama)Nya orang yang kembali (kepadaNya).” (QS
Asy Syura : 13)
Kadang-kadang :
- Habis
waktu yang digunakan.
- Begitu
besar pula biaya yang dikeluarkan.
- Banyak
tenaga yang dikerahkan.
Namun, hasil yang diharapkan tidak begitu
seimbang bahkan kemungkinan tiada hasil sama sekali.
DAKWAH MEMERLUKAN KEJUJURAN
Sudah
semestinya seorang aktivis dakwah perlu memiliki kesedaran untuk sentiasa jujur kepada
Allah swt.
Sebagaimana
Nabi Muhammad saw, modal utama baginda dalam berdakwah adalah kejujuran. Bahkan
gelaran “al-amiin” telah disandang oleh baginda jauh sebelum baginda
diangkat menjadi Rasul oleh Allah swt. Jelaslah, kejujuran Nabi Muhammad saw
terpancar pada hatinya, perkataannya, hingga kepada perbuatannya.
”Kerana segala yang berasal dari
hati, akan mudah kembali ke hati.”
Seorang aktivis dakwah yang jujur kepada Allah dan ikhlas dalam
berjuang, akan berpengaruh terhadap hasil dakwahnya.
Kejujurannya itu tidak hanya terserlah dalam ucapannya, tetapi
juga :
- Ketegasan dalam langkahnya.
- Kecerahan pada wajahnya.
- Kelembutan pada matanya.
- Ketenangan pada sikapnya.
- Kejernihan pada pemikirannya.
Kejujuran seorang aktivis dakwah tentu kembali kepada keadaan
hatinya.
Apabila hatinya bersih, maka akan mudah ia berlaku jujur kerana
segala yang berasal dari hati, akan mudah kembali ke hati.
Maka ketika proses dakwah itu dilakukan dengan jujur kepada Allah,
ramai orang yang mendapatkan petunjuk kerananya.
Mereka mendapat petunjuk lantaran hati mereka merasakan kejujuran
yang terpancar dari aktivis dakwah yang jujur.
Tidak sedikit dari mereka yang mendapat petunjuk, walaupun :
- Hanya baru sekali bertemu.
- Hanya berbincang sesaat.
- Hanya dengan menatap wajahnya.
Amal dakwah yang dilakukan secara jujur kepada Allah tidaklah
lekang oleh waktu. Ia akan tetap abadi sebagai benih amal yang terus tumbuh dan
sentiasa berbuah kebaikan.
Itu sebabnya mengapa kisah-kisah Nabi Muhammad saw, para sahabat
atau orang-orang yang soleh tetap memberi inspirasi dan memberi tenaga lebih
kepada setiap orang yang membacanya, padahal, mereka tidak pernah sekalipun
bertemu dengan tokoh-tokoh tersebut.
Seorang pendakwah menjelaskan :
“Jika seseorang jujur
kepada Allah dan ikhlas dalam usahanya dalam menegakkan agama, secara automatiknya
ia jujur dalam segala perkara. Ia tidak hanya jujur dalam perbuatan, perkataan,
organ tubuh, jihad dan dakwahnya. Bahkan pedang, senjata dan perbekalannya pun
ikut jujur.”
Senjata atau kenderaan akan menjadi jujur selama mana digunakan
oleh orang yang jujur.
Kita pun banyak mendengar bagaimana kisah peluru atau batu yang
dilontarkan oleh para Mujahid di tanah jihad boleh memberi kesan kerosakan yang
begitu hebat bagi musuh-musuh Islam.
Peluru dan batunya sama, tapi mengapa kesannya berbeza?
Ini kerana orang yang menggunakannya adalah orang yang jujur.
Sama halnya dengan kenderaan, apabila digunakan oleh orang yang
jujur, kenderaan itu akan ikut jujur dan melahirkan banyak kebaikan-kebaikan.
Sebaliknya, ketika dakwah itu dilakukan dengan tidak jujur kepada
Allah sehingga ia jauh dari Allah, apalagi disertai dengan kemaksiatan dan
dosa, maka ianya akan memberi pengaruh kepada hasil dakwahnya.
Keburukannya itu bukan hanya terpancar pada dirinya, tetapi juga
terukir pada alat, senjata atau kenderaannya.
KEMATANGAN DALAM PERLAKSANAAN DAKWAH
Halangan terhadap dakwah di sekitar
kita sangat besar samada yang datang dari dalaman para aktivis dakwah itu atau
yang datangnya dari luar.
Berbagai halangan itu seolah-olah
datang menyerang kita dari segala arah tanpa menunggu kita bersedia atau tidak.
Di sinilah titik bermulanya sebuah kematangan.
Seorang aktivis dakwah yang matang
adalah :
PERTAMA : MAMPU BERFIKIR SECARA JERNIH
Yang dimaksudkan di sini adalah walau serumit apapun lingkungan objek dakwah, maka ia mampu untuk menilai masalah berdasarkan jenis atau tingkatan kesulitannya.
Kemudian ia menentukan peluang atau
penyokong yang ada di samping menilai faktor-faktor yang tidak membantu,
kemudian menentukan langkah seterusnya yang perlu diambil.
KEDUA : MEMANFAATKAN SEMUA POTENSI YANG DIMILIKI DAN MENYINGKIRKAN SEMUA HALANGAN
Sekecil apapun suatu organisasi dakwah, pasti ia memiliki sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk menjalankan dakwah dan ini bukan bererti bahwa mereka tidak akan berhasil.
Justeru sebaliknya tidak jarang
berlaku dengan hanya bermodalkan usaha yang sedikit, namun kita mampu
mengembangkan dakwah hingga menjadi besar.
KETIGA : MAMPU MEMOTIVASI DIRI
Biasanya kita akan bersemangat apabila kita melihat sahabat kita bersemangat atau lingkungan yang seakan menarik kita untuk tetap bekerja.
Dengan kata lain, biasanya tingkatan
produktiviti seseorang dipengaruhi oleh lingkungan kerjanya. Lingkungan yang
kondusif akan meningkatkan produktiviti.
Namun, perkara inipun sepenuhnya
tergantung kepada diri seorang aktivis dakwah tersebut. Seorang yang mempunyai
motivasi diri yang kuat akan memiliki sikap istiqamah yang tinggi kepada dakwah
walaupun tanpa dukungan dari lingkungan.
Orang seperti ini tidak akan mudah
patah semangat apabila :
- Ia
mendapati ada kelemahan pada jamaahnya.
- Langkahnya
turut surut.
- Melihat
sahabat-sahabatnya mundur.
- Menghadapi
tentangan dan halangan.
- Ia
sedang mengalami gejala futur sekalipun.
Mereka yang matang tidak akan
meninggalkan jamaahnya malah ia akan berusaha untuk memperbaikinya apakah
dengan tangannya, lisannya, mahupun hatinya.
Ia bahkan semakin giat bekerja ketika
menghadapi tentangan kerana ia merasa di situlah kematangannya, kemampuannya
dan potensinya sedang diuji kekuatannya.
Saat ia sedang 'malas', maka ia akan
bersegera menyedari diri bahwa ia sedang berusaha digoda dan dengan bersegera
bangkit dari kemalasan tersebut untuk kembali aktif bekerja.
Untuk memiliki kematangan seumpama
ini tidaklah mudah kerana ia sangat bergantung pada karakteristik psikologi
seseorang.
Dalam hal motivasi kerja, maka
karakter ini boleh dibahagi menjadi dua.
Karakter yang pertama adalah
karakter yang bebas iaitu seseorang yang mampu untuk memotivasi diri sendiri
dan terbiasa untuk memecahkan permasaalahan yang dihadapi sendiri.
Karakter ini biasanya dimiliki oleh
seseorang yang memiliki sifat-sifat pemimpin, pencetus dan pelopor. Walau
dengan segala kelemahannya, ia akan berusaha untuk menemui jalan keluarnya
sendiri.
Karakter yang kedua adalah bersifat
kebergantungan iaitu orang yang perlu kepada orang lain untuk dapat bergerak.
Pada keadaan ia sedang menghadapi kesurutan,
ia memerlukan orang lain untuk membantunya. Jika ia temui seseorang sebagai tempat
mencurahkan apa yang terbuku di hatinya, maka ia akan segera pulih. Jika tidak,
maka ia akan menjadi lebih buruk.
Jenis yang pertama adalah jenis yang
mempunyai konsistensi yang tinggi dan cenderung untuk lebih komited dan
mempertahankan keyakinannya selama ia yakin dengan kebenaran yang
diperjuangkannya.
Jenis yang kedua lebih bergantung
pada pihak luar dan lebih mudah untuk terpengaruh. Tentu sahaja tidak ada
jaminan bahwa karakter pertama lebih baik dari karakter kedua.
Namun, memang dalam sektor dakwah,
sangat diperlukan orang-orang yang memiliki karakter pertama.
Kematangan dalam bertindak dan
berperilaku tanpa selamanya bergantung pada orang lain sangat diperlukan dalam
dakwah.
Untuk membina kematangan, maka usaha-usaha
berikut hendaklah dilakukan :
PERTAMA
Sentiasa mengingati Allah swt di mana
dengan mengingatiNya kita akan tenang dan akan sentiasa teringat akan amanah
yang dibebankan di bahu kita. Menyedari posisi diri samada sebagai manusia yang
memiliki amanah untuk amar ma'ruf nahi mungkar serta sebagai hamba yang perlu
sentiasa menjalankan semua perintahNya.
Bahwa sesungguhnya semua amanah itu
nantinya akan dipertanggungjawabkan.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya
pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungjawabannya.” (QS Al-Israa’ : 36)
KEDUA
Betul-betul
memahami tentang kepentingan waktu dan kerugian bagi orang-orang yang
menyia-nyiakannya di mana aktivis dakwah sentiasa perlu dalam keadaan bersiap
sedia dan bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanahnya.
“Maka apabila kamu selesai (dari satu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan, hanya kepada Tuhanmulah hendaknya
kamu berharap.” (QS Asy-Syarh : 7-8)
KETIGA
Mengenali
diri sehingga mampu meningkatkan potensi dan menutup semua jalan masuk yang
memungkinkan untuk tidak bersemangat. Seseorang perlu tahu apa yang dapat
menjadikannya lebih bermotivasi dan berusaha melaksanakannya serta menjauhi perkara-perkara
yang dapat boleh membawa kepada rasa malas.
Tidakkah
kita memahami tentang tujuan hidup kita di dunia ini?
“Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk
beribadah kepada-Ku.” (QS Az-Zariyaat : 56)
Dalam ayat
lain Allahswt juga berfirman :
“Apakah kamu sekalian mengira bahwa Kami menciptakan kamu
sia-sia tanpa tujuan dan kepada Kami kamu tidak dikembalikan?” (QS Al-Mukminun :
116)
KEEMPAT
Mentarbiyah
diri samada tarbiyah ruhiyah ataupun tarbiyah jasadiah. Begitu juga samada
dengan tazkiyah dan tausiah ataupun kegiatan-kegiatan pembinaan dan
pengembangan potensi seseorang individu.
Ini
dilakukan sebagai usaha untuk mempertahankan keimanan sebagai ruh dari dakwah
itu sendiri.
“Dan orang-orang yang mendapat petunjuk. Allah menambah
petunjuk kepada mereka dan memberikan kepada mereka(balasan) ketaqwaannya.” (QS
Muhammad : 17)
KELIMA
Menyedari
hakikat dakwah dan semua aspek yang mempengaruhinya di mana tentangan terhadap dakwah
itu tumbuh melebihi kecepatan dakwah itu sendiri sehingga tidak ada waktu untuk
berpangku tangan.
KEENAM
Mulai
berhenti untuk hanya memikirkan diri sendiri. Ingat bahwa selain kita, ada hak
orang lain atas kita.
Jika waktu
yang ada hanya habis untuk memikirkan tentang perasaan kita, emosi kita dan
semua ego yang menyelinap pada diri kita, maka kita akan tertindas ke lembah
penyakit futur.
Tidak ada
salahnya kita juga memperhatikan diri kita sendiri kerana itu penting tapi
jangan sampai seluruh usia kita hanya habis untuk kepentingan peribadi.
Ingat,
Islam menuntut kita agar kita sentiasa bersikap pertengahan dan bersederhana dalam
segala perkara, tidak berlebih-lebihan dan tidak juga bermudah-mudah.
Apabila semua ini telah diterapkan
secara baik, maka insyaAllah akan tercipta singa-singa Allah yang matang dalam
sikap dan kedewasaan dalam berfikir.
Ya Allah, kurniakanlah kejujuran ke
dalam lubuk hati kami yang paling dalam sehingga dakwah yang kami laungkan akan
mudah menyelinap dan melekat ke dinding-dinding hati manusia. Kuatkanlah hati
kami dengan sikap kematangan yang tinggi sehingga kami tetap bertahan di jalan
dakwahMu walau berhadapan dengan badai fitnah dan futur yang melanda.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS
Monday, 24 September 2012
Tarbiyah Pencetak Aktivis Dakwah
Cuba
kita renung sejenak, bagaimana perasaan kita ketika melihat tanah gersang tanpa
tanaman?
Mungkin
hati kita akan bergetar dan bertanya ;
a.
Siapa pemilik tanah tersebut?
b.
Mengapa tanah itu dibiarkan kering
dan mati?
Semua
orang ketika melihat tanah seperti itu umumnya merasa tidak selesa. Boleh jadi
akan muncul keinginan untuk menghidupkan tanah tersebut dengan cara menanamnya
hingga kelihatan kehijauan. Keinginan tersebut merupakan fitrah Rabbaniyah yang
ada dalam setiap diri manusia.
Fitrah
tersebut, misalnya, dapat dilihat dari kemunculan sebuah gerakan yang dikenali
sebagai gerakan “Go Green”, iaitu sebuah gerakan yang mengajak setiap manusia
untuk menanam pokok demi kelestarian bumi. Gerakan ini mendapat sambutan luar
biasa dari seluruh penjuru dunia dan mereka menyambutnya kerana memang gerakan
itu sesuai dengan dorongan hati mereka.
Keperluan
terhadap kelestarian bumi di masa hadapan dan rasa khuatir akan kesan negatif
kerosakannya, telah menggerakkan mereka untuk berusaha menyuburkan bumi.
Hanya
sahaja tujuan mereka semata-mata demi kepentingan duniawi. Ini berbeza dengan
orang-orang yang beriman.
Motivasi
kaum mukminin yang ikut menggelorakan gerakan tersebut jauh dari sekadar
dorongan hati.
Motivasi
orang yang beriman adalah ‘lillahi
ta’ala’, sementara tujuannya adalah mendapatkan ridhaNya. Inilah yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Dahulu,
baginda tinggal di tanah yang kering yang dipenuhi oleh batu-batan, samada di
Makkah ataupun di Madinah. Namun, baginda tidak pernah putus asa menghidupkan
tanah yang mati. Di celah batu-batu yang tersergam, ketika didapati tanah yang dapat
ditanam, apalagi di tanah yang subur, baginda gemar bercucuk tanam.
Baginda
juga menganjurkan, bahkan tidak kurang pula memerintahkan para sahabat untuk
menanam pokok.
Baginda
saw bersabda :
“Tidaklah seorang Muslim yang
menanam pokok atau menanam tanaman lalu tanaman tersebut dimakan oleh oleh
manusia, binatang melata atau sesuatu yang lain kecuali hal itu bernilai sedekah
untuknya,” (HR Muslim)
Dalam
kesempatan lain baginda berkata :
“Jika tiba hari kiamat sedang pada
tangan dari kamu ada benih pokok kurma maka tanamlah,” (HR Ahmad)
“MENGHIDUPKAN” MANUSIA
Jika
terhadap tanah yang mati, seorang Muslim terpanggil untuk menghidupkannya,
apalagi terhadap sesama manusia.
