Sesungguhnya dakwah merupakan urusan yang besar dan adil kerana dakwah
dapat mengawal manusia sehingga menghantarkannya kepada kebahagiaan dunia
dan akhirat.
Para rasul sentiasa bersungguh-sungguh menunaikan amanah dakwah
dan telah menyampaikan amanah ini secara terus-menerus dengan tulus ikhlas,
bahkan mereka tidak hanya menyampaikan risalah itu secara lisan semata-mata,
tapi juga dengan qudwah yang tergambar dalam perbuatan, dakwah dan jihad yang
tidak mengenal penat lelah.
Pada asalnya, dakwah dalam pengertiannya yang lebih luas hukumnya
wajib. Pendapat ini berdasarkan hadits tentang tidak adanya iman lagi bagi
seseorang yang tidak mengingkari kemungkaran dengan hatinya.
Namun, dakwah menjadi fardhu kifayah apabila telah ada segolongan
manusia yang menyerukan dakwah kepada umat manusia untuk menuju cahaya Allah
dan meninggalkan kegelapan jahiliyah.
Walaubagaimanapun, hukum fardhu kifayah itu akan berubah menjadi
fardhu ‘ain jika tidak ada yang melaksanakannya di suatu masa atau di suatu
tempat.
“Dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS
Ali Imran : 104)
“Sesungguhnya manusia
itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal soleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati
supaya menetapi kesabaran.” (QS Al ‘Ashr : 2-3)
Ustaz Jum’ah Amin Abdul Aziz menerangkan tentang pengertian Dakwah
Islamiyah :
“Maka yang kita
maksudkan adalah risalah terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai
wahyu dari Allah dalam bentuk kitab yang tidak ada kebatilan di dalamnya, baik
di depan atau di belakangnya, dengan kalamNya yang bernilai mukjizat dan yang
ditulis di dalam mushaf yang diriwayatkan oleh Nabi dengan sanad yang
mutawatir, yang membacanya bernilai ibadah.”
Dengan pengertian ini maka dakwah berorientasi kepada risalah
Allah yang diturunkan kepada manusia melalui perantaraan Rasulullah saw dan
dijadikan satu pedoman dalam bentuk Al Qur’an.
Dalam kitabnya “Fiqh
Ad Da’wah”, beliau menyebut bahwa dakwah adalah mengajak manusia dengan
hikmah dan pengajaran yang baik sehingga mereka mengingkari ‘thaghut’
dan beriman kepada Allah serta keluar dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya
Islam.
Dengan yang demikian, maka pada hakikatnya dakwah adalah satu
usaha untuk membawa manusia dari kegelapan kejahilan dan ketidaktahuannya
menuju hidayah Allah, yakni cahaya Islam. ‘Thaghut’ adalah segala sesuatu yang
yang disembah selain Allah, samada ianya benda, manusia, sistem ataupun makhluk
yang lain.
Disebutkan pula bahwa dakwah Islam yang dimaksudkan adalah dakwah
yang :
1. Berorientasi kepada pembangunan masyarakat Islam.
2. Melakukan perbaikan dalam masyarakat Islam.
3. Memelihara kelangsungan seruan di tengah-tengah
masyarakat.
4. Berpegang pada kebenaran untuk memelihara
kelangsungannya, iaitu dengan pengajian secara terus menerus, ‘tazkir’ (peringatan), ‘tazkiyah’ (penyucian jiwa)
dan ‘ta’lim’ (pendidikan).
Oleh yang demikian, dakwah Islam pada hakikatnya merupakan aktiviti
yang terancang untuk mentransformasikan individu dan masyarakat dari kehidupan
jahiliyah ke arah kehidupan yang mencerminkan semangat dan ajaran Islam.
Proses transformasi individu, yakni pembentukan peribadi-peribadi
muslim sejati (syakhsiyah islamiyah)
dilakukan dalam kerangka transformasi sosial kerana, terbentuknya peribadi
muslim sejati bukanlah menjadi tujuan akhir.
Oleh kerana itu, peribadi-peribadi ini mesti memperkaya kualiti
dirinya untuk memikul amanah dakwah (syakhsiyah
da’iyah), sehingga mampu berperanan aktif dalam melakukan transformasi
sosial.
Dakwah bukan hanya merupakan pekerjaan ulama’ dan mubaligh. Namun,
siapa sahaja yang mampu menyerukan kebaikan kepada orang lain dan dirinya
sendiri, maka ia adalah pendakwah.
Menurut Ustaz Jum’ah Amin Abdul Aziz lagi, ‘da’ie ilallah’
(pendakwah kepada Allah) adalah orang yang berusaha untuk :
a. Mengajak manusia (dengan perkataan dan
perbuatannya) kepada Islam.
b. Menerapkan manhajnya.
c. Memeluk akidahnya.
d. Melaksanakan syari’atnya.
Dakwah kepada Allah yang rata-rata sudah diabaikan oleh kaum
muslimin pada masa ini adalah suatu kewajiban yang dibawa oleh para rasul, lalu
dipikul oleh para pengikutnya yang setia, yakni orang-orang yang mengikuti jejaknya
selepas mereka dan mengambil suri teladan dari para rasul itu dalam cara hidup
mereka. Mereka tidak segan-segan untuk berjalan di atas jalan yang telah
ditentukan oleh Allah swt meskipun banyak kesulitan yang menghalangnya.
Menurut Ustaz Ali Abdul Halim Mahmud, ‘dakwah ilallah’ adalah
dakwah yang bersumber dari Allah yang disampaikan kepada kita melalui para nabi
dan rasulNya serta ditutup dengan kehadiran Nabi Muhammad saw.
Bila kita mengatakan ‘dakwah ilallah’, ia bererti kita
berdakwah agar manusia :
1. Beriman kepada Allah.
2. Menerima risalah yang dibawa oleh para nabi dan
rasul.
3. Taat pada apa-apa yang diperintahkan oleh Allah.
4. Berhenti sepenuhnya dari semua yang dilarang.
5. Membenarkan seluruh perkataan utusan Allah
tersebut.
Maknanya, berdakwah adalah mengajak kepada Deen Islam, penutup
seluruh kalamullah serta agama yang paling sempurna dan komprehensif.
Islam adalah agama yang Allah telah jamin penjagaannya, sedangkan agama-agama
selain Islam diserahkan kepada pemeluknya. Oleh kerana itu, hanya Islamlah yang
akan tegak tanpa perubahan dan cacat.
Dakwah bukanlah ajakan kepada seseorang, peribadi, golongan atau
jamaah tertentu tetapi, dakwah yang murni hanya ditujukan kepada jalan Allah swt
semata-mata.
Jika yang berlaku adalah sebaliknya dan para pendakwah mengajak
kepada selain Allah, maka sebenarnya itu adalah disebabkan oleh sikap fanatik
terhadap golongannya. Pada akhirnya, timbullah perpecahan dari para pendakwah.
Ini disebabkan kerana kesalahan dalam melihat jamaah sebagai tujuan dakwah,
bukan sekadar wasilah.
Dakwah pada hakikatnya adalah menyeru manusia kepada Allah dan
untuk kepentingan Allah, dan bukan untuk kepentingan para pendakwah dan para
pengikutnya (kaumnya).
Tidak ada tujuan lain bagi para pendakwah dalam segala usaha dakwahnya
selain dari menunaikan kewajibannya terhadap Allah. Tiada suatu balasan yang
diharapkannya dari orang-orang yang mendapat hidayah kerana dakwahnya melainkan
semata-mata mengharapkan ganjaran dari Allah swt.
Setiap muslim wajib melaksanakan dakwah menurut kemampuannya.
Kalau dilihat secara umum, maka negara wajib mengarahkan kumpulan secara khusus
yang melaksanakan dakwah di seluruh penjuru bumi, untuk menyampaikan risalah
Allah, dan menjelaskan perintahnya dengan cara-cara yang memungkinkan.
Rasulullah saw telah mengutus para pendakwah dan mengirimkan surat kepada
raja-raja dan para pemimpin untuk mengajak mereka memeluk agama Islam.
Menurut Ibnu Katsir, seseorang yang menyembunyikan kebenaran (al haq) maka, ia akan
mendapatkan laknat dari Allah dan ancaman yang keras.
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan
mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah
Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha
Penyayang.” (QS Al Baqarah : 159-160)
Sikap seperti ini telah kita dapati dari orang-orang Yahudi yang
menyembunyikan ayat-ayat Allah.
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, iaitu Al Kitab
dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak
memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan
berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi
mereka siksa yang amat pedih. Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan
dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka
menentang api neraka!” (QS Al Baqarah : 174-175)
Membiarkan kemungkaran sama ertinya dengan meridhai kemungkaran
itu, kecuali memang ia tidak mampu melakukan sesuatu untuk mencegah kemunkaran itu,
bahkan dengan ucapannya.
Abu Bakar, ketika diangkat menjadi khalifah Rasulullah setelah kewafatan
baginda, berkhutbah ;
“Wahai sekalian manusia,
sesungguhnya kamu membaca ayat ini, ‘Wahai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila
kamu telah mendapat petunjuk.’ Dan kamu meletakkannya bukan pada tempatnya.
Sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda, ‘Manusia jika melihat
kemungkaran, dan tidak berusaha mengubahnya, maka tidak lama lagi Allah akan
menurunkan siksa kepada mereka secara umum (merata).”
Dari Ibnu Abbas, Abu Bakar ra mengatakan,
“Benar, bukanlah
termasuk dari kaum, bila mereka diperlakukan dengan munkar, dan dirosakkan
dengan suatu perbuatan buruk, lantas mereka tidak berusaha mengubahnya dan
memperbaikinya, kecuali hak bagi Allah untuk meliputi mereka dengan siksa dariNya,
kemudian doa mereka tidak diterima.” Lalu ia memasukkan dua jarinya di kedua
telinganya, dan mengatakan, “Seandainya aku tidak mendengarnya dari yang paling
dikasihi, maka diamlah.” (HR Ahmad)
Dakwah ini hendaklah dilakukan oleh setiap manusia hingga seluruh
manusia berada di bawah naungan cahaya Islam.
Rasulullah saw bersabda :
“Sampaikanlah dariku,
walau hanya satu ayat. Dan ceritakanlah tentang bani Israil dan tidak berdosa.
Dan siapa berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah menempatkan
dirinya di neraka.” (HR Bukhari)
Rasulullah saw bersabda lagi :
“Barangsiapa diantara kamu
melihat kemungkaran, maka hendaklah mengubahnya (mencegahnya) dengan tangannya.
Jika ia tidak mampu (dengan tangannya), maka dengan lidahnya, dan bila masih
tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah iman yang paling lemah.” (HR
Muslim)
Asalnya, manusia hanyalah bermula dari Adam kerana Allah swt menciptakannya
sendirian. Lalu Ia ajarkan Adam dan Ia berikan ilmu dari sisiNya. Dengan itu,
jadilah Adam banyak mengetahui. Dan dengan itu, para malaikat mendapatkan
jawaban mengapa Allah hendak menjadikan manusia sebagai khalifah di bumiNya.
Kekhuatiran malaikat yang diabadikan oleh Allah dalam suarh Al-Baqarah
ayat 30, tidaklah sepenuhnya salah. Pengalaman yang berlaku di bumi sebelum
Adam memang demikian iaitu :
a. Kerosakan.
b. Pertumpahan darah.
Dua potensi negatif yang juga ada pada diri manusia. Namun Allah
swt telah melengkapi kehidupan makhluk kali ini dengan sistem penjagaan yang terpadu
bernama “Dakwah”.
Jika dakwah didefinasikan sebagai ‘dakwatun nas ilallah’ (mengajak manusia kepada
Allah), sesungguhnya dari Allahlah dakwah bermula. Dia yang mengajarkan Adam,
Dia yang memperkenalkan dirinya kepada Adam. Kemudian, Adam meneruskan dakwah
ini kepada anak-anaknya. Anak-anak Adam meneruskan pada generasi sesudahnya.
Demikianlah seterusnya.
Dengan yang demikian, ‘khalifah
fil ardh’ (khalifah di atas muka bumi) hanyalah manusia yang
terlibat dalam dakwah.
Ini adalah kerana hanya dengan dakwah, dua perbuatan yang menghancurkan
yang dikhuatirkan oleh para malaikat (Kerosakan dan pertumpahan darah) mampu
dicegah.
Dengan dakwahlah, potensi akal yang mampu dengan cepat menguasai
ilmu menjadi terarah.
Sayyid Qutb ketika menjelaskan lebih lanjut maksud “kekuatan
tersembunyi yang dapat merealisasikan kehendak Ilahiyah” di saat ia
menghuraikan ayat dipilihnya manusia sebagai khalifah memberi satu kefahaman
yang jelas kepada kita bahwa dakwah adalah kekuatan besar :
1. Untuk menjaga manusia supaya tetap berada di
atas jalan yang benar.
2. Untuk menjadi khalifah yang merealisasikan
kehendak Ilahiyah.
Mereka yang memilih jalan dakwah, bererti memilih setia pada tugas
dariNya. Mereka yang setia pada tugas dariNya, bererti meletakkan dirinya untuk
menerima upah hanya dariNya.
Imam Hasan Al Banna berkata :
“Kami tidak mengharapkan
apa-apa imbalan, tidak juga pujian apalagi sekadar ucapan terima kasih.”
Setiap orang mempunyai alasan untuk tetap bertahan di jalan dakwah
dan begitu juga dengan kita, meskipun kadang kalanya semua itu tidak mampu kita
tempuhi.
Di saat mencari 1001 alasan untuk tetap teguh, ianya tidak semudah
yang difikirkan sedangkan 1000 alasan untuk mundur sudah hampir pasti dapat kita
temui. Namun, tidak mungkin kita tukar pelaburan akhirat ini hanya untuk sekadar
bersenang-senang dengan kenikmatan duniawi. Tidak mungkin kita tukar “ukhuwah”
yang ada dengan keegoan kita untuk mencari kebahagiaan diri.
Onak dan duri dalam dakwah ini masih terus membuatkan kita perlu ‘merangkak-rangkak’ untuk
melaluinya. Bahkan kapasiti kita sebagai seorang pendakwah masih sangat minimum.
Tapi, apalagi yang dapat kita berikan selain ini?
Apa lagi yang mampu kita perjuangkan untuk membela agama Allah
ini?
Jangankan berjihad berperang melawan musuh agamaNya, melawan
hawa nafsu sahajapun, kita masih tersekat-sekat.
Tidak ada jalan lain lagi, KITA MESTI BERTAHAN DI JALAN INI. Setidak-tidaknya
kita sepatutnya mampu memenuhi ikrar kita.
Untuk para pendakwah yang sedang lemah imannya dan yang merasa
tidak layak untuk berjuang di jalan ini, mungkin bukan diri kita yang merasa tidak
layak bahkan niat kita yang kadang-kadang masih melencong, maka marilah kita periksa
kembali niat kita dan kita luruskan kembali niat itu lalu kita jaga
sebaik-baiknya dengan iman yang kita miliki.
Tentangan dan bebanan dakwah semakin hari semakin besar dan rumit.
Ramai di antara pendakwah yang mulai “melebur” serta bertukar haluan dan
pergi entah ke mana.
Kini, pendakwah ‘al haq’ itu pun dirindukan oleh
lingkungannya disebabkan oleh :
a. Ianya sebuah peribadi yang tetap bertahan dalam
menjaga integriti diri.
b. Ianya tetap istiqamah di jalan dakwah.
Berikut adalah beberapa falsafah dari pendakwah ‘al
haq’ tersebut :
PERTAMA : FALSAFAH
PADI
Ia tegak di saat muda
dan menunduk di saat tua. Padi akan membuahkan beras yang mengandungi kalori serta
juga merupakan sumber tenaga.
Begitu juga dengan
pendakwah ‘al haq’ yang tumbuh tegar dan menatap masa depan di saat muda
serta menunduk diri di saat semakin tua dan berisi. Ia sentiasa :
1.
Tawadhu’ dengan
ilmu-ilmu yang dimilikinya.
2.
Mampu menggerakkan
anggota tubuh badannya.
3.
Menularkan
semangatnya.
KEDUA : FALSAFAH POHON
PISANG
Pendakwah ‘al
haq’ ibarat pohon pisang yang sentiasa tumbuh dan berbuah tanpa
mengenal waktu. Begitu pula apabila batangnya dipotong, ia akan tumbuh lagi dan
terus tumbuh kerana baginya kematian tidak dihadapi dengan kepasrahan, tetapi
dipersiapkan dengan menumbuhkan pohon dan buah yang baru.
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur
di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup,
tetapi kamu tidak menyedarinya”(QS Al-Baqarah : 154)
Apabila kita telah
mengambil suatu peranan sebagai pendakwah ‘al haq’, maka kematian bukanlah satu
perkara yang perlu ditakutkan.
Pendakwah ‘al
haq’ akan mempersiapkan dirinya dengan :
a.
Amal soleh.
b.
Ilmu yang bermanfaat.
c.
Anak yang soleh.
d.
Generasi penerus yang
taat serta bermanfaat bagi masyarakat.
Justeru kematian
merupakan perkara yang sangat dirindukan untuk dapat terus berjumpa secara langsung
dengan Kekasih hatinya.
KETIGA : FALSAFAH
POHON DURIAN
Akarnya menghunjam ke bawah
tanah dan batangnya menjulang ke langit serta memberikan buah durian di setiap
musim dengan izin Allah swt.
Akarnya yang teguh
berdiri dalam menyatakan bahwa pendakwah ‘al haq’ memiliki konsep ilmu dan
pemikiran yang cukup baik sehingga tidak mudah goyah dengan lingkungan
sekelilingnya.
Tidak hanya sekadar
itu, pendakwah ‘al haq’ juga mampu mencetak peribadi-peribadi unggul dan tegar
seumpama buah durian.
KEEMPAT : FALSAFAH
RAHILAH
“Manusia itu seperti seratus unta
yang nyaris tidak ditemui satu rahilah (unta tunggangan yang siap memikul bebanan
di dalamnya” (HR Bukhari)
Rahilah merupakan unta
bebanan yang kuat dan cepat dalam berjalan. Unta ini sangat sedikit jumlahnya, iaitu
kurang dari satu peratus.
Begitu pula pendakwah ‘al
haq’, jumlahnya memang sedikit, tetapi mereka akan menjadi teras dan
penentu dalam suatu kelompok.
KELIMA : FALSAFAH
LEBAH
“Dan perumpamaan mukmin itu ibarat
lebah. Ia hinggap di tempat yang baik dan memakan yang baik, tetapi tidak merosakkan” (HR
Thabrani)
Lebah merupakan peribadi
yang kukuh, mandiri, percaya kepada diri sendiri serta memiliki sengatan
sebagai medium pertahanan diri.
Begitu pula pendakwah ‘al
haq’ yang :
1.
Memiliki prinsip hidup.
2.
Kuat melindungi diri
dari kezaliman.
3.
Berani memperjuangkan
kebenaran.
Lebah juga merupakan haiwan
yang dinamik, kreatif dan inovatif yang mampu membuat rumah di berbagai keadaan
dan tempat, samada di gunung, pepohonan ataupun di dalam gua-gua.
Begitu pula dengan
pendakwah ‘al haq’ yang sanggup bertahan walau di tempatkan pada keadaan mana
sekalipun.
Lebah menjadi pelopor
perubahan, yakni sentiasa bersedia, peduli dan profesional dalam melayani serta
membantu proses pendebungaan pada bunga dan tumbuhan.
Begitu juga pendakwah ‘al
haq’ yang sentiasa bersiap sedia dan mengambil peduli pada dimensi
sosial kemasyarakatan dan sentiasa menebarkan kemanfaatan.
Bagi meningkatkan kapasiti untuk menjadi pendakwah ‘al
haq’, kadang-kadang memang memerlukan waktu dan persiapan yang lebih, namun
yakinlah, selama mana keyakinan itu masih menghunjam dan bersemayam di hati
kita, maka Allah akan sentiasa mengarahkan kita untuk memperolehi hidayahNya.
Teruslah berjuang kerana syurga itu manis, sehingga kadang-kadang
kita perlu melalui kepahitan pengorbanan untuk mendapatkannya.
Ya Allah, Tuhan yang Maha membolak-balikkan hati-hati, ampunkanlah
jiwa kami yang lemah ini serta iman kami yang kadang-kadang lebih mudah
tersungkur. Kuatkanlah diri kami untuk terus bertahan dan memperjuangkan agama
ini sehingga ketika tiba waktu istirehat, kami sudah menginjakkan kaki kami ke
syurgaMu.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS