Sesungguhnya
perlu kita fahami bahwa sesuatu tujuan atau matlamat tidak akan dapat
diwujudkan semata-mata dengan banyaknya bilangan atau jumlah.
Ketahuilah
bahwa kekuatan yang paling besar serta wasilah yang paling berkesan adalah
kekuatan kerohanian yang mempunyai daya tarikan dan pengaruh yang menakjubkan.
Keyakinan
kepada ideologi dan kesatuan di atas landasan keyakinan tersebut adalah
segala-galanya dan sebuah dakwah tidak akan mampu meraih kejayaan kecuali apabila
memenuhi tiga syarat-syarat khusus berikut :
a.
Mempunyai
konsep.
b.
Memiliki
‘junud’ (perajurit/pendokong).
c.
Mempunyai
‘qaid’ (pemimpin).
Konsep
itu perlulah :
1.
Jelas.
2.
Lengkap.
3.
Efektif.
Manakala
‘Junud’ (perajurit / pendokong) mestilah
mempunyai :
a.
Keyakinan.
b.
Cinta.
c.
Pengorbanan.
Sedangkan
pemimpin pula perlulah :
1.
Ikhlas.
2.
Cekap.
3.
Tegas.
Inilah
garis-garis besar bagi sebuah dakwah yang menginginkan kejayaan dan berusaha untuk
mempertahankan kewujudannya.
Jika
kita meneliti pada garis-garis besar ini untuk melihat dakwah kita, maka kita dapati
bahwa dakwah kita selaras dengannya, bahkan nampak seolah-olah dakwah ini dibentuk
untuk melaksanakan garis-garis besar tersebut.
Jika kita
melihat kepada konsep dakwah ini, maka kita mendapati bahwa konsepnya bersumber
pada kitab Allah swt dan sunnah Rasulullah saw.
Di
dunia ini tidak ada konsep yang lebih jelas, luas, lengkap dan berpengaruh
melebihi kedua-duanya.
Allah swt
telah menjadikan kejelasan sebagai simbol bagi Al Qur’an dan menyebut Al Qur’an sebagai cahaya
dan petunjuk.
“Dan
Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu.” (QS
An-Nahl : 89)
“Katakanlah,
‘Al-Qur’an itu petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.’” (QS
Fushilat : 44)
Mengenai
lengkapnya Al-Qur’an, cukuplah bagi kita informasi dari Allah swt.
“Tiadalah
kami alpakan sesuatu pun di dalam Al-Kitab.” (QS
Al-An’am : 38)
Juga
sabda Rasulullah saw :
“Tidaklah aku
tinggalkan sesuatu pun yang dapat mendekatkanmu kepada Allah kecuali aku memerintahkanmu untuk melaksanakannya dan tidak ada satupun yang dapat
menjauhkanmu dari Allah kecuali aku
melarangmu darinya.”
Al-Qur’anul
Karim itu berjalan selaras dengan kemajuan manusia dan tidak bertentangan
dengan ilmu pengetahuan serta penemuan-penemuan. Ia sentiasa berjalan seiring,
bahkan mendahuluinya.
Adapun
pengaruh Al-Qur’an, tidak ada yang dapat disetarakan dengannya. Ia mampu :
a.
Memikat
jiwa.
b.
Menguasai
hati.
c.
Menggerakkan
nurani.
Musuh-musuh
Al-Qur’an sendiri mengakuinya dengan ucapan mereka :
“Sesungguhnya, di dalam Al-Qur’an ini
terkandung kenikmatan dan keindahan, bahagian atasnya memberikan buah dan bahagian
bawahnya memberikan kesuburan. Dan ia bukanlah perkataan manusia.”
Mereka
juga mengatakan :
“Al-Qur’an adalah sihir.”
Allah
juga berfirman seperti berikut :
“Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik (iaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu
ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gementar kerananya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingati Allah.” (QS Az-Zumar : 23)
Pengaruh
Al-Qur’an sedemikian rupa sehingga dapat mendorong seorang mukmin untuk
menunjukkan semangat kepahlawanan dalam peperangan sehingga seolah-olahnya ia mirip
dengan sebuah khayalan.
Seseorang
di antara mereka ada yang dadanya tertembus tombak, sementara ia terus
memerangi musuh-musuhnya hingga akhirnya gugur bersama kematian mereka.
Tombak
menembusi punggungnya sedangkan ia tidak peduli seraya berkata :
“Dan
aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, supaya Engkau ridha (kepadaku).” (QS
Thaha : 84)
Inilah
konsep yang berhasil diterapkan dan telah sekian lama dipraktikkan dalam
kehidupan orang-orang muslim.
Adapun
‘jundiyyah’ (sifat kepahlawanan) yang
indah dan ideal serta ketaatan yang nyata dan monumental dapat dilihat dalam
diri sahabat-sahabat Rasulullah saw dan orang-orang yang meneladani kebaikan
mereka.
Mereka
adalah peribadi-peribadi yang mampu menggambarkan keimanan yang mendalam.
Perhatikanlah
Abu Bakar As Shiddiq ra di mana pada suatu ketika memberitahu Abu Jahal khabar tentang Isra’ Mi’raj lalu Abu Jahal
dengan nada yang tidak percaya bertanya semula kepadanya :
“Apakah kamu mempercayainya, Abu Bakar?”
Abu
Bakar menjawab :
“Kami telah mempercayainya tentang hal-hal
yang lebih dari itu. Kami mempercayainya tentang khabar yang datang dari
langit.”
Mengenai
kecintaan yang mendalam dan kuat, maka tidak ada satu masyarakat pun yang
dikenali dalam sejarah dan yang dibangunkan di atas landasan cinta sepertimana
masyarakat Islam yang pertama.
“Dan
orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar)
sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah
kepada mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap
apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin), dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka
memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS Al-Hasyr : 9)
Mengenai
kedermawanan dan pengorbanan yang ada pada mereka, maka pembicaraan mengenainya
akan memakan waktu yang panjang dan tidak akan habis.
Seluruh
kisah dalam sejarah berisi lembaran-lembaran putih yang menerangi
perbuatan-perbuatan para tokoh, pahlawan dan singa yang gagah berani itu.
Adapun
Rasulullah saw adalah representasi dari kepemimpinan Islam.
Manusia
tidak pernah mengenal atau melihat di era sejarah mana pun, seorang pemimpin
yang lebih ikhlas, cekap dan tegas daripada Rasulullah saw.
Baginda
adalah seorang mukmin yang sabar dan ikhlas yang pernah berkata kepada bapa
saudaranya :
“Demi Allah,
seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, supaya aku meninggalkan urusan
ini, niscaya aku tidak meninggalkannya,
sampai aku binasa kerananya.”
Itulah
Muhammad saw, seorang pemimpin yang istimewa dengan kecekapan, sikap spontannya
dan kepandaiannya dalam mengelola urusan.
Seorang
pemimpin yang tegas yang melancarkan serangan-serangan yang mengejutkan musuh-musuh yang menentangnya dan meletakkan
dasar-dasar ketegasan untuk menumpaskan kemunafikan, penipuan dan sikap
mengambil kesempatan.
Inilah
dakwah kita!!!
1.
Ia
tidak mempunyai konsep selain Al-Qur’anul Karim.
2.
Ia tidak
mempunyai tentera selain kita.
3.
Ia tidak
mempunyai pemimpin selain Rasul kita saw.
Bandingkan,
betapa jauhnya perbezaan antara sistem kita dengan sistem-sistem lain yang
lemah dan rapuh.
Sistem
demokrasi, sosialis dan diktator adalah sistem-sistem yang tidak akan mampu
menjamin kebebasan dan mewujudkan kebahagiaan.
Walaupun
mungkin ia dapat memberikan sedikit kebahagiaan, namun apakah ia dapat
memberikan kepuasan jiwa dan kebahagiaan hati?
Demi
Allah, tidak! Andaikata ia mampu mewujudkan itu semua, apakah ia dapat
memberikan balasan yang baik bagi manusia di akhirat, dalam kehidupan akhir
yang abadi?
Marilah
kita kembali kepada ayat-ayat Al-Qur’anul Karim yang telah kita pelajari.
Sesungguhnya
penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an yang kita kaji merupakan undang-undang kita yang
lurus.
“Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman, ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui. ‘Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman,
‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang
benar!’ Mereka menjawab, ‘Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain
dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.’ Allah berfirman, ‘Wahai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.’ Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman, ‘Bukankah
sudah Aku katakan kepada kamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahsia langit
dan bumi, dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”
(QS Al-Baqarah : 30-33)
Dalam
ayat-ayat sebelum ayat ini, terdapat isyarat-isyarat halus mengenai penciptaan
langit dan bumi, bukti-bukti mengenai kekuatan dan kekuasaan Allah swt serta
kewajiban bersyukur dan beribadah kepada-Nya.
Selepas
itu, Al-Qur’an menceritakan kepada kita kisah penciptaan manusia dan bagaimana
sikap para malaikat ketika manusia diciptakan, kedudukan manusia di
tengah-tengah segenap makhluk serta apa yang dilakukan iblis kerana diciptakan
dan diutamakannya Adam melebihi seluruh makhluk lain.
Di
sini kita perlu mengingati bahwa informasi yang diberikan oleh Allah Yang Maha
Mulia kepada para malaikat mengenai penciptaan manusia bukanlah sebagai bentuk
konsultasi atau permintaan supaya mereka menyaksikan.
Maha Suci
Allah dari hal yang semacam itu, tetapi sekadar pemberitahuan.
“Aku
tidak menghadirkan mereka (iblis dan anak cucunya) untuk menyaksikan penciptaan
langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri.” (QS
Al-Kahfi : 51)
Allah
memberikan contoh yang paling baik kepada manusia supaya kita dapat mengetahui
tentang berbagai informasi yang sebenarnya tidak perlu diberitahukan sebagai
bukti kecintaan dan ketaataan.
Lebih-lebih
lagi kerana manusia akan terus menjalin hubungan tertentu dengan para malaikat,
berkaitan dengan wahyu, pengawasan, penenggelaman bumi dan pencabutan nyawa.
Status
manusia sebagai khalifah dapat ditafsirkan dengan tiga penafsiran.
PERTAMA :
Bahwa
sebelumnya bumi ini telah diserahkan pengelolaannya kepada makhluk-makhluk lain
selain manusia, kemudian Allah swt ingin menjadikan manusia sebagai khalifah
(pengganti) dari makhluk-makhluk tersebut. Para mufassir menyebutkan banyak
sekali nama dan sifat makhluk-makhluk tersebut. Namun, ramai ulama’ tidak
cenderung kepada pendapat ini, kerana ianya terkesan seperti diada-adakan,
tanpa landasan dan bukti.
KEDUA :
Kekhalifahan
ini dari Allah swt kerana Allah Yang Maha Pencipta dan Maha Agung telah
memberikan kurniaan kepada manusia dan melebihkannya atas makhluk-makhluk lain
dengan nikmat akal yang diberi kemampuan memilih dan menentukan, yang
diciptakan Allah dan semuanya tidak keluar dari kehendak-Nya.
Dalilnya
adalah firman Allah swt :
“Sesungguhnya
Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khuatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS Al-Ahzab : 72)
Sebagai
akibat dari pemikulan amanat ini, manusia mendapatkan kompensasi berupa status
sebagai khalifah di bumi yang mewakili Allah swt dalam mengelola urusan dunia
dan memanfaatkan berbagai kemudahan yang ada di dalamnya sesuai dengan kehendakNya,
meskipun sebahagian manusia tersesat dalam memikul tanggungjawab ini, iaitu
tidak mengetahui hikmah kekhalifahan bahkan menjadikannya rusak dan hancur.
KETIGA :
Kekhalifahan
di sini adalah pengganti dari para malaikat, dengan jangkaan bahwa mereka
sebelumnya menjadi penduduk bumi. Ada satu poin yang masih perlu dijelaskan, iaitu
bahwa para malaikat berkata kepada Allah swt :
“Mengapa
Engkau menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami sentiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan menyucikan Engkau?” (QS Al-Baqarah : 30)
Mereka
berkata demikian, mungkin kerana mengetahui kerusakan dan pembunuhan yang
dilakukan oleh penduduk bumi sebelum anak cucu Adam (jika pendapat ini benar);
atau barangkali kerana mereka mengetahui bahwa makhluk yang mempunyai kemampuan
untuk memilih pasti akan berbuat kerusakan di dalamnya, sebab para malaikat
sendiri tidak dikurniakan kemampuan untuk memilih dalam bentuk apa pun.
“Yang
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim : 6)
Atau
mungkin juga bahwa Allah swt telah memberitahukan kepada mereka karakter
manusia dan apa yang akan diperbuatnya kelak.
Masing-masing
dari ketiga-tiga pendapat ini boleh jadi benar atau barangkali mereka menyangka
bahwa penciptaan manusia itu akan menyingkirkan dan menjauhkan mereka dari
Allah, kerana itu mereka berkata :
“Padahal kami sentiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan menyucikan Engkau?”
Maka
Allah swt Yang Maha Mencipta berfirman kepada mereka :
“Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah : 30)
Bukti
pertama mengenai perkara ini adalah bahwa Adam mempelajari nama-nama segala
sesuatu kemudian memberitahukannya kepada para malaikat, sedangkan sebelum itu
para malaikat tidak mengetahuinya.
Kerana
itu mereka berkata :
“Maha
Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau
ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Allah
telah meletakkan manusia pada kedudukan yang tinggi di antara makhluk-makhluk,
maka hendaklah ia menyesuaikan diri dengan nikmat ini sehingga layak
menerimanya.
Jika
ia bersyukur, menggunakan kelebihan-kelebihannya dan mengendalikan
keinginan-keinginannya kepada kebaikan, maka ia memiliki kedudukan yang lebih
tinggi daripada para malaikat, kerana ia mempunyai keinginan yang dikendalikan
kepada hal-hal yang diridhai oleh Tuhannya.
Berbeza
halnya dengan para malaikat yang memang diciptakan untuk menjadi makhluk yang
taat dan tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan selain yang
diperintahkan.
“Mereka
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahrim : 6)
Adapun
orang yang mengkufuri nikmat Allah, yang mengarahkan nafsu dan keinginannya
kepada kejahatan, layak mendapatkan kedudukan yang lebih rendah daripada
binatang ternak, kerana ia diberi kemampuan memilih, tetapi justeru memilih
jalan nafsu, jalan dosa dan jalan kebinatangan.
“Mereka
itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya.” (QS Al-Furqan : 44)
“Sesungguhnya
seburuk-buruk makhluk di sisi Allah ialah orang-orang yang pekak dan tuli yang
tidak mengerti apa pun.” (QS Al-Anfal : 22)
Maka, hendaklah
kita kaum muslimin menjadi manusia yang paling baik dalam ma’rifat kepada
Allah, ilmu pengetahuan, agama dan akhlak serta menjadi peribadi teladan bagi
orang-orang yang akan berbicara dan mensyukuri nikmat-nikmat Allah dengan cara
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-laranganNya, sehingga
berkat mereka umat manusia menjadi bahagia dan berjalan menuju kesempurnaan.
Agar
dakwah ini berhasil maka seorang pendakwah perlulah memiliki dua sifat ini :
a.
Bijaksana.
b.
Bersih.
Yang
dimaksudkan dengan dua sifat di atas adalah :
1.
Bijak
akalnya.
2.
Bersih
hatinya.
Kita
tidak mensyaratkan kebijaksanaan yang benar-benar hebat. Cukuplah apabila kita
dapat memandang segala sesuatu secara seimbang, tidak ditambah atau dikurangi
kerana kita menyaksikan sebahagian orang memiliki pola berfikir yang kacau
seperti tidak tepat ketika membaca realiti sehingga menganggap :
a.
Adat
sebagai ibadah.
b.
Sunnah
sebagai perkara wajib.
c.
Penampilan
fizikal sebagai perkara yang utama.
Hal
inilah yang dapat merosakkan terapi penyelesaian terhadap peristiwa-peristiwa
yang timbul dan menyebabkan dakwah mengalami kegagalan yang serius.
Sifat “bersih”
menyangkut keadaan hati yang dikehendaki bukanlah seperti “bersihnya malaikat”
tetapi hati yang :
1.
Dapat
mencintai dan menyayangi orang lain.
2.
Tidak
bersuka ria di atas kesalahan dan penderitaan orang lain.
3.
Merasa
sedih di atas kesalahan mereka dan berharap agar mereka mendapat jalan
kebenaran.
Para
pendakwah juga disaran untuk sentiasa
bersikap bijaksana dalam dakwah di mana apa yang perlu ditekankan ialah agar kita
tidak memberi peluang kepada musuh-musuh Islam untuk menyerang dan menginjak-injakkan
Islam mahupun para pendakwah hanya gara-gara semangat yang diiringi dengan sikap
terburu-buru.
Hendaklah
tujuan utamanya adalah pembinaan aqidah, akhlak dan ibadah. Adapun
masalah-masalah khilafiyah sebenarnya tidak ada hubungannya dengan dakwah dan
prinsip ‘amar ma’ruf nahi munkar’.
Nabi Daud ‘Alaihis Salam dan Nabi Sulaiman ‘Alaihis Salam pun berselisih dalam masalah tanaman yang dirosakkan
dan dimakan oleh kambing.
Sebagian
ulama’, ada yang berpendapat bahwa menyusu sewaktu besar sama hukumnya dengan
ketika masih kecil. Apabila timbul khilaf, hendaklah dibahas pada bidangnya
(pada masalah fiqhnya sahaja). Adapun mengalihkannya ke bidang dakwah merupakan
kesalahan besar.
Seorang
pendakwah yang tidak memiliki kebijaksanaan akal dan kebersihan hati akan menimbulkan
masalah yang rumit di tengah-tengah perkembangan Islam.
Kadang-kadang
kita menemui ramai pendakwah yang meletakkan “batu” di tengah-tengah
jalan Islam, yang mereka ambil dari lingkungan hidup zaman dahulu agar kelajuan
perkembangan dakwah berhenti di tengah-tengah dunia baru.
Mereka
marah kerana membela mazhab dan kepentingannya dengan mengatasnamakan Islam. Namun,
Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka memerlukan orang yang dapat
menyinari akal fikiran mereka dan membersihkan hati mereka.
Ketidaktahuan
segolongan manusia terhadap dakwah bukan bererti Islam tidak ada di
tengah-tengah umat manusia tersebut.
Oleh kerana
itu, para pendakwah perlu memahami masalah ketidaktahuan segolongan manusia
terhadap dakwah dan dalam hal ini, Rasulullah saw pernah berdoa :
“Ya
Allah, tunjukilah kaumku! Sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui!”
Apabila
seorang pendakwah memahami perkara ini, ia akan bersikap lembut, sentiasa
berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran serta memiliki “nafas panjang”. Seorang pendakwah
perlu memahami situasi dan keadaan seseorang sebelum ia mendapat taufiq dan
hidayah Allah menuju keimanan.
“Begitu
jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmatNya atas kamu,
maka telitilah.” (QS An-Nisa’ : 94)
Hidayah
dan taufiq itu merupakan anugerah Allah swt.
Allah swt
berfirman :
“Mereka
merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah,
‘Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislaman kamu,
sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepada kamu dengan menunjuki kamu
kepada keimanan, jika kamu adalah orang-orang yang benar.’” (QS
Al Hujurat : 17)
Ketika
kita berusaha mengubah seseorang dan pemikiran lama menuju pemikiran baru, kita
perlu menyedari bahwa pemikiran itu benar-benar baru baginya. Ertinya, ia belum
mengenalnya. Seseorang yang belum mengenal sesuatu kebiasaannya akan
menolaknya.
Betapa
ramai di kalangan sahabat, (ketika mereka belum masuk Islam) memusuhi
Rasulullah saw tetapi ketika mereka mendapat hidayah Allah, mereka menjadi
pendukungnya, bahkan berjuang dan berperang bersama baginda.
Oleh
sebab itu, apabila seorang pendakwah memahami bahwa sesungguhnya dirinya adalah
pelaku ‘ishlah’ (perbaikan),
maka pastilah ia akan mengubah cara dakwah terhadap orang-orang awam.
Dengannya,
dakwah akan masuk ke dalam relung hati dan akal yang paling dalam sehingga
mampu mengubah hati (perasaan) dan fikiran itu secara total.
Imam
Hasan Al Banna pernah menyatakan :
“Jika di hadapanmu ada sejemput gula pasir
dan sejemput garam, bagaimana kita dapat membezakannya? Niscaya kita akan
mengatakan, ‘Kita mesti merasakan kedua-duanya kerana dengan merasakannya kita
dapat membezakannya.’”
Agar
manusia mengetahui dakwah, mereka perlu merasakan pahit-manisnya dan daya
tariknya. Tanpa merasakan itu terlebih dahulu, mereka patut dimaklumi atau
dimaafkan, sehingga kita telah mendatangi dan menawarkannya kepada mereka
sebagaimana ungkapan syair berikut :
“Barangsiapa merasai kenikmatan ishlah, ia
pasti mengetahuinya,
Barangsiapa mengetahuinya, ia akan bangkit
menyerahkan nyawa sebagai tebusan.”
Benarlah
kata-kata Imam Hasan Al-Banna di dalam ‘Majmu’ah Rasail’nya :
“Berapa ramai kaum Muslimin yang tidak
mengenal dakwah, bahkan membenci para pendakwah dan memerangi Islam dengan
berbagai macam cara yang tidak pernah terlintas di fikiran syaitan sekalipun.”
Ketika
inipun, semua kebohongan dan cerita rekaan itu terjelma dalam berbagai mass
media serta menjadi buah pembicaraan para hakim.
Para pendakwah
dilarang dan disekat secara undang-undang untuk berbicara di tengah-tengah
kemelut yang semakin gawat. Namun walaupun dikepung oleh konspirasi dunia yang
zalim untuk menghancurkan Islam dan pemeluknya, Alhamdulillah kita masih memiliki kekuatan iman yang melitupi segala sudut
dan tentunya tetap optimis terhadap pertolongan Allah.
“(Iaitu)
orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang
yang mengatakan, ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, kerana itu takutlah kepada mereka’. Maka perkataan itu menambah
keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan
Allah adalah sebaik-baik Pelindung.’” (QS Ali-Imran : 173)
Di
antara kata-kata Imam Hasan Al Banna :
“Kita akan menang dengan cara yang sangat
sederhana. Sekali pun dunia akan menyaksikan apa yang belum disaksikan
sebelumnya.”
Kenyataan
ini berperanan penting dalam membangkitkan semangat, kekuatan dan kehidupan.
Bukankah
ini sebuah realiti yang terang dan jelas.
Kemenangan
itu hanya dari Allah, akan diarahkan menurut kehendakNya. Tidak ada urusan
bagiNya kecuali bagaikan sekelip mata atau mendekatinya. Apabila Allah
mengatakan kepada sesuatu, “Jadilah
kamu!” niscaya akan terjadi.
Allah swt
berfirman :
“(Al
Qur’an) ini adalah penjelasan yang sempurna bagi manusia, dan supaya mereka
diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah
Tuhan YangMaha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran!” (QS
Ibrahim : 52)
Sesungguhnya,
misi seorang pendakwah di tengah-tengah kegelapan adalah :
a.
Menyalakan
lilin.
b.
Menuntun
si buta.
c.
Memperdengarkan
yang tuli.
d.
Memikul
beban.
e.
Memberi
makan yang lapar.
f.
Tawadhu’.
g.
Kasih
sayang kepada sesama Muslim.
Ketika
Ikhwan masuk penjara disebabkan oleh tangan-tangan mereka yang zalim, mereka disiksa
dengan siksaan yang sangat menghinakan. Kehormatan manusia telah diinjak-injak
oleh tindakan yang tidak bermoral yang tidak pernah kita terdengar sebelumnya
sehingga hampir-hampir nyawa mereka melayang.
Mereka
mampu menahan lapar dan dahaga serta dapat mengetahui nilai makanan dan minuman
setelah lama tidak mendapatkannya secara sempurna sehingga, dengan peristiwa itu,
baru mereka memahami dengan pemahaman yang benar akan firman Allah swt :
“Kerana
kebiasaan orang-orang Quraisy, (iaitu) kebiasaan mereka berpergian pada musim
dingin dan musim panas, Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka’bah), Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar
dan mengamankan mereka dari ketakutan.” (QS Quraisy : 1-4)
Mereka
berada di tengah-tengah beberapa batalion tentera dengan langkah cepat sementara
di sekitar mereka ada anjing-anjing galak dan cemeti, siap merobek-robek tubuh
mereka. Pada saat itulah mereka merasa ketakutan dan gementar sehingga di
antara mereka ada yang jatuh pingsan.
Ada
juga yang jatuh hingga kepala mereka terluka dan dibiarkan tanpa mendapat pengubatan
mahupun rawatan. Mereka terus lari berjam-jam tanpa istirehat dan dilarang
berteduh di bawah awan mendung yang sedang melewati mereka. Di antara mereka juga
ada yang terkencing-kencing, bahkan ada yang lebih dari itu.
Sebelum
mereka mengalami tragedi seperti itu, tidak pernah terbayang sama sekali bahwa
para pemuda mampu bertahan menghadapi siksaan seperti yang mereka alami tanpa
mengalami kelumpuhan atau mengidap bermacam-macam penyakit.
Namun,
Subhanallah, mereka telah membuktikan setelah
tragedi yang berlangsung bertahun-tahun itu, bahwa manusia memiliki kekuatan
yang amat dahsyat hingga mampu bersabar, bertahan dan tetap bermujahadah.
Ia
menggambarkan sebuah kekuatan aqidah dan ruhiyah yang belum dibongkar
sumbernya, iaitu kekuatan yang nyata berkat kekuasaan Allah, hingga mampu
mengalahkan para diktator.
Ramai
orang kagum bahkan tidak terfikir terhadap kesabaran, ketabahan dan ketegaran mereka.
Mereka bingung di tengah kesesatannya hingga Allah turunkan mukjizat kepada
mereka di mana Allah telah mengubah keadaan mereka dari ketakutan menjadi aman
sementara para penyiksa mereka merasa takut setelah merasa aman.
Pelajaran (‘Ibrah)
dari tragedi ini adalah
bahwa dalam diri para pemuda Muslim terdapat kekuatan yang luar biasa di mana
apabila mereka diberi kesempatan untuk menyerlahkan kreativiti mereka, niscaya
akan mampu mengubah keadaan umat menjadi bebas, adil dan berwibawa. Bagi mereka
yang menghayati peristiwa ini akan mampu memahami pelajaran-pelajaran ini
dengan nyata.
Kita
akan dapat menjumpai dan menemui potensi manusia Muslim dalam menyerlahkan
kreativiti apabila diberi kebebasan di mana masih banyak potensi yang terpendam
dalam diri seseorang yang belum sempat dijelmakan sehingga kita kehilangan
nilai potensi ini dalam pembinaan produktiviti dan pembinaan.
Oleh kerana
itu, hendaklah setiap pendakwah berusaha sekuat tenaga secara optimum dalam dakwah
hingga ia menemui Allah kerana Islam adalah agama dunia dan akhirat.
Ya Allah, lindungilah kami sebagaimana Engkau telah lindungi para
pejuang sebelum ini dan jadikanlah jamaah ini jamaah yang Engkau rahmati dan Engkau berkati. Tiada daya dan kekuatan melainkan dariMu dan cukuplah Engkau sebagai
tempat kami bertawakkal dan meminta pertolongan dari
segala ancaman samada yang nampak atau tersembunyi
dan Engkaulah sebaik-baik pemimpin
dan penolong dan tempat kami mengadu, ketika tidak tersisa lagi tempat mengadu.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS