Pages
▼
Wednesday, 25 September 2013
Tuesday, 24 September 2013
Garis Besar Dakwah
Sesungguhnya
perlu kita fahami bahwa sesuatu tujuan atau matlamat tidak akan dapat
diwujudkan semata-mata dengan banyaknya bilangan atau jumlah.
Ketahuilah
bahwa kekuatan yang paling besar serta wasilah yang paling berkesan adalah
kekuatan kerohanian yang mempunyai daya tarikan dan pengaruh yang menakjubkan.
Keyakinan
kepada ideologi dan kesatuan di atas landasan keyakinan tersebut adalah
segala-galanya dan sebuah dakwah tidak akan mampu meraih kejayaan kecuali apabila
memenuhi tiga syarat-syarat khusus berikut :
a.
Mempunyai
konsep.
b.
Memiliki
‘junud’ (perajurit/pendokong).
c.
Mempunyai
‘qaid’ (pemimpin).
Konsep
itu perlulah :
1.
Jelas.
2.
Lengkap.
3.
Efektif.
Manakala
‘Junud’ (perajurit / pendokong) mestilah
mempunyai :
a.
Keyakinan.
b.
Cinta.
c.
Pengorbanan.
Sedangkan
pemimpin pula perlulah :
1.
Ikhlas.
2.
Cekap.
3.
Tegas.
Inilah
garis-garis besar bagi sebuah dakwah yang menginginkan kejayaan dan berusaha untuk
mempertahankan kewujudannya.
Jika
kita meneliti pada garis-garis besar ini untuk melihat dakwah kita, maka kita dapati
bahwa dakwah kita selaras dengannya, bahkan nampak seolah-olah dakwah ini dibentuk
untuk melaksanakan garis-garis besar tersebut.
Jika kita
melihat kepada konsep dakwah ini, maka kita mendapati bahwa konsepnya bersumber
pada kitab Allah swt dan sunnah Rasulullah saw.
Di
dunia ini tidak ada konsep yang lebih jelas, luas, lengkap dan berpengaruh
melebihi kedua-duanya.
Allah swt
telah menjadikan kejelasan sebagai simbol bagi Al Qur’an dan menyebut Al Qur’an sebagai cahaya
dan petunjuk.
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS
An-Nahl : 89)
“Katakanlah,
‘Al-Qur’an itu petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.’” (QS
Fushilat : 44)
Mengenai
lengkapnya Al-Qur’an, cukuplah bagi kita informasi dari Allah swt.
“Tiadalah
kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab.” (QS
Al-An’am : 38)
Juga
sabda Rasulullah saw :
“Tidaklah aku
tinggalkan sesuatu pun yang dapat mendekatkanmu kepada Allah kecuali aku memerintahkanmu untuk melaksanakannya dan tidak ada satupun yang dapat
menjauhkanmu dari Allah kecuali aku
melarangmu darinya.”
Al-Qur’anul
Karim itu berjalan selaras dengan kemajuan manusia dan tidak bertentangan
dengan ilmu pengetahuan serta penemuan-penemuan. Ia sentiasa berjalan seiring,
bahkan mendahuluinya.
Adapun
pengaruh Al-Qur’an, tidak ada yang dapat disetarakan dengannya. Ia mampu :
a.
Memikat
jiwa.
b.
Menguasai
hati.
c.
Menggerakkan
nurani.
Musuh-musuh
Al-Qur’an sendiri mengakuinya dengan ucapan mereka :
“Sesungguhnya, di dalam Al-Qur’an ini
terkandung kenikmatan dan keindahan, bahagian atasnya memberikan buah dan bahagian
bawahnya memberikan kesuburan. Dan ia bukanlah perkataan manusia.”
Mereka
juga mengatakan :
“Al-Qur’an adalah sihir.”
Allah
juga berfirman seperti berikut :
“Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik (iaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gementar kerananya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingati Allah.” (QS Az-Zumar : 23)
Pengaruh
Al-Qur’an sedemikian rupa sehingga dapat mendorong seorang mukmin untuk
menunjukkan semangat kepahlawanan dalam peperangan sehingga seolah-olahnya ia mirip
dengan sebuah khayalan.
Seseorang
di antara mereka ada yang dadanya tertembus tombak, sementara ia terus
memerangi musuh-musuhnya hingga akhirnya gugur bersama kematian mereka.
Tombak
menembusi punggungnya sedangkan ia tidak peduli seraya berkata :
“Dan
aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, supaya Engkau ridha (kepadaku).” (QS
Thaha : 84)
Inilah
konsep yang berhasil diterapkan dan telah sekian lama dipraktikkan dalam
kehidupan orang-orang muslim.
Adapun
‘jundiyyah’ (sifat kepahlawanan) yang
indah dan ideal serta ketaatan yang nyata dan monumental dapat dilihat dalam
diri sahabat-sahabat Rasulullah saw dan orang-orang yang meneladani kebaikan
mereka.
Mereka
adalah peribadi-peribadi yang mampu menggambarkan keimanan yang mendalam.
Perhatikanlah
Abu Bakar As Shiddiq ra di mana pada suatu ketika memberitahu Abu Jahal khabar tentang Isra’ Mi’raj lalu Abu Jahal
dengan nada yang tidak percaya bertanya semula kepadanya :
“Apakah kamu mempercayainya, Abu Bakar?”
Abu
Bakar menjawab :
“Kami telah mempercayainya tentang hal-hal
yang lebih dari itu. Kami mempercayainya tentang khabar yang datang dari
langit.”
Mengenai
kecintaan yang mendalam dan kuat, maka tidak ada satu masyarakat pun yang
dikenali dalam sejarah dan yang dibangunkan di atas landasan cinta sepertimana
masyarakat Islam yang pertama.
“Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin), dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS Al-Hasyr : 9)
Mengenai
kedermawanan dan pengorbanan yang ada pada mereka, maka pembicaraan mengenainya
akan memakan waktu yang panjang dan tidak akan habis.
Seluruh
kisah dalam sejarah berisi lembaran-lembaran putih yang menerangi
perbuatan-perbuatan para tokoh, pahlawan dan singa yang gagah berani itu.
Adapun
Rasulullah saw adalah representasi dari kepemimpinan Islam.
Manusia
tidak pernah mengenal atau melihat di era sejarah mana pun, seorang pemimpin
yang lebih ikhlas, cekap dan tegas daripada Rasulullah saw.
Baginda
adalah seorang mukmin yang sabar dan ikhlas yang pernah berkata kepada bapa
saudaranya :
“Demi Allah,
seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, supaya aku meninggalkan urusan
ini, niscaya aku tidak meninggalkannya,
sampai aku binasa kerananya.”
Itulah
Muhammad saw, seorang pemimpin yang istimewa dengan kecekapan, sikap spontannya
dan kepandaiannya dalam mengelola urusan.
Seorang
pemimpin yang tegas yang melancarkan serangan-serangan yang mengejutkan musuh-musuh yang menentangnya dan meletakkan
dasar-dasar ketegasan untuk menumpaskan kemunafikan, penipuan dan sikap
mengambil kesempatan.
Inilah
dakwah kita!!!
1.
Ia
tidak mempunyai konsep selain Al-Qur’anul Karim.
2.
Ia tidak
mempunyai tentera selain kita.
3.
Ia tidak
mempunyai pemimpin selain Rasul kita saw.
Bandingkan,
betapa jauhnya perbezaan antara sistem kita dengan sistem-sistem lain yang
lemah dan rapuh.
Sistem
demokrasi, sosialis dan diktator adalah sistem-sistem yang tidak akan mampu
menjamin kebebasan dan mewujudkan kebahagiaan.
Walaupun
mungkin ia dapat memberikan sedikit kebahagiaan, namun apakah ia dapat
memberikan kepuasan jiwa dan kebahagiaan hati?
Demi
Allah, tidak! Andaikata ia mampu mewujudkan itu semua, apakah ia dapat
memberikan balasan yang baik bagi manusia di akhirat, dalam kehidupan akhir
yang abadi?
Marilah
kita kembali kepada ayat-ayat Al-Qur’anul Karim yang telah kita pelajari.
Sesungguhnya
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang kita kaji merupakan undang-undang kita yang
lurus.
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui. ‘Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman,
‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar!’ Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Wahai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.’ Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, ‘Bukankah
sudah Aku katakan kepada kamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahsia langit
dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”
(QS Al-Baqarah : 30-33)
Dalam
ayat-ayat sebelum ayat ini, terdapat isyarat-isyarat halus mengenai penciptaan
langit dan bumi, bukti-bukti mengenai kekuatan dan kekuasaan Allah swt serta
kewajiban bersyukur dan beribadah kepada-Nya.
Selepas
itu, Al-Qur’an menceritakan kepada kita kisah penciptaan manusia dan bagaimana
sikap para malaikat ketika manusia diciptakan, kedudukan manusia di
tengah-tengah segenap makhluk serta apa yang dilakukan iblis kerana diciptakan
dan diutamakannya Adam melebihi seluruh makhluk lain.
Di
sini kita perlu mengingati bahwa informasi yang diberikan oleh Allah Yang Maha
Mulia kepada para malaikat mengenai penciptaan manusia bukanlah sebagai bentuk
konsultasi atau permintaan supaya mereka menyaksikan.
Maha Suci
Allah dari hal yang semacam itu, tetapi sekadar pemberitahuan.
“Aku
tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan
langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri.” (QS
Al-Kahfi : 51)
Allah
memberikan contoh yang paling baik kepada manusia supaya kita dapat mengetahui
tentang berbagai informasi yang sebenarnya tidak perlu diberitahukan sebagai
bukti kecintaan dan ketaataan.
Lebih-lebih
lagi kerana manusia akan terus menjalin hubungan tertentu dengan para malaikat,
berkaitan dengan wahyu, pengawasan, penenggelaman bumi dan pencabutan nyawa.
Status
manusia sebagai khalifah dapat ditafsirkan dengan tiga penafsiran.
PERTAMA :
Bahwa
sebelumnya bumi ini telah diserahkan pengelolaannya kepada makhluk-makhluk lain
selain manusia, kemudian Allah swt ingin menjadikan manusia sebagai khalifah
(pengganti) dari makhluk-makhluk tersebut. Para mufassir menyebutkan banyak
sekali nama dan sifat makhluk-makhluk tersebut. Namun, ramai ulama’ tidak
cenderung kepada pendapat ini, kerana ianya terkesan seperti diada-adakan,
tanpa landasan dan bukti.
KEDUA :
Kekhalifahan
ini dari Allah swt kerana Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Agung telah
memberikan kurniaan kepada manusia dan melebihkannya atas makhluk-makhluk lain
dengan nikmat akal yang diberi kemampuan memilih dan menentukan, yang
diciptakan Allah dan semuanya tidak keluar dari kehendak-Nya.
Dalilnya
adalah firman Allah swt :
“Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khuatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab : 72)
Sebagai
akibat dari pemikulan amanat ini, manusia mendapatkan kompensasi berupa status
sebagai khalifah di bumi yang mewakili Allah swt dalam mengelola urusan dunia
dan memanfaatkan berbagai kemudahan yang ada di dalamnya sesuai dengan kehendakNya,
meskipun sebahagian manusia tersesat dalam memikul tanggungjawab ini, iaitu
tidak mengetahui hikmah kekhalifahan bahkan menjadikannya rusak dan hancur.
KETIGA :
Kekhalifahan
di sini adalah pengganti dari para malaikat, dengan jangkaan bahwa mereka
sebelumnya menjadi penduduk bumi. Ada satu poin yang masih perlu dijelaskan, iaitu
bahwa para malaikat berkata kepada Allah swt :
“Mengapa
Engkau menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan menyucikan Engkau?” (QS Al-Baqarah : 30)
Mereka
berkata demikian, mungkin kerana mengetahui kerusakan dan pembunuhan yang
dilakukan oleh penduduk bumi sebelum anak cucu Adam (jika pendapat ini benar);
atau barangkali kerana mereka mengetahui bahwa makhluk yang mempunyai kemampuan
untuk memilih pasti akan berbuat kerusakan di dalamnya, sebab para malaikat
sendiri tidak dikurniakan kemampuan untuk memilih dalam bentuk apa pun.
“Yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim : 6)
Atau
mungkin juga bahwa Allah swt telah memberitahukan kepada mereka karakter
manusia dan apa yang akan diperbuatnya kelak.
Masing-masing
dari ketiga-tiga pendapat ini boleh jadi benar atau barangkali mereka menyangka
bahwa penciptaan manusia itu akan menyingkirkan dan menjauhkan mereka dari
Allah, kerana itu mereka berkata :
“Padahal kami sentiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan menyucikan Engkau?”
Maka
Allah swt Yang Maha Mencipta berfirman kepada mereka :
“Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah : 30)
Bukti
pertama mengenai perkara ini adalah bahwa Adam mempelajari nama-nama segala
sesuatu kemudian memberitahukannya kepada para malaikat, sedangkan sebelum itu
para malaikat tidak mengetahuinya.
Kerana
itu mereka berkata :
“Maha
Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Allah
telah meletakkan manusia pada kedudukan yang tinggi di antara makhluk-makhluk,
maka hendaklah ia menyesuaikan diri dengan nikmat ini sehingga layak
menerimanya.
Jika
ia bersyukur, menggunakan kelebihan-kelebihannya dan mengendalikan
keinginan-keinginannya kepada kebaikan, maka ia memiliki kedudukan yang lebih
tinggi daripada para malaikat, kerana ia mempunyai keinginan yang dikendalikan
kepada hal-hal yang diridhai oleh Tuhannya.
Berbeza
halnya dengan para malaikat yang memang diciptakan untuk menjadi makhluk yang
taat dan tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan selain yang
diperintahkan.
“Mereka
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim : 6)
Adapun
orang yang mengkufuri nikmat Allah, yang mengarahkan nafsu dan keinginannya
kepada kejahatan, layak mendapatkan kedudukan yang lebih rendah daripada
binatang ternak, kerana ia diberi kemampuan memilih, tetapi justeru memilih
jalan nafsu, jalan dosa dan jalan kebinatangan.
“Mereka
itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya.” (QS Al-Furqan : 44)
“Sesungguhnya
seburuk-buruk makhluk di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang
tidak mengerti apa pun.” (QS Al-Anfal : 22)
Maka, hendaklah
kita kaum muslimin menjadi manusia yang paling baik dalam ma’rifat kepada
Allah, ilmu pengetahuan, agama dan akhlak serta menjadi peribadi teladan bagi
orang-orang yang akan berbicara dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah dengan cara
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya, sehingga
berkat mereka umat manusia menjadi bahagia dan berjalan menuju kesempurnaan.
Agar
dakwah ini berhasil maka seorang pendakwah perlulah memiliki dua sifat ini :
a.
Bijaksana.
b.
Bersih.
Yang
dimaksudkan dengan dua sifat di atas adalah :
1.
Bijak
akalnya.
2.
Bersih
hatinya.
Kita
tidak mensyaratkan kebijaksanaan yang benar-benar hebat. Cukuplah apabila kita
dapat memandang segala sesuatu secara seimbang, tidak ditambah atau dikurangi
kerana kita menyaksikan sebahagian orang memiliki pola berfikir yang kacau
seperti tidak tepat ketika membaca realiti sehingga menganggap :
a.
Adat
sebagai ibadah.
b.
Sunnah
sebagai perkara wajib.
c.
Penampilan
fizikal sebagai perkara yang utama.
Hal
inilah yang dapat merosakkan terapi penyelesaian terhadap peristiwa-peristiwa
yang timbul dan menyebabkan dakwah mengalami kegagalan yang serius.
Sifat “bersih”
menyangkut keadaan hati yang dikehendaki bukanlah seperti “bersihnya malaikat”
tetapi hati yang :
1.
Dapat
mencintai dan menyayangi orang lain.
2.
Tidak
bersuka ria di atas kesalahan dan penderitaan orang lain.
3.
Merasa
sedih di atas kesalahan mereka dan berharap agar mereka mendapat jalan
kebenaran.
Para
pendakwah juga disaran untuk sentiasa
bersikap bijaksana dalam dakwah di mana apa yang perlu ditekankan ialah agar kita
tidak memberi peluang kepada musuh-musuh Islam untuk menyerang dan menginjak-injakkan
Islam mahupun para pendakwah hanya gara-gara semangat yang diiringi dengan sikap
terburu-buru.
Hendaklah
tujuan utamanya adalah pembinaan aqidah, akhlak dan ibadah. Adapun
masalah-masalah khilafiyah sebenarnya tidak ada hubungannya dengan dakwah dan
prinsip ‘amar ma’ruf nahi munkar’.
Nabi Daud ‘Alaihis Salam dan Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam pun berselisih dalam masalah tanaman yang dirosakkan
dan dimakan oleh kambing.
Sebagian
ulama’, ada yang berpendapat bahwa menyusu sewaktu besar sama hukumnya dengan
ketika masih kecil. Apabila timbul khilaf, hendaklah dibahas pada bidangnya
(pada masalah fiqhnya sahaja). Adapun mengalihkannya ke bidang dakwah merupakan
kesalahan besar.
Seorang
pendakwah yang tidak memiliki kebijaksanaan akal dan kebersihan hati akan menimbulkan
masalah yang rumit di tengah-tengah perkembangan Islam.
Kadang-kadang
kita menemui ramai pendakwah yang meletakkan “batu” di tengah-tengah
jalan Islam, yang mereka ambil dari lingkungan hidup zaman dahulu agar kelajuan
perkembangan dakwah berhenti di tengah-tengah dunia baru.
Mereka
marah kerana membela mazhab dan kepentingannya dengan mengatasnamakan Islam. Namun,
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka memerlukan orang yang dapat
menyinari akal fikiran mereka dan membersihkan hati mereka.
Ketidaktahuan
segolongan manusia terhadap dakwah bukan bererti Islam tidak ada di
tengah-tengah umat manusia tersebut.
Oleh kerana
itu, para pendakwah perlu memahami masalah ketidaktahuan segolongan manusia
terhadap dakwah dan dalam hal ini, Rasulullah saw pernah berdoa :
“Ya
Allah, tunjukilah kaumku! Sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui!”
Apabila
seorang pendakwah memahami perkara ini, ia akan bersikap lembut, sentiasa
berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran serta memiliki “nafas panjang”. Seorang pendakwah
perlu memahami situasi dan keadaan seseorang sebelum ia mendapat taufiq dan
hidayah Allah menuju keimanan.
“Begitu
jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmatNya atas kamu,
maka telitilah.” (QS An-Nisa’ : 94)
Hidayah
dan taufiq itu merupakan anugerah Allah swt.
Allah swt
berfirman :
“Mereka
merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah,
‘Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislaman kamu,
sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepada kamu dengan menunjuki kamu
kepada keimanan, jika kamu adalah orang-orang yang benar.’” (QS
Al Hujurat : 17)
Ketika
kita berusaha mengubah seseorang dan pemikiran lama menuju pemikiran baru, kita
perlu menyedari bahwa pemikiran itu benar-benar baru baginya. Ertinya, ia belum
mengenalnya. Seseorang yang belum mengenal sesuatu kebiasaannya akan
menolaknya.
Betapa
ramai di kalangan sahabat, (ketika mereka belum masuk Islam) memusuhi
Rasulullah saw tetapi ketika mereka mendapat hidayah Allah, mereka menjadi
pendukungnya, bahkan berjuang dan berperang bersama baginda.
Oleh
sebab itu, apabila seorang pendakwah memahami bahwa sesungguhnya dirinya adalah
pelaku ‘ishlah’ (perbaikan),
maka pastilah ia akan mengubah cara dakwah terhadap orang-orang awam.
Dengannya,
dakwah akan masuk ke dalam relung hati dan akal yang paling dalam sehingga
mampu mengubah hati (perasaan) dan fikiran itu secara total.
Imam
Hasan Al Banna pernah menyatakan :
“Jika di hadapanmu ada sejemput gula pasir
dan sejemput garam, bagaimana kita dapat membezakannya? Niscaya kita akan
mengatakan, ‘Kita mesti merasakan kedua-duanya kerana dengan merasakannya kita
dapat membezakannya.’”
Agar
manusia mengetahui dakwah, mereka perlu merasakan pahit-manisnya dan daya
tariknya. Tanpa merasakan itu terlebih dahulu, mereka patut dimaklumi atau
dimaafkan, sehingga kita telah mendatangi dan menawarkannya kepada mereka
sebagaimana ungkapan syair berikut :
“Barangsiapa merasai kenikmatan ishlah, ia
pasti mengetahuinya,
Barangsiapa mengetahuinya, ia akan bangkit
menyerahkan nyawa sebagai tebusan.”
Benarlah
kata-kata Imam Hasan Al-Banna di dalam ‘Majmu’ah Rasail’nya :
“Berapa ramai kaum Muslimin yang tidak
mengenal dakwah, bahkan membenci para pendakwah dan memerangi Islam dengan
berbagai macam cara yang tidak pernah terlintas di fikiran syaitan sekalipun.”
Ketika
inipun, semua kebohongan dan cerita rekaan itu terjelma dalam berbagai mass
media serta menjadi buah pembicaraan para hakim.
Para pendakwah
dilarang dan disekat secara undang-undang untuk berbicara di tengah-tengah
kemelut yang semakin gawat. Namun walaupun dikepung oleh konspirasi dunia yang
zalim untuk menghancurkan Islam dan pemeluknya, Alhamdulillah kita masih memiliki kekuatan iman yang melitupi segala sudut
dan tentunya tetap optimis terhadap pertolongan Allah.
“(Iaitu)
orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang
yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, kerana itu takutlah kepada mereka’. Maka perkataan itu menambah
keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’” (QS Ali-Imran : 173)
Di
antara kata-kata Imam Hasan Al Banna :
“Kita akan menang dengan cara yang sangat
sederhana. Sekali pun dunia akan menyaksikan apa yang belum disaksikan
sebelumnya.”
Kenyataan
ini berperanan penting dalam membangkitkan semangat, kekuatan dan kehidupan.
Bukankah
ini sebuah realiti yang terang dan jelas.
Kemenangan
itu hanya dari Allah, akan diarahkan menurut kehendakNya. Tidak ada urusan
bagiNya kecuali bagaikan sekelip mata atau mendekatinya. Apabila Allah
mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah
kamu!” niscaya akan terjadi.
Allah swt
berfirman :
“(Al
Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka
diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah
Tuhan YangMaha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran!” (QS
Ibrahim : 52)
Sesungguhnya,
misi seorang pendakwah di tengah-tengah kegelapan adalah :
a.
Menyalakan
lilin.
b.
Menuntun
si buta.
c.
Memperdengarkan
yang tuli.
d.
Memikul
beban.
e.
Memberi
makan yang lapar.
f.
Tawadhu’.
g.
Kasih
sayang kepada sesama Muslim.
Ketika
Ikhwan masuk penjara disebabkan oleh tangan-tangan mereka yang zalim, mereka disiksa
dengan siksaan yang sangat menghinakan. Kehormatan manusia telah diinjak-injak
oleh tindakan yang tidak bermoral yang tidak pernah kita terdengar sebelumnya
sehingga hampir-hampir nyawa mereka melayang.
Mereka
mampu menahan lapar dan dahaga serta dapat mengetahui nilai makanan dan minuman
setelah lama tidak mendapatkannya secara sempurna sehingga, dengan peristiwa itu,
baru mereka memahami dengan pemahaman yang benar akan firman Allah swt :
“Kerana
kebiasaan orang-orang Quraisy, (iaitu) kebiasaan mereka berpergian pada musim
dingin dan musim panas, Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka’bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS Quraisy : 1-4)
Mereka
berada di tengah-tengah beberapa batalion tentera dengan langkah cepat sementara
di sekitar mereka ada anjing-anjing galak dan cemeti, siap merobek-robek tubuh
mereka. Pada saat itulah mereka merasa ketakutan dan gementar sehingga di
antara mereka ada yang jatuh pingsan.
Ada
juga yang jatuh hingga kepala mereka terluka dan dibiarkan tanpa mendapat pengubatan
mahupun rawatan. Mereka terus lari berjam-jam tanpa istirehat dan dilarang
berteduh di bawah awan mendung yang sedang melewati mereka. Di antara mereka juga
ada yang terkencing-kencing, bahkan ada yang lebih dari itu.
Sebelum
mereka mengalami tragedi seperti itu, tidak pernah terbayang sama sekali bahwa
para pemuda mampu bertahan menghadapi siksaan seperti yang mereka alami tanpa
mengalami kelumpuhan atau mengidap bermacam-macam penyakit.
Namun,
Subhanallah, mereka telah membuktikan setelah
tragedi yang berlangsung bertahun-tahun itu, bahwa manusia memiliki kekuatan
yang amat dahsyat hingga mampu bersabar, bertahan dan tetap bermujahadah.
Ia
menggambarkan sebuah kekuatan aqidah dan ruhiyah yang belum dibongkar
sumbernya, iaitu kekuatan yang nyata berkat kekuasaan Allah, hingga mampu
mengalahkan para diktator.
Ramai
orang kagum bahkan tidak terfikir terhadap kesabaran, ketabahan dan ketegaran mereka.
Mereka bingung di tengah kesesatannya hingga Allah turunkan mukjizat kepada
mereka di mana Allah telah mengubah keadaan mereka dari ketakutan menjadi aman
sementara para penyiksa mereka merasa takut setelah merasa aman.
Pelajaran (‘Ibrah)
dari tragedi ini adalah
bahwa dalam diri para pemuda Muslim terdapat kekuatan yang luar biasa di mana
apabila mereka diberi kesempatan untuk menyerlahkan kreativiti mereka, niscaya
akan mampu mengubah keadaan umat menjadi bebas, adil dan berwibawa. Bagi mereka
yang menghayati peristiwa ini akan mampu memahami pelajaran-pelajaran ini
dengan nyata.
Kita
akan dapat menjumpai dan menemui potensi manusia Muslim dalam menyerlahkan
kreativiti apabila diberi kebebasan di mana masih banyak potensi yang terpendam
dalam diri seseorang yang belum sempat dijelmakan sehingga kita kehilangan
nilai potensi ini dalam pembinaan produktiviti dan pembinaan.
Oleh kerana
itu, hendaklah setiap pendakwah berusaha sekuat tenaga secara optimum dalam dakwah
hingga ia menemui Allah kerana Islam adalah agama dunia dan akhirat.
Ya Allah, lindungilah kami sebagaimana Engkau telah lindungi para
pejuang sebelum ini dan jadikanlah jamaah ini jamaah yang Engkau rahmati dan Engkau berkati. Tiada daya dan kekuatan melainkan dariMu dan cukuplah Engkau sebagai
tempat kami bertawakkal dan meminta pertolongan dari
segala ancaman samada yang nampak atau tersembunyi
dan Engkaulah sebaik-baik pemimpin
dan penolong dan tempat kami mengadu, ketika tidak tersisa lagi tempat mengadu.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WASFriday, 20 September 2013
Berusaha Mencapai Matlamat Dakwah
Sesuatu
yang perlu difahami bahwa tanggungjawab terbesar kita adalah :
a. Melakukan pembaharuan (tajdid).
b. Membentuk dan merubah generasi (naql).
Pembaharuan
yang dimaksudkan adalah pembaharuan dalam teknik perlaksanaan ajaran Islam supaya
sesuai dengan keadaan zaman yang melingkunginya.
Dalam
masa yang sama, ia juga memerlukan suatu proses perubahan terhadap peribadi
muslim dari satu keadaan kepada keadaan yang lain dan perubahan umat Islam dari
satu fasa ke fasa yang lain.
Dalam
menjelaskan tentang Ikhwanul Muslimin, Imam Hasan Al-Banna melihatnya dari dua
sudut :
PERTAMA
:
Ikhwan
sebagai sebuah jamaah yang memusatkan perhatian pada perkhidmatan umum. Ia ikut
bersama-sama dengan semua jamaah Islam yang ada untuk berkhidmat kepada
masyarakat umum dengan berbagai wasilah.
KEDUA
:
Ikhwan
sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Imam Hasan
Al-Banna telah memfokuskan perhatiannya pada sudut yang kedua ini kerana aspek
inilah yang dianggap terpenting.
Di
antara fenomena pembaharuan dalam gerakan ini ialah Ikhwan memahami secara
benar berbagai keperluan amal islami ketika
ini yang selama ini diabaikan oleh umat Islam sendiri.
Islam
memerlukan sebuah gerakan yang :
1.
Menyeluruh.
2.
Menjadikan
seorang muslim dapat merasakan bahwa dirinya muslim.
3.
Merasakan
bahwa kita hidup secara bersama-sama.
4.
Merasakan
keterikatan secara umum dengan Islam dan kaum muslimin.
5.
Merasakan
pula ikatan khusus dengannya.
Di
samping itu, kita memerlukan gerakan secara menyeluruh yang dimulai dengan
pengenalan terhadap Islam dan diteruskan dengan proses ‘takwin’ (pembinaan) secara terperinci serta berakhir
dengan perlaksanaan secara menyeluruh untuk mewujudkan tujuan besar yang telah
Allah swt tugaskan kepada setiap muslim untuk mewujudkannya samada di peringkat
serantau, nasional mahupun antarabangsa.
Untuk
mewujudkan semua ini, Islam memerlukan sebuah jamaah yang mampu menggerakkannya
manakala untuk dapat tegak berdiri, jamaah itu sendiri memerlukan konsep dan
tata nilai yang komprehensif.
Tentang
dakwah yang diserukan ini, Imam Hasan Al-Banna berkata :
“Bersama kita, ia akan tegak sebagai salah
satu dari berbagai dakwah pembaharuan bagi kehidupan umat dan bangsa-bangsa
yang telah menggariskan sebuah manhaj baru yang diyakini dan dijadikan sebagai
panduan.”
Berkaitan
dengan aspek terakhir ini beliau berkata :
“Akan tetapi, intipati dakwah mereka
(Ikhwan) adalah ‘fikrah’ (pemikiran) dan ‘aqidah’. Mereka pasakkan
keduanya dalam jiwa semua orang, mereka bangunkan pandangan umum dengannya dan
mereka yakinkan semua hati kepadanya sehingga berhimpunlah semua ruh di
sekelilingnya. Itulah prinsip-prinsip amal untuk dan bersama Islam di berbagai
sektor kehidupan.”
Pada
bahagian yang lain beliau berkata :
“Wasilah-wasilah umum dakwah ini tidak
berubah, tidak diganti dan tidak akan melampaui tiga perkara berikut :
a. Iman yang mendalam.
b. Pembinaan yang cermat.
c. Amal dan aktiviti yang tiada putus-putusnya.”
Di
tempat yang lain beliau berbicara tentang unsur yang perlu ada dalam gerakan
ini, iaitu :
1.
Manhaj
yang sahih.
2.
Mukmin
yang aktif.
3.
Pemimpin
yang tegas serta dapat dipercayai.
Dari
pemaparan secara sepintas lalu tentang poin-poin ini, kita dapat mengetahui
bahwa tanggungjawab besar yang pertama bagi kita ialah proses pembaharuan di
tengah-tengah umat Islam.
Selain
itu kita juga mengetahui bahwa salah satu unsur penting yang diperlukan oleh
proses tersebut, yang menurut istilah Imam Hasan Al Banna adalah pemimpin yang
tegas dan boleh dipercayai.
Setiap
langkah yang tidak bertolak dari permulaan ini adalah langkah yang rapuh dan
tidak akan dapat bertahan lama. Selain itu ia juga tidak dapat memainkan peranan
pentingnya.
Oleh
itu, maka titik permulaan adalah sebuah kepemimpinan yang mampu :
a.
Melakukan
pembaharuan.
b.
Mewujudkan
cita-cita.
c.
Memutuskan
segala permasaalahan dengan tepat.
d.
Menunaikan
semua kewajiban.
Untuk
memenuhi hajat Jamaah dan umat ini sekaligus, maka pencarian unsur-unsur
kepemimpinan Islam, lalu melatih dan memberinya peranan yang tepat merupakan perkara
penting dan pokok di medan amal Islami dan jalan menuju ke sana perlulah
ditempuhi dengan kecermatan yang total.
Kepemimpinan
yang kita idam-idamkan ini hendaklah mampu :
1.
Mewujudkan
iman yang mendalam.
2.
Mengarahkan
kepada proses pembinaan yang cermat.
3.
Membiasakan
amal yang berterusan, seiring dengan manhaj yang sahih.
4.
Bekerjasama
dengan para aktivis muslim lainnya.
Apakah
syarat-syarat kepemimpinan ini?
Apakah
sifat-sifatnya?
Bagaimanakah
ia bekerja?
Bagaimanakah
ia bertindak?
Bagaimanakah
karakter, kecekapan, perancangan dan kapasitinya?
Bagaimana
pula pola gerakannya, wasilahnya dan lain-lainnya?
Semua
ini perlu jelas semenjak dari awalnya lagi.
MERUBAH UMAT SEBAGAI KUNCI MENGUBAH DUNIA
Tanggungjawab
pertama Jamaah atau pimpinannya adalah merubah keadaan peribadi muslim dan seterusnya
kaum muslimin.
Kita
dapati dewasa ini bahwa orang muslim kini lemah rasa keislamannya dan lemah
pula penisbatan dirinya kepada Islam, selain juga lemah perasaannya bahwa dia
adalah sebahagian dari umat Islam.
Oleh
yang demikian, tugas pertama kita adalah membangkitkan perasaan muslim tentang kewujudan
keislamannya dan kewujudan kejamaahannya.
Dengan
kata lain, banyak kaum muslimin merasakan ikatan umumnya (sampai batas tertentu)
dengan Islam dan institusi-institusi umum, tetapi ikatan khususnya dengan Islam
serta ikatan emosinya dengan kaum muslimin (yang nampak dalam ikatan gerakan
dan keyakinannya kepada jamaatul muslimin) hampir-hampir hilang.
Oleh
itu, tanggungjawab pertama Jamaah Ikhwan adalah menumbuhkan perasaan seorang
muslim terhadap kewujudan dirinya sebagai muslim dan ikatannya kepada kaum
muslimin secara umum.
Setelah
itu, ia akan menghantarkannya ke satu tingkatan yang lebih tinggi dalam Islam
dan menggabungkannya ke dalam saf, agar proses perubahan umat Islam dari satu
fasa ke fasa berikutnya dapat berjalan dengan sempurna sehingga pada akhirnya
terwujudlah impian-impian Islam, samada di peringkat serantau mahupun
antarabangsa di muka bumi ini.
Dua
tanggungjawab besar ini tidak kita ketahui bagaimana cara menunaikannya dengan
benar kecuali setelah kita memahami ‘Risalah Ta’alim’.
Ikhwanul Muslimin tidak
memiliki tujuan yang direka-reka bahkan Islam memang mengharuskan kaum muslimin
mewujudkan tujuan-tujuannya dengan berjuang dan berkorban dengan harta dan
jiwa.
Di antara tujuan-tujuan ini,
ada yang berkaitan dengan :
a.
Individu, samada laki-laki ataupun
perempuan.
b.
Keluarga.
c.
Pekerjaan.
d.
Masyarakat.
e.
Pemerintahan.
f.
Politik.
g.
Ekonomi.
h.
Pendidikan.
i.
Media massa.
Ada di antaranya merupakan
tujuan jangka pendek dan jangka panjang serta ada yang merupakan tujuan keduniaan
dan ada pula yang merupakan tujuan non material.
Semua tujuan itu saling berkait
antara satu sama lain.
Persoalannya memang kompleks
dan tidak dapat difahami kecuali oleh mereka yang memahami :
1.
Mana yang pokok dan mana yang
cabang.
2.
Secara baik teks Al-Qur’an dan
As Sunnah.
3.
Ilmu ushul fiqh dan fiqhnya
sekaligus dalam perspektif Islam yang total.
Persoalan ini sememangnya amat
luas cakupannya sehingga Ikhwanul Muslimin tidak mencurahkan potensinya secara
khusus untuk menghurai semua tujuan tersebut dan untuk mengkaji semua persoalan
secara terperinci.
Oleh kerana itulah pada
umumnya setiap anggota Ikhwan berjalan mengikuti manhaj pokoknya dan apabila semakin
bertambah frekuensi pembelajarannya, maka semakin bertambah pula pengetahuannya
tentang tujuan.
Oleh yang demikian, pemimpin
tertinggi pasti tidak luput pengetahuan mereka tentang tujuan-tujuan ini dan
bagaimana bagi mencapainya.
Imam Hasan Al-Banna sering
menyimpulkan tujuan-tujuan pokok Jamaah di berbagai kesempatan dalam
risalah-risalahnya.
Semua yang disebut oleh Imam Hasan
Al-Banna itu merupakan tujuan yang wajib bagi setiap muslim untuk
memperjuangkannya sekuat tenaga.
Untuk itu, dalam ‘Risalah
Ta’alim’, beliau menjadikan amal sebagai salah satu rukun bai’ah dalam
dakwah Ikhwan.
Oleh kerana itu, persoalan ini
memerlukan perbahasan secara terperinci dalam membincangkan berbagai perkara yang
disebut oleh Imam Hasan Al-Banna tentang tema tujuan, kemudian baru membahaskan
apa yang dikatakan dalam ‘Risalah Ta’alim’ dan seterusnya
menyebut berbagai masalah yang termasuk dalam tujuan dan setelah itu ada fasal
tambahan untuk menjelaskan tema tujuan ini.
Imam Hasan Al-Banna mengatakan
:
“Ringkasnya, kita menginginkan peribadi
muslim, rumahtangga muslim, masyarakat muslim, pemerintahan muslim dan negara
yang memandu negara-negara Islam, yang menyatukan ragam kaum muslimin,
mengembalikan kejayaannya, merebut kembali tanah airnya yang hilang, yang dirampas
dan negeri yang pernah dirompak. Seterusnya, negara itu akan mengibarkan panji
jihad dan dakwah Islam, sehingga dunia ini akan damai di bawah ajaran Islam.”
Seterusnya ia mengatakan :
“Ingatlah selalu bahwa kamu memiliki dua
tujuan pokok:
- Membebaskan negeri Islam dari semua kekuatan
asing. Ini merupakan hak asasi bagi setiap manusia yang tidak diingkari
kecuali oleh mereka yang zalim, kejam dan melampaui batas.
- Menegakkan di tanah air ini negara Islam yang
merdeka, yang menegakkan hukum-hukum Islam, menerapkan undang-undang
sosialnya, memproklamasikan prinsip-prinsip dan nilai-nilainya, yang
menyampaikan dakwah Islam dengan bijaksana kepada seluruh umat manusia.
Selama negara ini belum tegak, seluruh umat Islam berdosa dan
bertanggungjawab di hadapan Allah di atas kealpaan mereka untuk itu.”
Itulah kesimpulan dari apa yang
dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna dalam tulisannya sedangkan dalam ‘Risalah
Ta’alim’ beliau menyatakan :
“Adapun tingkatan amal yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah :
1. Perbaikan diri sendiri
sehingga ia menjadi orang yang; kuat fizikalnya, kukuh akhlaknya, luas
wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat aqidahnya, benar ibadahnya,
pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya, rapi urusannya dan
bermanfaat bagi orang lain. Itu semua perlu dimiliki oleh tiap-tiap akh.
- Pembentukan
keluarga muslim, iaitu dengan membangunkan keluarga agar menghargai
fikrahnya; menjaga etika Islam dalam setiap aktiviti kehidupan
rumahtangganya; memilih isteri yang baik dan menjelaskan kepadanya hak dan
kewajibannya; mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik,
serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
- Bimbingan
masyarakat; yakni dengan menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang kotor
dan munkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera mengerjakan
kebaikan, memandu pandangan umum untuk memahami fikrah Islamiyah dan
mencelup praktik kehidupan dengannya secara terus-menerus. Itu semua
adalah kewajiban yang perlu ditunaikan oleh setiap akh sebagai peribadi,
juga kewajiban bagi Jamaah sebagai institusi yang dinamik.
- Pembebasan
tanah air dari setiap penguasa asing (bukan Islam) baik secara politik,
ekonomi mahupun akhlak.
- Memperbaiki
keadaan pemerintah sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik. Dengan berbuat
begitu, ia dapat memainkan peranannya sebagai pelayan umat dan pekerja
yang bekerja demi kemaslahatan mereka. Pemerintah Islam adalah pemerintah
yang anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan
kewajiban-kewajiban Islam, tidak berterang-terangan dalam kemaksiatan dan
konsisten menerapkan hukum-hukum serta ajaran Islam.”
MEMBANGUN MASYARAKAT ISLAM
Masyarakat Muslim yang kita
kehendaki adalah masyarakat yang :
1.
Menyerahkan dirinya kepada
Allah.
2.
Menyahut seruan kebaikan.
3.
Memerangi kemungkaran.
4.
Tersemat padanya sifat-sifat
utama, karakteristik Islam dan akhlak rabbani.
5.
Mewarnai seluruh hidupnya
dengan identiti Islam; baik zahir mahupun batin.
6.
Seluruh pemikiran, konsep dan
sikapnya bersifat Islamik.
7.
Bebas dari segala perkara yang
bertentangan dengan Islam.
8.
Melakukan hubungan dengan
orang lain atas dasar Islam sehingga seluruh hubungan kemanusiaannya, baik
sesama Muslim mahupun dengan orang yang bukan Islam, atau hubungannya dengan
dunia Islam dan dunia lainnya berdasarkan komitmen penuh kepada Islam.
9.
Tidak ada tingkah lakunya yang
keluar dari kaidah-kaidah keadilan, rahmat, prinsip-prinsip kebenaran dan
ihsan.
Kefahaman sejati terhadap
semua perkara yang baru sahaja disebutkan itu tidak akan didapati pada ajaran
selain Islam.
Masyarakat Islam yang ideal
ialah masyarakat yang :
a.
Beriman dan beramal soleh.
b.
Wasiat-mewasiati dalam
kebenaran dan kesabaran.
c.
Nasihat-menasihati.
d.
Mengimani konsep syura.
e.
Berorientasikan akhirat.
f.
Tidak memberi kedudukannya
kepada dunia kecuali sesuai dengan kadarnya.
g.
Membenci segala jenis bentuk
kejahatan.
h.
Menjauhi segala jenis dosa.
i.
Hidupnya penuh kasih sayang
antara satu dengan yang lainnya.
j.
Suka memberi maaf kepada yang
berbuat jahat kepadanya.
k.
Sentiasa mematuhi perintah
Allah.
l.
Menolak sama sekali kezaliman.
Allah swt berfirman :
“Dan orang-orang yang apabila
mereka diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri.” (QS Asy Syura : 39)
MENEGAKKAN PEMERINTAHAN ISLAM
Kita menghendaki tertegaknya
pemerintahan Islam di semua kawasan Islam. Inilah salah satu tujuan kita. Tujuan
ini mestilah ditegakkan oleh setiap Muslim di seluruh dunia.
Keterlibatan negara lain
sesungguhnya tidak dapat diterima untuk menegakkan tujuan ini kerana boleh jadi
akan melahirkan persoalan yang lebih rumit yang bersifat negatif di kemudian
hari.
Oleh kerana itulah maka jihad
bagi setiap kawasan Islam untuk menegakkan pemerintah Islam merupakan
satu-satunya jalan yang dapat menghantarkan bagi tercapainya tujuan menegakkan kewibawaan
umat Islam sedunia.
Menegakkan pemerintahan Islam
adalah kewajiban yang telah dibebankan oleh Allah swt sedangkan bekerja ke arah
kewujudan tersebut adalah kewajiban syariat yang dibebankan ke atas setiap
individu Muslim. Allah mewajibkan kepada setiap Muslim untuk menegakkan syariat
Allah.
Allah swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu qishash.” (QS Al Baqarah : 178)
“(Ini adalah) satu surah yang
Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankannya).” (QS An Nur : 1)
“Maka tidak berdosa bagimu
(para wali ) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka apa yang patut.” (QS Al Baqarah : 234)
Ayat-ayat di atas menunjukkan
bahwa setiap Muslim bertanggungjawab menegakkan syariat Allah.
Ini tidak mungkin terlaksana
kecuali dengan tegaknya pemerintahan Islam di setiap negara yang dihuni oleh
orang-orang Islam. Oleh kerana tujuan ini belum terlaksana, maka setiap Muslim
berkewajiban untuk bekerja keras dan berusaha menegakkannya dan semua yang
termasuk dalam usaha menegakkan pemerintahan Islam ini termasuk juga perkara-perkara
yang diwajibkan.
Imam Hasan Al Banna
menjelaskan karakteristik pemerintahan Islam sebagai berikut :
“Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang para anggotanya orang-orang
Muslim, melaksanakan kewajiban. Tidak bermaksiat secara terang-terangan, dan
melaksanakan hukum-hukum Islam. Tidak mengapa menggunakan orang-orang bukan
Muslim sepanjang hanya menduduki jawatan umum. Bentuk dan jenis pemerintahannya
tidak menjadi persoalan selama mana sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam
pemerintahan Islam. Di antara sifat-sifatnya adalah rasa tanggungjawab, kasih sayang
kepada rakyat, bersikap adil sesama manusia, menahan diri dari harta rakyat dan
berhemah dalam penggunaannya. Sedangkan kewajiban-kewajibannya antara lain
memelihara keamanan, melaksanakan undang-undang, menyebarkan pengajaran,
mempersiapkan kekuatan, menjaga kesihatan masyarakat, memelihara kepentingan
umum, mengembangkan kekayaan negara, menjaga keselamatan harta benda,
meninggalkan akhlak buruk dan menyampaikan dakwah.
Adapun hak-haknya (setelah menjalankan semua kewajiban) antara lain
kesetiaan, ketaatan, dan dukungan jiwa raga yang diberikan oleh rakyat. Apabila
pemerintah lalai melaksanakan kewajibannya, maka berilah nasihat dan bimbingan.
Jika itupun tidak bererti, maka dicabutlah ketaatan dan kesetiaan kita lalu
disingkirkan, kerana tiada kewajiban untuk taat kepada makhuk dalam bermaksiat
kepada Allah.”
Dari sini kita dapat lihat ada
beberapa sifat yang diperlukan dalam pemerintahan Islam antara lain adalah :
1.
Rasa tanggungjawab.
2.
Kasih sayang kepada rakyat.
3.
Adil terhadap semua orang.
4.
Tidak tamak terhadap kekayaan
negara.
5.
Berhemah dalam penggunaan
kekayaan negara.
Beberapa kewajiban yang perlu
ditunaikan oleh pemerintah Islam antara lain :
a.
Menjaga keamanan.
b.
Menerapkan undang-undang.
c.
Menyebarkan nilai-nilai ajaran
Islam.
d.
Mempersiapkan kekuatan.
e.
Menjaga kesihatan.
f.
Melindungi kepentingan umum.
g.
Mengembangkan pelaburan
kekayaan.
h.
Menjaga keselamatan harta
benda.
i.
Mengukuhkan mentaliti masyarakat.
j.
Menyebarkan dakwah.
Beberapa hak milik
pemerintahan Islam (sudah tentu jika telah ditunaikan kewajibannya) antara lain
:
1.
Kesetiaan.
2.
Ketaatan.
3.
Perlindungan terhadap jiwa dan
hartanya.
Apabila ia mengabaikan
kewajibannya maka berhak atasnya nasihat dan bimbingan, lalu (jika tidak ada perubahan)
boleh dilakukan pemecatan dan pengusiran kerana tidak ada ketaatan kepada
makhluk dalam bermaksiat kepada Penciptanya.
Seterusnya Imam Hasan Al Banna
mengatakan :
“Memperbaiki pemerintahan sampai menjadi pemerintahan Islam yang
sebenarnya, sehingga dapat memainkan peranannya sebagai pelayan dan pekerja
umat demi kemaslahatannya.”
Tujuan ini, yang merupakan
salah satu dari beberapa tujuan kita, (yakni menegakkan pemerintahan Islam di
setiap negara yang dihuni oleh kaum Muslimin) telah banyak disalahertikan.
Tentu sahaja perkara ini memerlukan penjelasan yang terperinci agar tidak berlaku
lagi kekeliruan, salah faham dan kekaburan.
PERTAMA :
Imam Hasan Al Banna mengatakan
:
“Pemerintahan Islam adalah pemerintahan yang para anggotanya orang-orang
Muslim, melaksanakan kewajiban, tidak bermaksiat secara terang-terangan, dan
melaksanakan hukum-hukum Islam.”
Melalui frasa ini, Imam Hasan
Al Banna menjelaskan suatu neraca yang dengannya suatu pemerintahan ditimbang.
Suatu pemerintahan tidak boleh
dianggap sebagai pemerintahan Islam, kecuali apabila tokohnya terdiri dari
orang-orang mukmin yang berpegang teguh kepada ajaran Islam, sistemnya,
undang-undangnya dan segala aktivitinya mesti bersifat Islamik secara bersepadu
sehingga Rasulullah saw membolehkan kita memerangi suatu pemerintahan jika para
tokohnya meninggalkan solat atau memperlihatkan kekufuran yang nyata.
Para ahli fiqh dari mazhab
Hanafi dan yang lain telah memfatwakan bahwa seorang imam yang berlaku fasiq
boleh dipecat sementara dalam realiti yang kita hadapi kejadiannya bahkan lebih
berat daripada itu di mana mereka tidak berpegang teguh pada Islam, baik dalam
etika hukum mahupun perlaksanaannya.
KEDUA :
Imam Hasan Al Banna mengatakan
:
“Tidak mengapa menggunakan orang-orang bukan Muslim jika dalam keadaan
terpaksa, yang penting mereka tidak diletakkan dalam posisi pemimpin.”
Persoalan ini merupakan salah
satu persoalan paling penting yang dihadapi oleh gerakan Islam kerana di setiap
negara pasti terdapat orang-orang bukan Muslim, samada mereka minoriti ataupun
majoriti.
Dengan dalih adanya minoriti bukan
Muslim ini, sebahagian orang berpendapat bahwa penerapan syariat Islam tidak dapat
dilaksanakan samada di peringkat negara mahupun dunia.
Kita katakan bahwa
sesungguhnya para ahli fiqh sendiri berada di antara dua golongan iaitu :
a.
Yang sangat keras pegangannya.
b.
Yang cenderung untuk mempermudahkan.
Sebahagian mereka yang berpandangan
agak keras sehingga tidak memberi jawatan kepada orang bukan Muslim meskipun
hanya sekadar sebagai penulis.
Sedangkan sebahagian yang lain
berpandangan sangat lunak sehingga ia boleh menjawat jawatan hingga ke posisi
yang paling strategik sekalipun.
Menurut pendapat yang lebih
tepat, masalah ini terikat oleh perjanjian dan kesepakatan yang dibuat. Umat
Islam dapat membuat perjanjian dalam berinteraksi dengan bukan Muslim di mana
sahaja setelah mereka berkuasa.
Selepas itu, kita berkomitmen
dengannya sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada semua
perjanjiannya dengan orang-orang Yahudi di Madinah.
Dengan demikian, jelaslah
bahwa kita boleh berkompromi dengan mereka iaitu kita boleh memberikan sesuatu
yang banyak kepada mereka dengan catatan mereka pun memberikan sesuatu yang
sama sebagai bentuk kompensasi kepada kita.
Kaidah umum ada
menyatakan bahwa :
“Hak mereka adalah hak kita, kewajiban mereka juga kewajiban kita.”
Bahkan beberapa ulama’ fiqh
menyebutkan, seandainya seorang Muslim membunuh babi seorang kafir Zimmi, maka
ia juga perlu menggantinya.
KETIGA :
Imam Hasan Al Banna mengatakan
:
“Bentuk dan jenis pemerintahannya tidak menjadi soal selama mana sesuai
dengan kaidah-kaidah umum dalam pemerintahan Islam.”
Persoalan yang dikemukakan ini
amat penting kerana realitinya ada beberapa negara yang menerapkan sistem
kerajaan dan ada pula yang menerapkan sistem republik sementara yang lain
menerapkan sistem lain pula.
Dalam perjalanan untuk
menegakkan negara Islam yang tunggal (di samping menegakkan pemerintahan Islam
di setiap negara sebagaimana konsep yang dikemukakan oleh Imam Hasan Al-Banna di
atas), kita perlu membeza-bezakan antara kepemimpinan tertinggi negara Islam
yang satu di satu sudut, dan kepemimpinan lainnya di sudut yang lain.
Dalam kepemimpinan tertinggi
di negara Islam yang satu, kita terikat oleh teks-teks hukum yang terbatas
dalam perjalanan hidup para ‘khulafaur rasyidin’.
Oleh kerana itu, kita memiliki
satu pola yakni pola ‘khilafah’ atau ‘imamah’. Sejarah menceritakan
bahwa kekhalifahan pernah tegak dengan penguasa seorang sultan atau amir.
Semua pemerintah Islam itu
mengakui kesultanan dan kedaulatan khalifah ke atasnya, walaupun sekadar
formaliti sahaja. Telah menjadi tradisi yang berlaku di zaman Rasulullah saw
bahwa apabila seseorang masuk Islam, maka kewujudannya menjadi bertambah, bukan
berkurang. Jika ia memeluk Islam dalam kepasitinya sebagai penguasa, maka Islam
akan mempertahankan kedudukannya itu.
Jika kita berpegang pada
prinsip-prinsip ini dengan sudut pandang yang luas, maka perjalanan menegakkan
negara Islam akan mengambil pola yang secara relatifnya lunak.
Dengan yang demikian, kita
dapat menjadikan pihak-pihak yang berpotensi untuk memerangi bertukar menjadi
para pendukung.
Coba kita teliti kembali
kata-kata Imam Hasan Al Banna berikut :
“Bentuk dan jenis pemerintahannya tidak menjadi persoalan selama mana
sesuai dengan kaidah-kaidah umum dalam pemerintahan Islam.”
Kadang-kadang kita menjumpai
suatu sistem yang kita tidak perlu bermusuhan dengannya. Untuknya, kita perlu
mengembangkan dan menuntunnya menuju Islam secara lebih baik.
Dengan yang demikian, para
pendukungnya boleh merasa tenang berhadapan dengan kita, namun dengan syarat sistem
itu bersesuaian dengan kaidah umum dalam sistem Islam.
Ada juga sistem pemerintahan
yang kita tidak memiliki pilihan sikap kecuali permusuhan dengannya.
Namun di tempat lain ada pula
sistem yang mungkin kita dukung asalkan mereka mahu menerima empat perkara :
- Dasar negara dan undang-undangnya Islam.
- Merealisasi suatu proses penyerahan kepemimpinan negara kepada
orang-orang yang berkomitmen kepada Islam.
- Politik luar negerinya seiring dengan prinsip-prinsip Islam.
- Tidak memerangi usaha untuk menegakkan Islam, baik di peringkat
negara mahupun dunia antarabangsa.
Syarat terakhir ini dinyatakan
oleh Imam Hasan Al Banna dengan ungkapannya berikut :
“Ikhwanul Muslimin harus mendukung setiap institusi yang diyakininya
tidak sekali-kali memusuhi usaha-usaha ke arah pencapaian tujuannya.”
Ramai orang mengatakan bahwa
Ikhwanul Muslimin adalah golongan yang tidak realistik dalam menetapkan tujuan
di mana mereka memikul panji daulah Islam namun tidak mengerti hakikatnya; mereka
memerangi berbagai keadaan yang juga tidak mengetahui faktor penyebab munculnya
keadaan tersebut.
Jawabannya, tentu tidak benar.
Jelas, bahwa Ikhwanul Muslimin
menginginkan tertegaknya dasar negara dan undang-undang Islam, meskipun jelas
pula bahwa antara keinginan dan realiti masih ada jarak dan jurang yang luas.
Jelas juga bahwa mereka menginginkan
tertegaknya komitmen kepada Islam; dari solat hingga penegakan hukum Islam,
meskipun jelas pula bahwa ini belum benar-benar dapat diwujudkan.
Jelas juga bahwa mereka menginginkan
wujudnya negara yang di sana ditegakkan solat, ditunaikan zakat, ditegakkan
amar ma’ruf nahi munkar dengan bebas, meskipun jelas pula bahwa perkara belum benar-benar
terlaksana.
Jelas bahwa mereka menginginkan
sistem politik, ekonomi, ketenteraan, perdamaian, perkumpuan-perkumpulan,
pendidikan dan pengajaran serta komunikasi massa yang ditegakkan dengan
nilai-nilai Islam, meskipun jelas pula bahwa itu belum benar-benar wujud.
Jelas bahwa mereka
menginginkan politik dalam dan luar negeri yang bersifat Islamik, meskipun
jelas pula bahwa ini semua belum mampu diwujudkan.
Memang, seelok-eloknya kita
menjelaskan kepada orang ramai tentang apa yang kita inginkan dengan penjelasan
yang sejelas-jelasnya.
Ramai dari kalangan pendokong
Islam terpengaruh oleh slogan-slogan yang digembar-gemborkan oleh orang lain.
Slogan-slogan ini membentuk sikap tertentu kepada mereka.
Kita dapati sebahagian dari mereka
menolak idea pembaharuan dan sebaliknya mendukung idea revolusi yang dibangunkan
oleh slogan-slogan yang tidak ada hubungannya dengan Islam.
Sesungguhnya tujuan-tujuan dan
wasilah-wasilah kita bersifat Islamiyah. Kita tidak mengikat diri kita dengan
yang selainnya.
Ingatlah bahwa frasa yang
digunakan oleh Imam Hasan Al Banna dalam mengungkapkan hakikat ini adalah :
“Memperbaiki pemerintahan sehingga menjadi sebuah pemerintahan Islam
yang sebenar-benarnya.”
Dalam hubungan ini Allah swt berfirman
:
“Dan orang-orang yang
berpegang teguh dengan Al Kitab (Taurat) serta menegakkan solat (akan diberi
pahala) kerana sesungguhnya Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang
melakukan perbaikan.” (QS Al A’raf : 170)
MEMBENTUK DAULAH ISLAMIYAH
Daulah Islamiyah yang kita
kehendaki adalah daulah teras.
Ini sebagaimana yang disebut
oleh Imam Hasan Al Banna :
“Adalah daulah yang memimpin negara-negara Islam dan menghimpun berbagai
kaum Muslimin, mengembalikan keagungannya, serta mengembalikan wilayah yang
telah hilang dan tanah air yang telah dirampas”.
Ini merupakan tujuan terbesar
di antara tujuan-tujuan Ikhwanul Muslimin.
Mungkin sahaja kita dapat
menegakkan Islam di suatu wilayah. Namun boleh jadi negeri ini tidak memenuhi
syarat untuk menjadi pemerintahan yang dapat memimpin dalam beramal secara Islam
di pentas dunia antarabangsa sebagaimana ia tidak diharapkan untuk memimpin
negara-negara Islam di seantero dunia.
Hal ini berlaku boleh jadi kerana
tahap kualifikasinya yang rendah, kedudukan wilayahnya yang terpencil, juga
mungkin kerana lemahya kedudukan geografi, politik dan ekonominya, atau kerana faktor
lain.
Dari sini jelaslah bahwa kita
memerlukan sebuah daulah teras, sebagaimana yang digambarkan oleh Imam Hasan Al
Banna dengan kata-kata di atas.
Berikut adalah beberapa
kewajiban yang akan dipikul oleh daulah yang dimaksudkan, iaitu :
PERTAMA : Memimpin negara-negara Islam.
Oleh kerana itu, kedudukannya
perlulah berada di dunia Islam sebagai pusat kepemimpinannya.
Kepemimpinan ini tidak
bersifat tuntutan dan bukan pula permintaan, namun ia merupakan aktiviti yang
diterima oleh negara-negara Islam kepada suatu negara dengan cara yang benar.
Mungkin di antara banyak
bangsa, bangsa Arablah yang patut diharapkan untuk memainkan peranan ini.
Jika kesatuan telah lahir di
wilayah Arab seluruhnya dengan bentuk apapun yang menjamin tertegaknya Islam,
maka dunia Islam akan menyerahkan segala urusannya kepada negeri ini.
Mereka mengambil hak dan
memberikan kewajibannya. Dengan itulah kesatuan dunia Islam atau yang sejenis
dengannya akan segera muncul dalam waktu terdekat kerana sejumlah manfaat dalam
aspek politik, ekonomi dan ketenteraan yang menjamin keamanan dan kesejahteraan
kaum Muslimin tidak terhitung banyaknya.
Oleh kerana itulah dunia Islam
ingin bergabung ke dalam negara ini oleh sebab-sebab berikut:
a.
Ia menghimpun berbagai kaum
Muslimin. Kewujudan daulah Islamiyah teras perlu menyentuh setiap Muslim di
dunia. Ia memberi, mengambil, meminta dan melindungi kewujudannya.
- Mengembalikan keagungan umat Islam dengan mengembalikan kekuasaan
politik Islam serta mengembalikan bumi dan tanah air yang telah dirampas
oleh penjajah.
Semua itu menjadi
tanggungjawab daulah Islamiyah teras. Tanggung jawab ini tidak mungkin dipikul
kecuali oleh negara yang mempunyai karakteristik tertentu dalam bidang politik,
ekonomi dan ketenteraan.
Hanya daulah yang seperti
itulah yang mampu bekerja untuk tujuan-tujuan tersebut. Jika beban yang berat
ini dipikul oleh sebuah negara yang tidak memiliki potensi yang spesifik,
niscaya ia hanya akan membuahkan produk yang kosong belaka, malah boleh jadi ia
menjadi kontra produktif dengan tujuan yang digariskan.
Usaha ini adalah untuk mempersiapkan
seluruh aset di dunia ini bagi kemaslahatan Islam dengan cara :
a.
Membebaskan seluruh negeri.
b.
Membangun kejayaannya.
c.
Menegakkan peradabannya.
d.
Menyatukan kata-katanya
sehingga dapat mengembalikan kewibawaan khilafah yang telah hilang.
e.
Mewujudkan kesatuan umat yang
diimpi-impikan secara bersama.
f.
Penegakan kepemimpinan dunia
dengan penyebaran dakwah Islam di seantero dunia.
“Sehingga tidak ada lagi fitnah dan agama seluruhnya milik Allah.” (QS
Al Anfal : 39)
“Dan Allah enggan kecuali agar cahayanya menjadi sempurna.” (QS At
Taubah : 32)
Semua ini wajib ditegakkan
oleh Jamaah dan oleh setiap akh sebagai anggota dalam Jamaah itu. Sungguh,
betapa besarnya tanggungjawab ini dan betapa agungnya tujuan tersebut.
Orang melihatnya sebagai
khayalan sedangkan muslim melihatnya sebagai kanyataan. Kita tidak pernah putus
asa untuk meraihnya dan (bersama Allah) kita memiliki cita-cita luhur.
“Dan Allah menangkan setiap urusannya, akan tetapi kebanyakan orang
tidak mengetahuinya.”
MEWUJUDKAN KHILAFAH ISLAMIYAH
Dalam kaitannya dengan ini, Imam
Hasan Al Banna menyatakan :
“Semua negara Islam mesti bebas dari cengkaman kekuasaan asing.”
Di atas wilayah yang telah
bebas ini kemudiannya perlu tertegak sebuah daulah Islamiyah yang bebas.
Imam Hasan Al Banna seterusnya
berkata :
“Mengembalikan kewujudan daulah Islamiyah kepada uamt Islam dengan
membebaskan negaranya, menghidupkan keagungannya, mendekatkan peradabannya,
menghimpun kalimatnya hingga semua itu menghantarkan kembalinya khilafah
Islamiyah yang telah hilang dan persatuan yang dicita-citakan.”
Semua ini adalah sebahagian
dari kewajiban yang selama ini diabaikan oleh kebanyakan umat Islam.
Oleh kerana itulah Imam Hasan
Al Banna berkata :
“Selama mana daulah ini tidak tertegak, maka semua umat Islam berdosa
dan bertanggungjawab di hadapan Allah, mengapa mereka sampai lalai
memperjuangkannya dan bersikap acuh tak acuh dalam penegakannya. Sungguh
merupakan suatu kedurhakaan terhadap nilai kemanusiaan bahwa dalam situasi yang
membingungkan ini justeru tegak suatu negara yang mengukuhkan sistem nilai
zalim yang mempropagandakan seruan palsu, sementara tidak seorangpun mahu
berjuang untuk menegakkan negara yang hak, adil dan damai.”
Di antara kewajiban-kewajiban
daulah Islamiyah sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Hasan Al Banna adalah :
- Mengamalkan hukum-hukum Islam dan itu merupakan kewajiban.
- Melaksanakan sistem sosial Islam secara lengkap.
- Memproklamasikan prinsip-prinsip yang tegas ini dan jangan sampai
ia dibiarkan kelihatan tidak jelas.
- Menyampaikan dakwah Islam dengan arif dan bijaksana kepada semua
orang, jangan sampai di dunia ini ada orang yang belum tersentuh oleh
dakwah Islam yang disertai dengan penjelasan yang jitu.
Yang perlu dicatatkan di sini
adalah Imam Hasan Al Banna menganggap bahwa proklamasi khilafah secara rasmi hanya
dilakukan pada tahap-tahap akhir sahaja demi memperolehi kemasalahatan yang
banyak.
Meskipun demikian, proklamasi
khilafah ini (meskipun boleh diakhirkan) perlu terlebih dahulu menyiapkan sosok
yang ideal yang patut menerima amanah ini.
Menurut pendapat ahli fiqh
Syafi’ie, mereka melihat bahwa khilafah (jika telah hilang) perlu diberikan
kepada orang yang paling bijaksana di zamannya.
Oleh kerana itu, diakhirkannya
pengumuman rasmi khilafah sama sekali bukan kerana tidak adanya orang yang boleh
diserahkan amanah khilafah itu dan bukan pula bererti pengabaian ke atas
masyarakat yang hidup tanpa seorang imam.
Pengakhiran proklamasi
khilafah kadang-kadang justeru merupakan suatu keharusan dan menunggu
kesepakatan secara bulat dari seluruh kaum Muslimin. Semuanya perlu
mempertimbangkan masukan dari mereka tentang peribadi mahupun tempat agar tidak
berlaku fitnah dan perselisihan di kemudian hari.
PEMBOHONGAN TERHADAP IKHWANUL MUSLIMIN
Berbohong,
walaupun kecil sudah termasuk dosa besar. Bahkan berbohong termasuk dosa yang
paling dekat dengan kekafiran.
Allah swt
berfirman :
“Sesungguhnya
yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada
ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.” (QS
An-Nahl : 105)
Semakin
besar isi dan akibatnya maka semakin besar dosanya.
Rasulullah
saw bersabda :
“Ada tiga orang
yang tidak disucikan, tidak dilihat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
mendapatkan siksaan yang pedih di hari kiamat: orang tua yang berzina, raja
yang berbohong, dan penanggung yang sombong.”
Jika
orang yang berbohong adalah seorang raja atau pemimpin negara, maka
kebohongannya akan membahayakan seluruh rakyatnya dan jawatannya pun menjadi
hina.
Kebohongan
seorang yang berkuasa berbeza dengan kebohongan orang lemah yang khuatir akan keselamatan
dirinya. Jadi kebohongan berbeza antara setiap orang dan bahaya kebohongan
seseorang adalah sesuai dengan kedudukannya.
Ketika
kebohongan itu dilakukan kepada hak, nyawa, kehormatan dan kebebasan orang
lain, maka hal itu disebut sebagai kesaksian palsu.
Rasulullah
saw menggolongkan kesaksian palsu termasuk dosa yang paling besar, jika perkara
itu merugikan orang lain, walaupun seorang sahaja. Bagaimana pula kiranya jika
kebohongan itu merugikan puluhan, ratusan, ribuan atau bahkan jutaan orang,
tentu tidak dapat dibayangkan dosanya.
Ketika
ini banyak sekali tuduhan bohong yang diarahkan kepada Ikhwanul Muslimin misalnya
tuduhan bahwa mereka adalah kelompok pengganas.
Penguasa
Mesir ketika ini cuba untuk memusnahkan jamaah ini dengan alasan memerangi pengganas.
Para
penguasa di negara Arab lain juga melakukan perkara yang sama bahkan mereka
mengerahkan apa sahaja untuk memerangi Ikhwan.
Di Syria,
penguasa menindas mereka sejak beberapa dekad yang lalu. Penguasa Emiriyah Arab
Bersatu bahkan bersumpah akan menghapuskan jamaah ini dengan segenap tenaga yang
mereka miliki.
Ianya
ditambah pula dengan orang-orang biasa; seperti wartawan dan lawan politik dari
parti lain di mana semuanya menyebar tuduhan bohong bahwa Ikhwan adalah
kelompok pengganas.
Padahal
puluhan bahkan ratusan ahli Ikhwan dari Mesir, Syria dan negara lainnya yang
telah membangunkan negara-negara Teluk.
Ramai
di kalangan mereka adalah guru, pensyarah, doktor, jururawat, hakim, jurutera,
konsultan dan juga para peniaga.
Sejak
setengah abad yang lalu, anggota-anggota Ikhwan di Arab Saudi dan Emiriyah Arab
Bersatu adalah seperti itu dan tidak ada yang menuduh mereka sebagai pengganas.
Kenapa
pada hari ini, mereka tiba-tiba dituduh sebagai pengganas?
Bukan
calang-calang kerana yang menuduh mereka adalah para raja dan penguasa. Seakan-akan
mereka berkata kepada penguasa Mesir sekarang :
“Bunuhlah, kami
yang akan memberi dana kepada kamu. Bereskan mereka dan engkau minta apa sahaja
daripada kami.”
Oleh
kerana ditindas oleh penguasa, ramai anggota Ikhwan yang menyebar ke seluruh
dunia samada di dunia Arab, Eropah mahupun Amerika.
Mereka
adalah tokoh-tokoh yang sudah terkenal samada dari sudut keperibadian, institusi,
mahupun projek-projek mereka.
Bagaimana
mungkin ketika ini kita dipaksa oleh para penguasa tersebut untuk mempercayai
bahwa mereka adalah anggota kelompok pengganas yang melakukan kekerasan,
membunuh dan sebagainya?
Semua
orang akhirnya mengetahui apa sebenarnya yang menyebabkan mereka menuduh Ikhwan
demikian.
Para
penguasa tersebut sebenarnya sedang memerangi :
a.
Kebebasan
dan kehendak rakyatnya.
b.
Kebangkitan
dan kemajuan negara mereka.
c.
Prototaip
pemerintahan yang baik.
Yakinlah
bahwa dalam waktu yang tidak lama bahwa perancangan sulit mereka pasti akan
tersingkap semuanya, insyaAllah.
Ya
Allah, sesungguhnya Engkau sentiasa memelihara agamaMu beserta pejuang dan
pendokongnya. Berilah kekuatan kepada mereka untuk menghadapi fitnah dan ujian
yang berat ini. Limpahkanlah kesabaran kepada mereka sehingga dengan kesabaran
itu menjadi baja untuk menewaskan musuh-musuh mereka.
Ameen
Ya Rabbal Alameen
WAS