Jika
ada orang yang sedang sakit, sentiasa ada dorongan kuat dalam diri kita untuk “menghidupkan”
kesihatannya kembali dengan cara mengubati dan menghiburkannya.
Dalam
dunia perubatan itu sendiri, sentiasa ada usaha yang serius dari waktu ke waktu
untuk mempelajari berbagai jenis penyakit dan mencarikan ubatnya.
Fitrah
Rabbaniyah itulah yang menyebabkan kita :
1.
Sentiasa bersimpati ketika
menyaksikan orang yang sakit.
2.
Berempati kepada keluarga yang telah
ditinggalkan oleh si mati.
3.
Sendiri memelihara kesihatan.
4.
Berdoa agar diberi kesembuhan.
5.
Tidak putus asa untuk berubat.
Semua
ini menunjukkan bahwa ada dorongan terpendam dalam diri setiap manusia untuk
menghidupkan segala yang mati.
Apalagi
secara syariatnya, Allah swt juga
menegaskan bahwa :
“Dan
sesiapa yang menjaga keselamatan hidup seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah menjaga keselamatan hidup manusia semuanya.” (QS Al
Maidah : 32)
MENGHIDUPKAN HATI
“Menghidupkan” manusia tidak sekadar dari sudut biologinya, seperti
pemulihan kesihatan atau pembebasan dari belenggu perhambaan, namun juga
menghidupkan hati manusia.
Mengapa?
Ini
adalah kerana ramai manusia yang hatinya sakit atau bahkan telah lama mati.
Masalahnya,
banyak ramai yang tidak sedar bahwa hatinya sedang sakit atau mati. Mereka
bahkan marah atau tersinggung apabila dikatakan hatinya mati. Kitalah yang
berkewajiban membantu saudara-saudara kita yang hatinya seperti itu.
Hati
yang sakit atau mati dapat dikesan dengan hilangnya nurani kebaikan pada saat
melakukan keburukan.
Misalnya,
ketika berbuat kejahatan tidak ada penyesalan, bahkan malah sebaliknya, bangga
dengan kejahatan tersebut dan menceritakan dengan penuh puas kepada orang lain.
Cuba
kita tengok penampilan para artis di televisyen. Mereka berlumba-lumba
memperlihatkan aurat dan merasa bangga dengan semua itu.
Bahkan,
yang lebih parah lagi, sebahagian dari mereka sengaja merakam adegan yang tidak
sepatutnya sekadar untuk koleksi peribadi. Ketika rakaman adegan tersebut
tersebar di khalayak umum, mereka tidak merasa malu, apalagi bersalah dan
menyesal. Hati mereka betul-betul telah sakit.
Oleh
kerana menghidupkan hati adalah keperluan mutlak ketika ini, maka dakwah tidak
boleh semata-mata menumpukan kepada dimensi pengajaran (ta’lim) semata-mata.
Dakwah
perlulah menyentuh perkara yang lebih mendasar, iaitu pembersihan penyakit hati
(tazkiyah).
Bahkan,
dimensi tazkiyah ini dalam banyak perkara mesti lebih didahulukan daripada
pengajaran.
Allah
swt berfirman :
“Dialah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang
membacakan ayat-ayatNya kepada mereka, mensucikan (tazkiyah) mereka dan
mengajarkan (ta’lim) mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah).” (QS Al Jumu’ah : 2)
Mengapa
‘tazkiyah’
lebih dahulu diceritakan berbanding ‘ta’lim’?
Ini
adalah kerana bagi orang-orang yang hatinya sakit atau mati, pengajaran itu
tidak ada gunanya. Ibarat, masuk telinga kanan, keluar telinga kiri.
Yang
perlu dilakukan adalah membongkar kulit yang membungkus rapat-rapat hatinya. Penutup
hati atau penutup otak itulah yang perlu dibongkar terlebih dahulu, terutama
yang berupa kesombongan, kerana mereka merasa lebih unggul, lebih pandai atau
lebih suci.
MENGHIDUPKAN PERADABAN
Bayangkan
jika orang yang hatinya sakit dan mati itu berkumpul dalam suatu komuniti,
bahkan menyatu dalam sebuah lingkungan yang lebih luas. Apa yang akan berlaku?
Contohnya,
jika sebuah negara :
a.
Dihuni oleh orang-orang yang tidak
memiliki rasa malu.
b.
Dipimpin oleh orang yang tidak memiliki
mental malu.
c.
Tidak ada undang-undang yang
mengatur masalah kehormatan diri.
Apa
yang akan berlaku?
Seperti
yang kita saksikan ketika ini, yang berlaku adalah :
1.
Pornografi menjadi budaya baru di
mana-mana.
2.
Pelacuran dan perjudian semakin marak.
3.
Seks bebas menjadi kebiasaan.
Akibatnya
sangat menggerunkan :
d.
Ribuan gadis hamil di luar nikah.
e.
Ribuan anak lahir tanpa mengetahui
siapa bapanya.
f.
Pengguguran seakan-akan menjadi
halal.
g.
Penyakit seksual berjangkit merebak di
mana-mana.
Tidak
terhenti hanya di situ, berbagai penyakit sosial lain juga turut bercambah,
seperti mengambil minuman keras dan dadah.
Dalam
keadaan seperti itu, runtuhlah peradaban manusia. Manusia tidak lagi menjadi
terhormat, mulia dan unggul kerana perilaku mereka sudah tidak ada bezanya
dengan binatang ternak, bahkan lebih rendah dan lebih hina dari itu.
Firman
Allah swt :
“Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al A’raf :
179)
Dalam
keadaan masyarakat yang rosak seperti itu maka tampilnya segolongan umat yang tidak
pernah berhenti menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, menjadi suatu
kemestian.
Di
tengah-tengah suasana mati dan hancurnya peradaban itu, mesti lahir suatu kaum
yang bergelar “Khairu Ummah”. Mereka adalah orang-orang yang memiliki
dorongan kuat untuk menghidupkan peradaban dan sentiasa memelihara fitrahnya
untuk tetap istiqamah, sekalipun jalan berduri dan licin perlu dilalui.
Mereka
bukanlah siapa-siapa bahkan mereka adalah kita sendiri, hamba-hambaNya yang
telah dimuliakan dengan risalah Islam dan dakwah serta fitrah Rabbaniyah.
Persoalannya,
mahukah kita menghidupkan fitrah itu dan dengannya kita berjuang untuk
menghidupkan peradaban Rabbani di muka bumi?
Bangkitnya
sebuah peradaban Islam di muka bumi yang menguasai segala aspek kehidupan
bukanlah harapan kosong tanpa makna. Kini telah banyak perkembangan Islam yang
terjelma, seperti keilmuan, kesihatan dan kesusastraan.
Erti
dari peradaban adalah sebuah ciri atau identiti yang membuatnya menjadi sebuah
sejarah.
Contohnya
adalah peradaban jahiliah. Yang membuatkan zaman itu menjadi ‘peradaban’
adalah, misalnya, kerana wujudnya sebuah keyakinan bahwa memiliki anak
perempuan adalah aib yang amat besar sehingga orang tua tidak segan-segan untuk
menguburkan hidup-hidup anak perempuan itu.
Demikian
juga di zaman Nabi Muhammad saw. Yang membuatnya menjadi sebuah peradaban
adalah adanya pergerakan dakwah yang dirintis oleh Nabi Muhammad saw yang
bermula dari dakwah secara sembunyi-sembunyi, kemudian dakwah secara terang-terangan,
hinggalah hijrah ke Madinah.
Bangkitnya
sebuah peradaban Islam tidak akan berdiri dari keberadaan segelintir manusia, kerana
peradaban Islam yang dibangkitkan melalui dakwah ini tidak dapat didokong hanya
oleh seorang sahaja.
Oleh
yang demikian, di sinilah wujudnya peranan penting berjamaah. Namun bukan
jamaah yang seperti buih di lautan dan tidak bernilai. Banyak wujudnya jamaah
atau harakah di muka bumi ini, tapi kewujudannya tidak memiliki nilai kerana
kurangnya kuantiti aktitivis dakwah. Di sinilah pentingnya proses ‘pengkaderan’
dalam sesebuah harakah.
Jika
sebuah harakah tidak memiliki sebuah sistem yang baik dalam ‘pengkaderan’,
maka tunggulah kehancuran harakah tersebut. Banyak harakah memiliki ramai
aktivis dakwah, namun lemah dalam proses dan sistem ‘pengkaderan’ dan
hasilnya, terbentuklah aktivis-aktivis dakwah yang tidak memiliki kemampuan
intelek dan kadang-kadang jauh dari memiliki ‘akhlakul karimah’
(akhlak mulia).
Lalu,
bagaimanakah proses tarbiyah sebagai satu sistem yang mampu untuk mencetak aktivis-aktivis
dakwah yang berwibawa?
Tarbiyah
merupakan satu pendekatan yang bersepadu untuk mendidik jiwa manusia ke arah pengamalan hidup secara Islam dalam rangka :
1.
Menghubungkan manusia dengan Yang Maha
Pencipta.
2.
Melahirkan manusia yang sanggup
berkorban.
3.
Meneguhkan agama Allah sehingga
ajarannya dirasakan lebih agung dari hukum dan ajaran ciptaan manusia.
Dalam
kalimah yang sederhana, adalah bagaimana membentuk seorang Muslim yang sempurna
atau menyeluruh.
Fokus
dari tarbiyah adalah untuk memperbaiki manusia dan jika manusia tersebut sudah
dalam tingkatan yang baik, maka ditingkatkan kembali hingga menjadi lebih baik.
Manakala,
ukuran kebaikan itu adalah penerimaannya secara menyeluruh atas apa yang Allah
kehendaki dengan kebaikan, yakni melalui ajaran-ajaran dan syariatNya.
Sebagai
contoh, seseorang yang berakhlak baik, suka menolong orang lain, namun mengingkari
dan menolak hukum Allah misalnya, persoalan hudud atau qishash. Maka, orang
tersebut tidaklah boleh dikatakan telah menerima Islam secara sempurna dan
menyeluruh kerana kayu pengukurnya, iaitu syariat, masih ditolaknya.
‘Pengkaderan’ yang baik memerlukan sistem dan strategi yang berkesan.
Ada
beberapa strategi tarbiyah atau proses ‘pengkaderan’ pendakwah yang mampu
mencetak aktivis-aktivis dakwah yang teguh dan sempurna.
PERTAMA : TARBIYAH RUHIYAH / NAFSIYAH (PENDIDIKAN KEROHANIAN
/ KEJIWAAN)
Seorang aktivis
dakwah mestilah memiliki sebuah jiwa yang baik, kerana ini adalah asas dari
pembentukan karakter seorang aktivis dakwah. Bagaimana mungkin Islam ini akan
tegak dengan kukuh jika para pendokongnya memiliki jiwa-jiwa yang tidak sihat.
KEDUA
: TARBIYAH JASMANIYAH (PENDIDIKAN FIZIKAL)
Ketika
jiwa seorang aktivis dakwah telah baik maka langkah seterusnya adalah bagaimana
mendidik jasadiyah kerana seorang aktivis dakwah tidak cukup dengan jiwa yang
bersih semata-mata kerana dalam mengharungi onak dan duri di jalan dakwah perlu
adanya sebuah jasad yang sihat dan baik.
KETIGA
: TARBIYAH IMANIYAH (PENDIDIKAN KEIMANAN)
Sihat fizikal
dan jiwa belumlah cukup dalam membentuk karakter yang baik untuk aktivis dakwah.
Iman mestilah juga baik, kerana ia adalah asas dalam perjuangan di jalan
dakwah. Bagaimana mungkin seorang aktivis dakwah dapat berjuang dengan meninggikan
kalimah tauhid ketika imannya sendiri pun belum baik.
KEEMPAT
: TARBIYAH AQLIYAH (PENDIDIKAN AKAL)
Pendidikan
akal amatlah penting kerana aktivis dakwah yang teguh perlu juga mental yang
kuat atau baik. Islam ini tidak akan tersiar secara maksimum jika yang
menyiarkanya tidak memiliki sebuah mental yang berani.
KELIMA
: TARBIYAH AKHLAQIYAH (PENDIDIKAN AKHLAK)
Seorang aktivis
dakwah perlulah memiliki sebuah akhlak yang baik, kerana ia adalah sebagai suri
tauladan bagi objek dakwahnya. Dakwah tidak akan dapat disampaikan secara
maksimum jika yang menyampaikanya belum mampu memperbaiki akhlaknya. Oleh yang
demikian, pendidikan akhlak ini adalah amat penting.
KEENAM
: TARBIYAH FIKRIYAH (PENDIDIKAN KETAJAMAN CARA BERFIKIR)
Berfikir
secara analisis dan tajam ketika menganalisa sebuah permasalahan, perkara
seperti ini perlu dimiliki oleh seorang aktivis dakwah kerana dengan pola
berfikir yang tajam akan membuatkan aktivis dakwah semakin peka dan responsif
terhadap berbagai permasaalahan umat.
KETUJUH
: TARBIYAH IQTISHADIYAH (PENDIDIKAN KEMAPANAN EKONOMI)
Adalah sangat
baik jika seorang aktivis dakwah memiliki kemapanan ekonomi dalam kehidupannya
kerana dengan adanya sebuah kemapanan ekonomi ini, ianya akan menjadi pencetus
semangat dalam berdakwah.
KELAPAN
: TARBIYAH SIYASIYAH (PENDIDIKAN POLITIK)
Aktivis dakwah mestilah pandai dalam berpolitik kerana
dengan berpolitik kita akan dapat membuat sebuah transformasi sosial selain
ianya sebagai pencetus kejayaan Islam di muka bumi ini.
Dari
huraian di atas, kita dapat memahami bahwa hasil tarbiyah ini janganlah
dibataskan manfaatnya menjadi tarbiyah untuk tarbiyah semata-mata.
Ertinya,
kebaikan, semangat dan idealisma yang
dihasilkan oleh tarbiyah itu jangan hanya dirasakan ketika kita menjadi ‘murabbi’ sahaja tapi perlu dirasakan juga
produk tarbiyah itu samada secara kebaikan, idealisma, akhlak dan semangat ke dalam dunia sosial, ekonomi,
budaya, politik dan peradaban.
Tarbiyah
mestilah mampu untuk memacu, memberikan semangat, memberikan kebaikan dan idealisma
yang tinggi dalam segala bidang.
a. Jangan
sampai potensi apa pun yang ada tidak mendapat sentuhan tarbawi tersebut
b. Jangan
berlaku apa yang dinamakan ‘al-izaaban’ (pelarutan).
c. Jangan
sampai ketika aktif di bidang politik, berlaku pelarutan keperibadian Islami.
d. Jangan
sampai ketika aktif di bidang ekonomi, berlaku pelarutan akhlak Islamiyah.
Pelarutan-pelarutan
itu insyaAllah tidak akan berlaku atau mungkin ianya dapat dikurangkan jika
tarbiyah kita sentiasa konsisten dan tetap berpegang teguh dengan sumbernya
yang asli iaitu Al Qur’an Al Karim dan sunnah Rasulullah saw.
Ya
Allah, kami memahami bahwa tarbiyah adalah kunci utama yang mampu untuk
mencetak para aktivis dakwah yang akan
memikul tugas dan tanggungjawab dakwah.Tetapkanlah kami di atas jalan tarbiyah
ini sehingga ianya akan membuahkan hasil yang positif serta memacu semangat
berdakwah.
Ameen
Ya Rabbal Alameen
WAS