Pages

Wednesday, 14 January 2015

Renungan Di Serambi Madinah

Imam Hasan Al Banna pernah menyampaikan ceramahnya di serambi Madinah semasa beliau berkunjung ke Tanah Suci bagi mengerjakan ibadah haji.
Mari kita sama-sama telusuri peringatan-peringatan yang disampaikan oleh beliau semoga kita mampu mengambil iktibar darinya serta mendapatkan manfaat yang sebanyak-banyaknya.
Wahai saudaraku yang mulia. aku sampaikan salam penghormatan Islam, salam penghormatan dari sisi Allah yang baik dan diberkati, Assalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.
Amma ba’du. Alangkah bahagianya aku dapat berjumpa dengan kamu semua di serambi Madinah Al Munawwarah, kerana keutamaan Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam.
a.       Tanah Madinah adalah berkat.
b.      Udaranya berkat.
c.       Langitnya berkat.
d.      Semua yang ada di dalamnya adalah berkat.
e.       Bahkan, Madinah adalah sumber keberkatan, kebaikan dan cahaya.
Saudaraku sekalian, aku datang untuk berkenalan dengan kamu semua dan untuk menyatukan perkataan sebagaimana yang diserukan oleh Al-Qur’anul Karim. Aku ingin mengarahkan perhatian kamu, bahwa agama yang hanif’ ini telah menyelamatkan kita dari kegelapan kejahilan kepada cahaya petunjuk dan pengetahuan.
“Sesungguhnya telah datang kepada kamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itu Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan Kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (QS Al- Maidah : 15-16)
Dunia ketika ini dalam keadaan bingung. Dunia tumbuh di atas :
1.      Kerosakan aqidah.
2.      Kegelapan kejahilan
Sehingga ia dibangun tanpa asas serta bekerja tanpa petunjuk. Kemudian Islam datang untuk menerangkan jalan yang lurus kepadanya.
“Maka apakah orang-orang yang mendirikan masjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridhaan(Nya) itu yang baik ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama-sama dengan dia ke neraka Jahannam?”(QS At-Taubah : 109)
Islam datang dengan beberapa asas yang dijadikannya sebagai tapak bagi bangunan Islam. Jumlahnya ada tujuh asas dan aku akan menjelaskannya kepada kamu semua.
ASAS PERTAMA : IMAN
Apabila iman kita kuat, kita pun menjadi kuat dan kemenangan akan sentiasa menyertai kita.
“Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman.”(QS Ar-Rum : 47)
“(Ingatlah) ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.’ Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap hujung jari mereka.” (QS Al-Anfal : 12)
“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Kerana itu bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah) ketika kamu mengatakan kepada orang mu’min, ‘Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?’ Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang diturunkan (dari langit).” (QS Ali-lmran : 123-125)
Jika keimanan yang kuat melekat di hati kita, maka segala kesulitan terasa ringan. Nabi Musa alayhissalaam pernah keluar bersama kaumnya yang berjumlah sedikit dan hampir dapat dikejar oleh Fir’aun dan bala tenteranya.
“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa, ‘Sesungguhnya kita akan benar-benar tersusul.'” (QS Asy- Syu’ara : 61)
Tetapi, Musa yang hatinya telah dipenuhi dengan keimanan, mengatakan, “Sekali-kali tidak akan tersusul, sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS Asy-Syu’ara : 62)
Saudaraku sekalian, demikianlah keadaan rasul kita shalallahu ‘alayhi wa sallam ketika berada di dalam gua, sedangkan Abu Bakar As Shiddiq radhliyallahu ‘anhu telah merasa khuatir terhadap keselamatan baginda.
Sebagai menampakkan kewujudan yang sempurna dari keimanan yang kuat, Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam mengatakan, “Bagaimana pendapatmu, Abu Bakar, tentang dua orang, yang Allah adalah yang ketiganya?”
“Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS At-Taubah : 40)
Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan pelajaran yang agung.
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah menolongnya (iaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berkata kepada temannya, ‘Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentera yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (QS At-Taubah : 40)
Sekarang ada orang-orang yang mengatakan,
“Mereka adalah para nabi, tentu sahaja kita tidak sama dengan mereka.”
Aku jawab,
“Sesungguhnya, selain memuliakan para Rasul, Allah subhanahu wa ta’ala juga memuliakan pengikut-pengikut para rasul itu dan siapa sahaja yang mengikuti jejak mereka.”
Para sahabat ketika berhadapan dengan orang-orang yang mengatakan :
‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, kerana itu takutlah kepada mereka,’ maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.'” (QS Ali-lmran : 173)
Bahkan Allah subhanahu wa ta’ala telah memperlakukan perkara demikian itu secara umum.
“Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari Kiamat).” (QS Al-Mu’min : 51)
ASAS KEDUA : ILMU
Ilmu boleh membawa manusia kepada kebahagiaan dan ketinggian. Tidak ada kebangkitan pada suatu umat tanpa ilmu. Orang-orang kafir tidak dapat berkuasa kecuali kerana ilmu. Dan kita tidak mengalami kemunduran kecuali kerana kebodohan.
Ilmu dan kebodohan adalah dua perkara yang tidak sama.
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (QS Az-Zumar : 9)
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda,
“Siapakah di antara kamu yang suka pergi ke Bathan atau ke Atiq, lantas menemui unta yang gemuk, kemudian dibolehkan membawanya tanpa dianggap berdosa atau bersalah?”
Maka para sahabat menjawab,
“Wahai Rasulullah, kami semua suka.”
Maka baginda bersabda,
“Sungguh, salah seorang dari kamu pergi ke masjid, belajar satu ayat dari kitab Allah, itu lebih baik daripada seekor unta. Dua ayat lebih baik daripada dua ekor unta, tiga ayat lebih baik daripada tiga ekor unta, demikian seterusnya dengan hitungan yang lebih baik daripada unta.”
Saudaraku sekalian, yang aku maksudkan ilmu di sini adalah dengan kedua jenisnya, iaitu ilmu deen (agama) dan ilmu duniawi. Bahkan, apabila umat memerlukan ilmu duniawi, maka mencarinya merupakan kewajiban kifayah bagi umat tersebut.
Al-Qur’anul Karim mengisyaratkan perkara itu di dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama’.” (QS Fathir : 27-28)
ASAS KETIGA : HARTA
Harta adalah perhiasan kehidupan di dunia. Ia merupakan urat nadi kehidupan dan bekalan bangsa-bangsa.
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasan kamu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (QS An-Nisaa’ : 5)
Maka setiap individu dan bangsa wajib berusaha mencukupi keperluan dirinya dengan cara bekerja. Seorang mu’min tidak selayaknya menggantungkan kehidupannya kepada orang lain, meminta-minta kepada orang lain, kerana tangan yang di atas itu lebih baik daripada tangan yang di bawah.
Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan untuk bekerja.
“Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS Al-Mulk : 15)
Para sahabat radhliyallahu ‘anhum adalah orang-orang yang asalnya fakir, lantas Allah menjadikan mereka kaya dan membukakan perbendaharaan Kisra (Parsi) dan Kaisar (Romawi) untuk mereka.
Zuhud bukan bererti kamu meninggalkan dunia dan membiarkannya dikelolakan dan dinikmati oleh orang-orang kafir, sedangkan kamu tidak memperolehinya dengan memberi alasan kepada sabda Rasulullah shalallahu ‘alayhi wa sallam, 
“Ketahuilah, sesungguhnya dunia adalah terkutuk dan segala yang ada di dalamnya adalah terkutuk.”
Juga sabda baginda shalallahu ‘alayhi wa sallam, 
“Andaikata berat dunia itu di sisi Allah setara dengan berat sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum orang kafir walaupun hanya setitis air.”
Hakikat zuhud, wahai saudaraku, adalah hendaklah kamu memiliki dunia sehingga bagi kamu sama sahaja antara emas dan tanah, lantas menginfakkan harta kamu di jalan Allah dalam keadaan lapang tanpa merasa sayang terhadap apa yang telah kamu infakkan itu dan tanpa berlebih-lebihan, dengan syarat hendaklah hasil kerja kamu diperolehi melalui jalan yang halal.
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda kepada Amru bin Al Ash, 
“Amru, sebaik-baik harta halal adalah harta yang dimiliki oleh orang-orang yang soleh.”
Suatu ketika Abdurrahman bin Auf datang kepada Aisyah, Ummul Mu’minin radhliyallahu ‘anha, Aisyah berkata dengan nada bercanda,
“Abdurrahman, menurutku kamu akan masuk syurga dengan merangkak dan tertinggal dari sahabat-sahabatmu kerana banyaknya harta dan hisabmu.”
Maka Abdurahman menjawab,
“Demi Allah, jika engkau mahu, aku akan memasukinya dengan berlari.”
Aisyah bertanya, “Bagaimana?”
Abdurahman balik bertanya,
“Apakah engkau pernah mendengar kafilah Mesir?”
Aisyah menjawab, “Ya.”
Abdurrahman berkata,
“Semua aku sedekahkan kepada orang-orang fakir dan miskin.”
Aisyah berkata, “Jika demikian, engkau akan memasukinya dengan berlari.”
Disebutkan dalam sebuah hikayat bahwa seseorang membekalkan anaknya dengan sejumlah wang agar digunakannya untuk berdagang. Hal itu dimaksudkan untuk menyiapkan anaknya menghadapi masa depannya. Dalam perjalanan, anak itu melihat seekor serigala yang lemah dan sudah tidak dapat mencari makan. Ia berfikir, dari mana serigala itu makan? Tiba-tiba ia melihat singa membawa binatang mangsanya. Ia memakan mangsanya sampai kenyang, kemudian melemparkan sisanya kepada serigala itu. Serigala itu pun memakannya. Maka, pemuda itu berkata dalam hatinya, “Buat apa aku menyusahkan diri sendiri, sedangkan Allah telah menjamin rezeki hamba-Nya?”
Ketika kembali kepada ayahnya tanpa membawa hasil apa pun sesuai kehendak ayahnya, pemuda itu menceritakan apa yang dilihatnya.
Maka sang ayah berkata, “Aku ingin agar kamu menjadi singa yang dapat memberi makan banyak serigala, bukan serigala yang memakan sisa-sisa makanan singa.”
Wahai saudaraku, janganlah lantaran zuhud, kamu meninggalkan dunia dan membiarkannya dinikmati oleh orang-orang kafir dan digunakannya untuk memerangi kamu.
ASAS KEEMPAT : KESIHATAN
Kesihatan ibarat mahkota yang kamu kenakan di kepala dan hanya dapat dilihat oleh orang yang tidak memilikinya.
Kekuatan dan kesihatan merupakan hiasan bagi manusia. Oleh kerana itu, hendaklah kamu memperhatikannya, kerana Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam telah menganjurkannya kepada kita dan membuat peraturan untuk itu,
“Sesungguhnya, badanmu mempunyai hak atas dirimu.” 
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam adalah penghulu dari orang-orang yang sihat dan kuat. Baginda pernah bergusti melawan sepuluh orang dan berhasil mengalahkan mereka semua.
Al-Qur’anul Karim telah mengisyaratkan tentang kekuatan pada firman Allah, 
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi raja kamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.” (QS Al-Baqarah : 247)
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam biasa memohon kepada Allah akan kesihatan, samada di dunia ataupun di akhirat.
Salah satu doa baginda shalallahu ‘alayhi wa sallam adalah : 
“Ya Allah, anugerahkanlah aku kesihatan badan, anugerahkanlah aku kesihatan pendengaran dan anugerahlah kepadaku kesihatan penglihatan.”
Baginda shalallahu ‘alayhi wa sallam berdoa, 
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekhuatiran dan kesedihan, aku berlindung kepadamu dari kelemahan dan kemalasan, aku berlindung kepada-Mu dari kepengecutan dan kebakhilan, dan aku berlindung kepada-Mu dari hutang yang menumpuk dan paksaan orang. “
Baginda telah menjelaskan kepada umat Islam, bagaimana memelihara kesihatan dan kekuatan.
ASAS KELIMA : KEKUATAN JIHAD
Hakikat kaidah ini adalah persiapan dan kesiapan untuk menghadapi musuh. Allah telah mewajibkan jihad kepada kita dan menjadikannya sebagai puncak ajaran Islam.
“Dan berjihadlah kamu di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.” (QS Al-Hajj : 78)
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda dalam rangka menanamkan motivasi berjihad, 
“Ku ingin kiranya aku terbunuh, kemudian hidup, kemudian dibunuh lagi.” 
Baginda bersabda demikian, tiga kali.
Baginda shalallahu ‘alayhi wa sallam juga bersabda kepada Jabir bin Abdullah - setelah ayahnya terbunuh sebagai syahid,
“Jabir, apakah yang telah dilakukan Allah terhadap ayahmu?”
Jabir menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.”
Baginda bersabda, “Allah mendirikannya di hadapan-Nya, lantas ia memohon kepada Allah agar dikembalikan ke dunia supaya dapat berjihad dan dibunuh kembali, lantaran kemuliaan yang dilihatnya.”
Saudaraku sekalian, jihad merupakan cita-cita yang dirindukan dan terus tersimpan dalam diri mereka sampai mereka dapat mencapainya.
Untuk meraihnya mereka rela mengorbankan apa pun yang sangat mereka cintai. Dalam bidang fiqh, para fuqaha’ membuat bab khusus tentang jihad yang mereka namakan “Bab Jihad”. 
Para ahli mengatakan,
“Barangsiapa yang memegang kunci-kunci laut, maka kemenangan akan sentiasa menyertainya.”
Demikianlah keadaan para salaf pendahulu kita. Mereka menguasai Gibraltar, Suez, Singapura, Ghalambuli, Babul Mandab, dan selat-selat yang lain.
ASAS KEENAM : HARGA DIRI DAN KEMULIAAN
Kemuliaan merupakan sifat khas orang-orang yang beriman. Dengan kemuliaan itu, orang-orang beriman menjadi umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia.
Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang memberikan kerendahan dirinya dengan sukarela, tanpa dipaksa, ia bukan dari golonganku.” 
Rasul shalallahu ‘alayhi wa sallam merasa senang apabila umatnya mempunyai kemuliaan dan harga diri.
ASAS KETUJUH : KEADILAN
Keadilan ertinya, hendaklah dada kamu lapang, sehingga bersikap adil terhadap diri sendiri, saudara-saudara kamu dan semua orang.
Inilah saudaraku sekalian, jalan yang lurus.
Aku kagum dengan perkataan sebahagian orang bahwa manusia itu dibahagi menjadi tiga. 
PERTAMA : Orang-orang yang mencari kebenaran, kemudian mengetahuinya tetapi lantas menyimpang darinya. 
KEDUA : Orang-orang yang mencari kebenaran, tetapi tidak berhasil mengetahuinya. 
KETIGA : Orang-orang yang mencari kebenaran, kemudian mendapatkannya dan mereka konsisten melaksanakannya.
1.      Golongan pertama akan binasa.
2.      Golongan kedua dimaafkan.
3.      Golongan yang ketiga adalah yang selamat atas izin Allah.
Aku rasa cukuplah di sini, aku memohon ampunan kepada Allah untuk diriku dan kamu semua. Semoga Allah melimpahkan solawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, juga kepada segenap keluarga dan sahabatnya.
Ya Allah, kurniakanlah kepada kami perasaan kasih dan cinta kepada Rasul junjungan mulia yang telah menunjukkan kepada kami jalan-jalan kehidupan yang perlu ditelusuri bagi mendapatkan kemuliaan dan kemenangan yang hakiki.
Ameen Ya Rabbal Alameen

WAS

No comments:

Post a Comment