Meskipun kerosakan akhlak umat manusia pada hari ini dirasakan semakin menjadi-jadi dan bermaharajalela namun yakinlah bahwa masih ada unsur-unsur baik yang selamat yang di dalamnya tersimpan potensi yang sangat besar yang siap untuk dipergunakan bagi membangkitkan kesedaran umat akan kebenaran.
Janganlah kita berputus asa kerana putus asa itu bukan dari akhlak Islam dan kaum muslimin. Kita cukup memahami bahwa kenyataan hari ini adalah impian hari kelmarin dan impian hari ini adalah kenyataan hari esok bahkan masih terbentang waktu yang amat panjang di hadapan kita.
Sedarlah bahwa pihak yang lemah tidak akan sentiasa berada dalam kelemahan selama-lamanya, begitu juga pihak yang kuat tidak selama-lamanya dalam keadaan kuat.
“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, Maka Sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membezakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebahagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada’. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”
Putaran waktu sentiasa digerakkan oleh berbagai peristiwa-peristiwa yang besar. Berbagai kesempatan sentiasa terbuka bagi seluruh akitiviti dan karya-karya yang agung. Tiada satupun pengorbanan suci menjadi percuma dan tiada pengorbanan jiwa dan raga kecuali berbuah dalam alam nyata.
Dunia tengah menanti kita wahai mujahid dakwah!
Adakah kita akan biarkan :
- Masyarakat merangkak dalam kegelapan tanpa cahaya?
- Mereka terjatuh ke dalam lumpur pekat kenistaan hingga hidup mereka penuh dengan hingar bingar kemaksiatan yang memporak porandakan seluruh sendi kehidupan?
- Mereka saling bunuh membunuh, saling tipu-menipu, tindas menindas demi memenuhi kepuasan nafsu yang tidak pernah kenyang?
Bukankah perilaku buruk mereka juga akan memberi kesan kepada kehidupan kita dan patutkah kita mengeluh dan kecewa kerana sebenarnya, sebahagian dari jalan penyelesaian itu ada di tangan kita.
Apakah sinaran hati nurani ini telah padam sehingga tidak lagi nampak di hadapan kita permasaalahan umat?
Bukankah masih terngiang ditelinga kita sensitiviti Nabi Isa as ketika melihat gejala kekufuran di tengah-tengah kaumnya?
“Maka tatkala Isa mengetahui keingkaran mereka (Bani lsrail) berkatalah dia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku untuk (menegakkan agama) Allah?” Para ‘hawariyyin’ (sahabat-sahabat setia) menjawab: “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah, kami beriman kepada Allah; dan saksikanlah bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berserah diri.”
Adakah kita :
- Merasa tidak berdaya sebelum memulakan usaha.
- Kedepankan berbagai halangan dan kesulitan sebelum kita masuk ke medan laga sebenarnya.
- Merasa bangga dengan status kemujahidan kita bahwa status tersebut memberi satu jaminan keselamatan.
- Terpenjara oleh kegemilangan dunia kita.
- Khuatir perjuangan dan dakwah kita akan dinikmati oleh segelintir penganggur dakwah.
Sesungguhnya :
- Tidak ada dalam sejarah seorang mujahid tanpa berjihad.
- Tidak ada kebesaran tanpa titisan darah dan air mata.
Kenapa di tengah-tengah kerancakan aktiviti dakwah dan perlaksanaan wasilah dakwah, kita seakan-akan kehilangan mujahid dakwah yang sejati?
Apakah keberkatan dakwah pada hari ini hampir hilang ditelan badai kepentingan di mana :
- Sebahagian mereka merasa putus asa.
- Kesungguhan mereka menjadi pudar.
- Semangat mereka semakin terkoyak.
- Pengorbanan mereka hanya untuk dihitung-hitung.
- Langkah-langkah mereka semakin berat.
- Cerita mereka hari ini bukan cerita akhirat tapi cerita dunia.
- Mereka bangga dengan kemewahan dunia melebihi dari bangga dengan cerita perjuangan dan pengorbanan.
- Keteladanan pemimpin dakwah pada hari ini mulai meredup.
- Orientasi dakwah pada hari ini tidak lagi untuk mengejar ridha Allah swt.
- Gerakerja politik hanya berorientasi kepada kekuasaan semata-mata.
Jika semua itu benar-benar berlaku, maka katakanlah selamat tinggal kepada kemuliaan dan kehormatan.
Namun, sekali lagi jangan putus asa!
Bukankah perjalanan dakwah merupakan perjalanan panjang yang penuh dinamik di mana ianya dipenuhi oleh ramai manusia dengan berbagai ragam dan tujuan, namun Allah swt akan melakukan penyaringan sehingga menjadi jelas siapa di antara mereka adalah mujahid sejati dan siapa pula di antara mereka mujahid tiruan.
Marilah kita kobarkan semangat juang hingga akhir hayat dikandung badan serta kita luruskan niat dan tujuan sehingga memperolehi kemenangan dengan penuh keberkatan.
Imam Hasan Al Banna pernah berkata :
“Kami ingin :
1. Menyampaikan kepada orang tentang dakwah kami.
2. Menjelaskan kepada mereka batasan orientasi kami.
3. Menyingkap di hadapan mereka hakikat kami.
Semua itu dengan harapan kiranya kami akan mendapatkan para pendukung kebajikan dan pembimbing umat yang sedia bekerjasama dengan kami lalu berlipat gandalah kemanfaatan, semakin dekatlah jarak menuju tujuan dan terwujudlah apa-apa yang kita impikan bersama yang menyangkut usaha perbaikan secara menyeluruh dan penyelamatan segera.
Sesungguhnya, jika hari demi hari berlalu tanpa diisi oleh umat dengan aktiviti yang berorientasi kebangkitan dari ’selimut’-nya, niscaya jarak tempuhpun akan kian jauh.
Sungguh :
a. Pada dakwah Ikhwan ada usaha penyelamatan.
b. Pada manhaj mereka ada keberhasilan.
c. Pada perjuangan mereka ada pencapaian cita-cita.
Tiada kemenangan kecuali dari sisi Allah swt Yang Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana.”
Sebahagian dari jihad dalam Islam adalah munculnya emosi yang dinamik dan kuat yang :
1. Mengalirkan gelora cinta untuk meraih kembali kehormatan dan kejayaan Islam.
2. Membisikkan gejolak rindu untuk menggapai kekuasaan dan kekuatannya.
3. Menangisi duka lara dan meratapi nasib kaum muslimin yang lemah dan hina.
4. Menyalakan api dukacita di atas realiti yang tidak diridhai oleh Allah, Rasul dan jiwa nurani seorang muslim sebagaimana sebuah hadits : “Barangsiapa tidak peduli terhadap urusan umat Islam, maka ia bukan golongan mereka.”
Sebahagian dari jihad dalam Islam adalah menjadikan dukacita di atas keadaan yang mengelilingi itu sebagai pencetus dalam berfikir secara sungguh-sungguh bagaimana :
a. Untuk mendapatkan jalan keluar.
b. Memilih jalan-jalan amal.
c. Mencari cara-cara penyelesaian.
Barangkali, kita akan mendapati bahwa di tengah-tengah umat, ada orang yang bersedia menunaikannya dan dengan secara tiba-tiba mendapatkan penyelesaian. Niat seseorang lebih baik daripada amalnya dan Allah swt Maha Tahu terhadap kerdipan mata serta apa yang disembunyikan oleh hati.
Sebahagian dari jihad dalam Islam adalah kita perlu meluangkan sebahagian dari waktu, harta, tuntutan peribadi kita untuk kebaikan Islam dan generasi kaum muslimin.
1. Jika kita seorang pemimpin, maka berinfaqlah untuk memenuhi tuntutan kepemimpinan kita.
2. Jika kita seorang anggota jamaah, maka bantulah para pendakwah dengan aktiviti kita.
Masing-masing dari mereka akan mendapatkan kebaikannya dan Allah memberi pahala untuk semuanya.
Allah swt berfirman :
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab Badui yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah kerana mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan di jalan Allah, dan tidak pula menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimbulkan sesuatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal soleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik, dan mereka tidak menafkahkan suatu nafkah yang kecil dan tidak pula yang besar dan tidak melintasi suatu lembah, melainkan dituliskan bagi mereka (amal soleh pula), kerana Allah akan memberi balasan kepada mereka dengan balasan yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (At-Taubah : 120-121)
Sebahagian dari jihad dalam Islam adalah kita memerintahkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, mentaati Allah, mengikuti RasulNya, mengamalkan KitabNya serta memberi nasihat kepada para pemimpin Islam dan masyarakatnya dengan hikmah dan peringatan yang baik. Suatu kaum jika telah meninggalkan sikap saling menasihati, mereka akan menjadi hina dan jika meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, mereka menjadi terlantar.
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amar buruklah apa yang mereka selalu perbuat itu.” (QS Al-Maidah : 78-79)
Sebahagian dari jihad dalam Islam adalah kita menjadi perajurit Allah; kita berjuang keranaNya dengan jiwa dan harta kita. UntukNya, jangan sisakan milik kita sedikit pun. Jika kejayaan dan kehormatan Islam terancam dan gema seruan kebangkitan diserukan, kita perlu menjadi orang yang pertama sekali menyambut seruan itu dan menjadi orang yang pertama maju ke medan jihad.
“Sesungguhnya Allah membeli dari kaum mukminin, jiwa dan harta mereka, dengan syurga untuk mereka.” (QS At-Taubah : 111)
Rasulullah saw bersabda :
“Barangsiapa mati dalam keadaan belum pernah berperang dan belum pernah terdetik dalam dirinya untuk itu, maka ia mati di atas sebahagian dari kemunafikan.” (HR Muslim, Abu Daud dan Nasa’ie)
Sebahagian dari jihad dalam Islam, kita bekerja demi :
a. Menegakkan timbangan keadilan.
b. Melakukan perbaikan urusan seluruh makhluk.
c. Meluruskan tindakan kezaliman.
d. Mencegah tangan pelaku kezaliman dengan seberapa kekuatan dan kekuasaannya.
Dalam hadits riwayat Abu Sa’id Al-Khudri ra, Nabi saw bersabda :
“Seutama-utama jihad adalah kata-kata benar di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Bukhari dan Abu Daud)
Dari Jabir ra berkata, Rasulullah saw bersabda :
“Penghulu para syuhada’ adalah Hamzah bin Abdul Muthalib dan seseorang yang berkata lantang di hadapan penguasa yang zalim memerintah dan mencegahnya, akhirnya dibunuhlah ia.” (HR Ibnu Majah dengan sanad yang sahih)
Sebahagian dari jihad fi sabilillah adalah jika kita tidak dapat melakukan semua itu, hendaklah kita memberikan cinta kita kepada para mujahid dari relung hati yang paling dalam dan memberi masukan nasihat kepada mereka dengan buah fikiran kita yang jernih.
Dengan berbuat begitu, Allah swt telah mencatat untuk kita pahala dan telah melepaskan kita dari tanggungjawab. Janganlah sekali-kali kita menjadi orang bertindak sebaliknya sehingga hati kita akan dikunci mati oleh Allah swt.
“Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit, dan atas orang-orang yang tidak memperolehi apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan RasulNya. Tidak ada jalan sedikit pun untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan tiada (pula dosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kenderaan, lalu kamu berkata, ‘Aku tidak memperolehi kenderaan untuk membawamu,’ lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata kerana kesedihan, lantaran mereka tidak memperolehi apa yang akan mereka nafkahkan. Sesungguhnya jalan (untuk menyalahkan) hanyalah terhadap orang-orang yang meminta izin kepadamu, padahal mereka itu orang-orang kaya. Mereka rela berada bersama-sama orang-orang yang tidak ikut berperang dan Allah telah mengunci mati hati mereka, maka mereka tidak mengetahui (akibat perbuatan mereka).” (QS At-Taubah : 91-93)
Demikianlah sebahagian dari tingkatan-tingkatan jihad dalam Islam, lalu di manakah posisi Ikhwanul Muslimin di antara tingkatan-tingkatan ini?
Imam Hasan Al Banna meneruskan :
“Adapun jika mereka tengah larut dalam duka lara menyaksikan penderitaan yang menimpa kaum muslimin sekarang ini, maka Allah mengetahui bahwa salah seorang dari mereka, ada yang sampai tidak dapat lagi memberikan kelembutan perasaan dan kasih sayangnya kepada keluarga mahupun saudara-saudaranya serta tidak dapat lagi menikmati keindahan dan kenikmatan yang ada di alam nyata ini.
Adapun jika mereka tengah berada di jalan pembebasan, maka Allah mengetahui bahwa tiada sebuah fikrah pun yang dapat diterima oleh mereka; tiada suatu langkah pun yang dapat memuaskan jiwa mereka; tiada suatu urusan pun yang menyibukkan fikiran mereka sebagaimana urusan yang tengah memenuhi kepala dan dada mereka; dengan sepenuh perasaan dan perenungannya.
Adapun jika mereka adalah orang-orang yang tengah berjuang di jalan ini dengan waktu dan harta bendanya, maka cukuplah kita mengunjungi tempat perkumpulan mereka, niscaya kita akan mendapati mata-mata mereka sayu kerana banyak berjaga malam, wajah-wajah pucat kerana keletihan, badan-badan layu kerana dipenatkan oleh semangat iman dan aqidahnya, serta pemuda-pemuda yang menghabiskan waktunya hingga lebih dari tengah malam dengan serius duduk di sebalik meja-meja pejabat mereka, sementara anak-anak muda yang lain yang sebaya dengan mereka tengah asyik dengan canda ria, perbualan kosong dan kenikmatan duniawinya. Memang, betapa banyak mata yang bersekang demi mata yang lelap tertidur. Namun demikian, kita serahkan pahalanya kepada Allah dan kita tidak merasa memberi kenikmatan dengannya.
“Sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.” (QS Al-Hujurat : 17)
Jika kita bertanya tentang harta yang diinfaqkan untuk dakwah mereka, tidaklah ia kecuali harta yang sedikit sahaja jumlahnya yang mereka berikan dengan sepenuh keridhaan dan lapang dada.
Sungguh, mereka memuji Allah kerana mereka dapat meningkatkan pengorbanan, berlapang dada melepaskan harta dari jenis keperluan ‘sekunder’ menuju sikap berhemah dalam menggunakan harta dari jenis keperluan utama untuk seterusnya menginfakkan yang ‘sekunder’nya di jalan Allah.
“Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Al-Hasyr : 9)
Alangkah bahagianya kita, jika Allah swt menerima itu semua dari kita, kerana ia memang darinya dan untukNya.
Ada pun jika mereka adalah orang-orang yang beramar ma’ruf dan nahi munkar, maka mereka memang telah memulai dari diri mereka sendiri lalu keluarganya, rumah tangganya, saudara-saudaranya dan kemudian rakan taulannya. Bersama dengan itu mereka bekalkan diri dengan kesabaran dan kearifan.
1. Tidakkah kita menyaksikan bahwa penerbitan mereka adalah salah satu dari langkah amar ma’ruf nahi munkar?
2. Tidakkah kita menyaksikan bahwa pidato-pidato dan kata-kata mereka adalah salah satu jalan pembebasan ini?
Adapun tingkatan jihad selain ini, maka jamaahlah yang mesti menunaikannya.
Ikhwanul Muslimin generasi pertamapun tidak menyia-nyiakan potensinya untuk terlibat kerana mereka memang memahami posisinya di hadapan agama ini dan mengetahui pula bahwa Nabi saw bersabda :
“Barangsiapa menemui Allah tanpa tanda bahwa dirinya telah berjihad, ia menemui Allah dalam keadaan cacat (sumbing).” (HR Tirmizi dan Ibnu Majah)
Mereka memohon kepada Allah agar memperkenankan mereka bertemu denganNya dalam keadaan tidak cacat.
Allah swt berfirman :
“Tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. kobarkanlah semangat para mukminin (untuk berperang).” (QS An-Nisa : 84)
Dengan yang demikian, kami berharap bahwa kami telah menyampaikan berita tentang jamaah dan semoga suara ini telah benar-benar sampai ke telinga mereka, kemudian terdapatlah di sana ‘tanah subur’ untuk melahirkan tambahan tenaga pekerja dan siap bergabung dengan barisan para mujahid.”
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-Ankabut : 69)
Ya Allah, sesungguhnya kami memahami bahwa tidak ada lagi hijrah selepas pembukaan kota Makkah, namun yang masih boleh kami teruskan adalah jihad dengan berbagai tingkatan untuk meninggikan kalimahMu dan menegakkan syariatMu di muka bumi yang akan kami pikul sehingga kami pulang menemuiMu dalam keadaan ridha dan meridhai.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS