Aqidah adalah perkara-perkara yang wajib dibenarkan
oleh hati kita dan jiwa kita menjadi tenang dan tenteram kerananya serta
menjadi keyakinan pada diri kita tanpa dicemari oleh keraguan dan kebimbangan.
Aqidah juga merupakan tapak asas bagi seseorang dalam
menjalani kehidupan.
Ia adalah suatu konsep dan paradigma yang ada di
dalam hati yang menuntunnya dalam menentukan arah dan berjalan untuk menuju
paradigma yang diyakininya itu.
Syeikh Sayyid Sabiq berkata :
“Sesungguhnya,
aqidah ini merupakan jiwa bagi setiap individu. Dengan aqidah ini, ia boleh
hidup dengan baik. Apabila kehilangan aqidah ini, maka ruhaninya akan mengalami
kematian. Aqidah adalah cahaya yang apabila manusia tidak mendapatkannya, maka
ia akan tersesat dalam berbagai kancah kehidupan dan mengalami kebingungan di
berbagai lembah kesesatan.”
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan
dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat
berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang
keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari
padanya?” (QS Al An’am: 122)
Ia merupakan
aqidah yang satu dan tidak berganti-ganti disebabkan oleh pergantian waktu mahupun
tempat serta tidak pula berubah-ubah disebabkan oleh perubahan individu ataupun
umat.
Allah swt berfirman :
“Dia telah mensyari’atkan bagi
kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkanNya kepada Nuh dan apa yang
telah Kami wahyukan kepadaMu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa dan Isa iaitu tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya.” (QS
Asy Syura’ : 13)
Apa yang disyari’atkan oleh Allah untuk kita tentang
agama dan yang diwasiatkan kepada kita sebagaimana yang diwasiatkan kepada para
RasulNya yang terdahulu adalah pokok-pokok aqidah dan dasar-dasar keimanan.
Pengertian aqidah meliputi enam perkara :
1. “Ma’rifat” (mengenal)
kepada Allah, nama-namaNya yang baik dan sifat-sifatNya Yang Tinggi serta dalil-dalil
kewujudanNya dan fenomena-fenomena keagunganNya di alam semesta ini.
2. “Ma’rifat” kepada alam yang ada di sebalik
alam semesta ini atau alam ghaib, demikian pula kekuatan-kekuatan yang ada di
dalamnya yang tercermin pada para malaikat, iblis, syaitan, jin dan ruh.
3. “Ma’rifat” kepada
kitab-kitab Allah yang diturunkan untuk menentukan petunjuk-petunjuk kebenaran
dan kebatilan, kebaikan dan kejahatan, halal dan haram, yang baik dan yang
buruk.
4. “Ma’rifat” kepada
nabi dan rasul yang telah dipilih untuk menjadi penunjuk jalan dan pembimbing
makhluk untuk mencapai kebenaran.
5. “Ma’rifat” kepada hari akhirat dan
hal-hal yang ada di dalamnya seperti kebangkitan dari kubur dan balasan amal, syurga
dan neraka.
6. “Ma’rifat” kepada
qadar (taqdir) yang di atas landasannya sistem alam semesta ini berjalan, samada
dalam penciptaannya ataupun pengaturannya.
Para Rasul
menyampaikan aqidah ini kepada umat manusia dengan cara yang pada keseluruhannya
mudah difahami, sederhana dan logik iaitu dengan :
a. Mengajak
manusia memperhatikan kerajaan langit dan bumi.
b.
Membangkitkan akal mereka untuk berfikir tentang
ayat-ayat (tanda kekuasaan) Allah.
c.
Mengingatkan fitrah mereka kepada perasaan beragama
yang telah ditanamkan padanya.
d.
Menumbuhkan kesedaran akan adanya suatu alam di sebalik
alam kebendaan ini.
Dengan cara-cara inilah Rasulullah saw menanamkan
aqidah ini ke dalam jiwa umatnya, mengarahkan pandangan dan fikiran
mereka, membangkitkan akal dan mengingatkan fitrah mereka seraya merawat
tanaman ini dengan pendidikan dan pengembangan hingga mencapai puncak kejayaan.
Nabi saw berhasil
:
1.
Mengubah umat dari jahiliyah dan kemusyrikan menjadi
umat yang beraqidah tauhid.
2.
Mengisi hati mereka dengan keimanan dan keyakinan.
3.
Menjadikan para sahabatnya sebagai para pemimpin
perbaikan umat dan pelopor kebajikan.
4.
Mewujudkan suatu generasi yang berwibawa dengan iman
dan berpegang teguh kepada kebenaran.
5.
Melahirkan generasi ini bagaikan matahari bagi dunia
dan pembawa kesejahteraan bagi umat manusia.
Allah swt telah memberikan kesaksianNya atas keunggulan dan
keistimewaan generasi ini melalui firmanNya:
“Kamu adalah umat terbaik yang
dilahirkan untuk manusia menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar
dan beriman kepada Allah.” (QS
Ali Imran : 110)
Iman yang dimiliki oleh sebahagian para sahabat Nabi
benar-benar telah mencapai darjat yang tinggi sebagaimana yang dikatakan oleh salah
seorang dari mereka :
“Andaikata tabir (yang menutup pandangan)
kami (terhadap hal-hal ghaib) itu dibukakan niscaya (hal itu) tidak menambah
keyakinanku.”
Syeikh Mahmud Syaltut membahagikan unsur-unsur
pokok keimanan ke dalam empat bahagian.
PERTAMA
Wujudnya Allah dengan keesaanNya, serta
bersendiriNya dalam penciptaan, pengaturan keleluasaan bertindakNya terhadap
alam, serta suciNya dari penyekutuan di dalam keagungan dan kekuatan.
KEDUA
Bahwasanya Allah memilih dari hamba-hambaNya
orang yang dikehendaki dan diberikan kepada orang tersebut tugas kerasulan,
sehingga iman kepada rasul Allah menjadi wajib.
KETIGA
Percaya kepada malaikat, duta wahyu di antara
Allah dengan para rasulNya dan kepada kitab-kitab yang diturunkanNya sebagai
risalah Allah kepada makhluk-makhlukNya.
KEEMPAT
Percaya kepada apa yang terkandung di dalam
risalah-risalah tersebut yang berupa persoalan hari kebangkitan dan hari
pembalasan, pokok kewajiban agama dan peraturan-peraturan yang diridhai Allah
untuk hamba-hambaNya.
Untuk meneguhkan aqidah Islam secara kuat dan
sempurna, seseorang mestilah memulainya dengan :
PERTAMA
: Meyakini kewujudan atau keberadaan Allah.
Perkara ini boleh dilakukan dengan memerhatikan
berbagai fenomena yang ada di alam semesta ini.
KEDUA
: Mengetahui dan memahami sifat-sifat Allah melalui apa yang telah disebutkan
dalam Al Qur’an dan As Sunnah.
KETIGA
: Mentauhidkan Allah serta menjadikan Allah sebagai satu-satunya sembahan yang selayaknya.
“Katakanlah, ‘Perhatikanlah apa yang ada di
langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul
yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.’” (QS Yunus : 101)
Nabi saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah mempunyai sembilan puluh
sembilan nama. Barangsiapa memeliharanya (dengan penuh kesedaran, menghadirkan
maknanya, dapat merasakan berbagai pengaruhNya dalam jiwanya), maka ia masuk syurga.
Dan sesungguhnya, Allah itu ganjil dan menyukai yang ganjil.” (HR Bukhari,
Muslim dan At Tirmizi)
Imam Hasan Al Banna berkata :
“’Ma’rifah’ kepada
Allah dengan sikap tauhid dan penyucian (zat)Nya adalah setinggi-tinggi
tingkatan aqidah Islam. Sedangkan mengenai ayat-ayat sifat dan hadits-hadits
sahih tentangnya, serta berbagai keterangan ‘mutasyabihat’ yang
berhubungan dengannya, kita cukup mengimaninya sebagaimana adanya tanpa ‘ta’wil’ dan ‘ta’thil’,
serta tidak meruncingkan perbezaan yang berlaku di antara para ulama’. Kita
mencukupkan diri dengan keterangan yang ada, sebagaimana Rasulullah dan para
sahabatnya mencukupkan diri dengannya.”
“Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata,
‘Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan
kami.’” (QS Ali lmran : 7)
KEEMPAT
: Mengenal manusia, hubungannya dengan alam, hubungannya dengan Allah,
kemerdekaan dan tanggungjawabnya.
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para
Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’
Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang
yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
sentiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman,
‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (QS Al Baqarah :
30)
KELIMA
: Mengenal kenabian yang mencakupi manusia dan hakikat kehidupan, tabiat
kenabian, kerasulan Muhammad, keimanan terhadapnya, serta hasil dari keimanan
tersebut.
“Dan itulah hujjah Kami yang Kami berikan kepada
Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki
beberapa darjat. Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan
Kami telah menganugerahkan Ishak dan Ya’qub kepadanya. Kepada keduanya
masing-masing telah Kami beri petunjuk; dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah
Kami beri petunjuk, dan kepada sebahagian dari keturunannya (Nuh) iaitu Daud,
Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Demikianlah Kami memberi balasan kepada
orang-orang yang berbuat baik. dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya
termasuk orang-orang yang soleh. dan Ismail, Ilyasa’, Yunus dan Lut.
Masing-masing Kami lebihkan darjatnya di atas umat (di masanya).” (QS Al An’am :
83-86)
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapa dari
seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup
nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Ahzab : 40)
KEENAM
: Mengenal hal-hal ghaib serta makhluk-makhluk yang termasuk di dalam alam itu,
iaitu malaikat, iblis, dan jin.
Rasulullah saw bersabda
:
“Malaikat diciptakan dari cahaya, jin-jin
diciptakan dari nyala api, dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah
diterangkan kepadamu.” (HR Muslim)
“Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus
rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi syaitan menjadikan
umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka syaitan
menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.” (QS
An Nahl : 63)
Sayyid Qutb berkata :
“Adalah
suatu penghormatan terhadap akal kemanusiaan
sendiri, apabila kita percaya terhadap yang
ghaib dalam kehidupan kita, bukan untuk
memasrahkan kehidupan kita kepadanya seperti halnya orang-orang yang
hanyut terbawa oleh khayalan dan ‘khurafat’, namun supaya
kita sentiasa merasakan keagungan alam ini sesuai dengan hakikatnya, dan supaya
kita mengenali kedudukan diri kita dalam alam raya ini. Hal ini tentu
akan membuka kesempatan kepada semangat
kemanusiaan mengungkapkan banyak kekuatan untuk
diketahui, untuk diresapi dengan berbagai
jaringan yang mengikat kita dengan alam raya itu dari kedalaman batin
kita, di mana ianya tentulah lebih besar dan lebih dalam dari semua
yang kita capai dengan akal kita hingga hari ini. Buktinya kita setiap
hari masih sahaja menemui perkara-perkara baru yang pada awalnya ghaib bagi
kita, dan kita hingga saat ini masih hidup.”
KETUJUH
: Meyakini, memahami dan mengamalkan kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada
manusia.
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran
dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, iaitu kitab-kitab
(yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang
lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang
telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan
dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikanNya
satu umat (sahaja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberianNya
kepadamu, maka berlumba-lumbalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukanNya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu,” (QS Al Ma’idah : 28)
KELAPAN
: Mengetahui bahwa segala sesuatu akan diminta pertanggungjawabannya di hari
akhirat nanti iaitu setelah berlakunya kiamat.
“Telah dekat terjadinya hari kiamat. Tidak ada
yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.” (QS An Najm : 57-58)
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang
Shabiin, siapa sahaja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah,
hari kemudian dan beramal soleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhuatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.” (QS Al Baqarah : 62)
KESEMBILAN
: Memahami bahwa alam semesta berjalan dalam sistem teratur yang telah
ditetapkan oleh Allah.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan
(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul
Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah
mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikanNya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS Al Hadid : 22-23)
KESEPULUH
: Mengetahui karakteristik aqidah Islam dan pengaruh keimanan dalam kehidupan
masyarakat.
Syeikh Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa buah
keimanan adalah :
a. Memerdekakan jiwa dari kekuasaan orang lain.
b. Membangkitkan keberanian di dalam jiwa dan
keinginan untuk terus maju.
c. Menganggap kematian sesuatu yang pasti dan berusaha
untuk mati syahid demi membela kebenaran.
d. Menetapkan keyakinan bahwa Allahlah yang memberi
rezeki dan bahwa rezeki tidak dapat dipercepatkan kerana kerakusan orang yang
rakus dan tidak dapat pula ditolak kebencian dari orang yang benci.
e. Meningkatkan kekuatan ‘maknawiyah’ manusia dan
menghubungkan dirinya dengan contoh tauladan tertinggi serta memperolehi
kehidupan yang lebih baik.
Seorang yang membangun aqidah Islam perlulah
menyedari bahwa Islam adalah sistem hidup yang mengatur seluruh sendi
kehidupan.
Imam Hasan Al Banna berkata :
“Islam
adalah sistem yang menyeluruh, yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Ia adalah
negara dan tanah air, pemerintah dan umat, akhlak dan kekuatan, kasih sayang
dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu dan penghakiman, material dan
kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, pasukan dan
pemikiran, sebagaimana juga ia adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar,
tidak kurang dan tidak lebih.”
“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu
ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah : 208)
Ia juga mestilah memahami perkara-perkara yang
bertentangan dengan tauhid atau kesempurnaan tauhid, iaitu syirik, kufur, dan
nifaq serta bentuk-bentuknya seperti sihir, peramalan, pengubatan dengan sihir,
ilmu perbintangan atau astrologi, meminta hujan dengan kedudukan bintang,
merasa sial kerana sesuatu hal, atau pun memakai tangkal.
Imam Hasan Al Banna berkata :
“Tangkal,
ruqyah (mantera), guna-guna, ramalan, perdukunan, penyingkapan perkara ghaib,
dan semisalnya, adalah kemungkaran yang perlu diperangi, kecuali mantera dari
ayat Al Qur’an atau ada riwayat dari Rasulullah.”
“Orang-orang
yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup
angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat
mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia).
Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh.” (QS Ibrahim : 18)
Rasulullah saw bersabda
:
“Tanda-tanda orang munafiq itu ada empat : jika
berkata ia dusta, jika berjanji, ia tidak menepatinya, jika bertengkar ia
berlaku curang, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (HR Bukhari)
Dengan meneguhkan aqidah Islam secara mendalam
dan kuat di dalam hati manusia, ia akan memberikan kesetiaannya hanya kepada
Islam dan menolak apa yang bukan berdasarkan Islam.
Dengan yang demikian, ia akan memberikan
komitmennya terhadap Islam dan kaum muslimin dan bersikap keras terhadap
kekafiran.
“Kamu tidak
akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun
orang-orang itu bapa-bapa, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga
mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati
mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadaNya. Dan
dimasukanNya mereka ke dalam syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas
terhadap (limpahan rahmat)Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.” (QS Al Mujadilah :
22)
Kemudian, hendaklah seorang muslim tidak
mengkafirkan muslim yang lain tanpa neraca yang tepat kerana kafir-mengkafirkan
ini merupakan perkara yang berat yang akan menghantarkan salah seorang itu ke
dalam neraka.
Imam Hasan Al Banna berkata :
“Kita
tidak mengkafirkan seorang muslim, yang telah mengikrarkan dua kalimat syahadah,
mengamalkan kandungannya, dan menunaikan kewajiban-kewajibannya, samada kerana
lontaran pendapat ataupun kerana kemaksiatannya, kecuali jika ia mengatakan
kata-kata kufur, mengingkari sesuatu yang telah diakui sebagai bahagian penting
dari agama, mendustakan Al Qur’an secara terang-terangan, menafsirkannya dengan
cara-cara yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, atau berbuat sesuatu
yang tidak mungkin diinterpretasikan kecuali dengan tindakan kufur.”
Demikianlah,
nampak dengan jelas bahwa aqidah itu hanyalah dimaksudkan untuk membersihkan
perilaku, menyucikan jiwa dan mengarahkannya kepada nilai-nilai yang paling
luhur, disamping ia merupakan hakikat kebenaran yang kukuh dan tidak
berubah-ubah. Ia termasuk pengetahuan manusia yang paling tinggi, walaupun
bukan yang paling tinggi secara mutlak.
Membersihkan perilaku individu-individu dengan jalan
menanamkan aqidah agama merupakan salah satu cara pendidikan (uslub tarbiyah) yang paling agung
kerana dengan cara sebegitulah agama mempunyai kekuasaan atas hati dan jiwa
serta memiliki pengaruh terhadap perasaan dan pancaindera.
Jadi,
menanamkan aqidah ke dalam jiwa merupakan cara yang paling tepat untuk
mewujudkan unsur-unsur yang baik yang dapat melaksanakan peranannya secara
sempurna dalam kehidupan dan memberikan saham yang sangat besar dalam membekalkan
jiwa dengan perkara-perkara yang lebih bermanfaat dan benar kerana pendidikan bentuk
ini sesungguhnya dapat memperlebarkan pakaian keindahan dan kesempurnaan pada
kehidupan dan menaunginya dengan naungan rasa cinta dan damai.
Apabila rasa cinta telah mendominasi di dalam jiwa, maka
lenyaplah pertengkaran dan hilanglah pertentangan di mana umat manusia akan
saling mendekati dan bersahabat. Individu akan berusaha dan bekerja demi
kebaikan masyarakat. Sebaliknya masyarakat akan berusaha keras untuk memperbaiki
individu dan membahagiakannya.
Oleh kerana itu, nampak jelas sekali hikmahnya mengapa iman
dijadikan sebagai prinsip umum dan kekal abadi serta juga mengapa Allah tidak
pernah membiarkan satu generasi atau suatu umat dalam keadaan kosong tanpa
mengutus seorang Rasul kepada mereka untuk mengajak mereka kepada iman ini dan
memperdalamkan akar-akar aqidah ini di dalam hati mereka.
Secara umumnya, dakwah dan seruan iman ini datang sesudah
hati nurani manusia mengalami kerusakan dan sesudah semua nilai luhur hancur di
mana nampak jelas bahwa manusia sangat memerlukan datangnya mukjizat yang dapat
mengembalikannya kepada fitrahnya yang sihat agar memiliki kelayakan untuk
memakmurkan bumi dan mampu memikul amanat kehidupan.
Ya Allah,
kurniakanlah kefahaman tentang aqidah yang benar dalam jiwa kami sehingga kami
dapat mengenal zatMu, merasai kasih sayangMu, mengakui kekuatan dan
kekuasaanMu, mensyukuri segala pemberian nikmat dariMu, mengharapkan ampunan
dan kemaafanMu dari segala kesalahan kami sehingga jiwa kami tenang dan tenteram
di atas segala taqdir dan ketentuan dariMu.
Ameen Ya
Rabbal Alameen
WAS