Suatu fenomena yang biasa kita saksikan di dalam masyarakat kita bahwa mereka menghabiskan sebahagian besar dari masa mereka dengan membaca Al Qu’ran ayat demi ayat, surah demi surah dan mengkhatamkan berkali-kali, namun bacaan mereka itu tidak meninggalkan jejak yang positif terhadap perilaku dan akhlak mereka.
Bahkan jika kita tanyakan kepada mereka apa yang mereka dapat renungkan dari ayat-ayat yang dibaca, niscaya kita tidak akan mendapatkan jawaban apa-apa dari mereka bahkan yang penting bagi mereka hanya mengumpulkan pahala yang banyak sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw :
Bahkan jika kita tanyakan kepada mereka apa yang mereka dapat renungkan dari ayat-ayat yang dibaca, niscaya kita tidak akan mendapatkan jawaban apa-apa dari mereka bahkan yang penting bagi mereka hanya mengumpulkan pahala yang banyak sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw :
“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al Qur'an maka baginya satu kebaikan dan satu kebaikan dinilai dengan 10 semisalnya (10 kebaikan), saya tidak mengatakan ‘alif’, ‘lam’, ‘mim’ satu huruf, akan tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf.” (Hadits hasan, riwayat Tirmidzi dari Abdullah bin Mas'ud)
Tradisi di kalangan umat Islam yang menghabiskan sebahagian besar waktunya di hadapan ‘mushaf’ untuk bersungguh-sungguh dalam membaca Al-Qur'an dan mengkhatamkannya berulang kali, tidak diragukan lagi adalah usaha yang mengandungi tujuan yang positif dari beberapa sudut seperti :
- Perhatian kaum muslimin terhadap kitab suci mereka.
- Kecintaan dan keterikatan mereka terhadap Al Qur’an.
Namun, sayang sekali bahwa yang menjadi pusat perhatian mereka hanya bertumpu kepada huruf-huruf dan lafaz Al-Qur'an sahaja tanpa memahami isi serta makna lafaz tersebut yang boleh menjadikan seseorang istiqamah terhadap perintah-perintah Allah dan berpegang teguh di jalanNya yang lurus sebagaimana firman Allah swt :
“Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.” (QS Al-Isra’ : 9)
“Sesungguhnya Al-Qur'an ini memberi petunjuk kepada jalan yang lebih lurus.” (QS Al-Isra’ : 9)
Bahkan ternyata, kita sangat jauh dari apa yang dikehendaki oleh Al-Qur'an.
JANGAN SEKADAR MEMBACA
Sebenarnya bukan tujuan itu yang diinginkan oleh Rasulullah saw.
Jika Al-Qur'an hanya berkaitan dengan banyaknya pahala yang akan kita dapatkan ketika membacanya, maka yang lebih baik adalah kita mengalihkannya kepada amalan lain yang akan memberi kita pahala yang lebih besar lagi sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah saw :
“Barangsiapa masuk ke sebuah pasar kemudian mengucapkan kalimat ‘laa ilaaha illa-llah wahdahu laa syariika lahu, lahulmulku wa lahulhamdu yuhyi wa yumitu, wa huwa hayyun laa yamuutu bi yadihil khoir wa huwa 'ala kulli syaiin qodiir.’ (Tiada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya, kepunyaanNya kerajaan langit dan bumi, bagiNya lah segala puji yang menghidupkan dan mematikan. Dan Dia itu hidup tidak akan mati, digenggamanNya lah semua kebaikan dan Dia Maha Kuasa terhadap segala sesuatu), dicatat baginya sejuta kebaikan dan dihapus darinya sejuta kesalahan dan dia akan diangkat sejuta darjat dan akan dibangunkan untuknya rumah di syurga” (Hadith di dalam Shahih Jami' As Shaghir)
Ini bukanlah bererti kita meremehkan pahala tilawah Al-Qur'an, namun, kita ingin meluruskan kembali persepsi terhadap cara berinteraksi yang dengan Al-Qur'an bahwa :
Ini bukanlah bererti kita meremehkan pahala tilawah Al-Qur'an, namun, kita ingin meluruskan kembali persepsi terhadap cara berinteraksi yang dengan Al-Qur'an bahwa :
Sebenarnya nilai dan barakah Al-Qur'an terdapat pada “makna yang dikandungnya”,
Manakala, lafaz merupakan “wasilah untuk mengetahui maknanya.”
Oleh kerana itu, Rasulullah saw mengarahkan dan membangkitkan semangat membaca Al-Qur'an dengan diberi pengharapan terhadap pahala yang besar.
Jika kita perhatikan tujuan utama diturunkan Al-Qur'an dan kita hubungkan antara perumpamaan tadi dengan pahala besar yang diberikan oleh Allah Yang Maha Bijaksana atas bacaan Al-Qur'an tersebut, maka kita akan dapati bahwa tujuan dari pahala-pahala tersebut merupakan motivasi bagi kaum muslimin agar sentiasa dekat dengan Al-Qur'an supaya :
- Kita memperolehi petunjuk dan hidayah melalui Al-Qur'an.
- Kita mendapatkan kesembuhan jiwa melalui ubat dan ramuannya.
Adapun kalau kita mendekatkan padanya tanpa tujuan yang jelas kecuali hanya ingin mendapatkan pahala bacaan semata-mata tanpa memperhatikan makna yang dikandungnya, maka amat jelas bahwa kita akan rugi dengan interaksi yang kaku ini dan Al-Qur'an tidak akan menjadi hidayah bagi kita.
HAQ AL QUR’AN KE ATAS KITA
Imam Hasan Al Banna menyebut di dalam kumpulan risalah-risalahnya bahwa tujuan diturunkan Al-Qur’an dan yang paling penting dari kewajiban yang Allah perintahkan kepada umat Islam ada tiga :HAQ AL QUR’AN KE ATAS KITA
PERTAMA : Memperbanyakkan tilawah sebagai bentuk ibadah serta pendekatan diri kepada Allah.
KEDUA : Menjadikannya sebagai sumber hukum agama dan syari’at sehingga mesti dipelajari, digali dan dijadikan sebagai alat ‘istinbath’ (menentukan hukum suatu perkara).
KETIGA : Menjadikannya sebagai asas dalam urusan hukum dunia kerana ayat-ayatnya sangat tepat dan realistik.
Itulah tiga tujuan utama yang telah Allah tetapkan dalam KitabNya di mana dengannya Dia mengutus para Rasul dan dengannya juga diwariskan kepada kita sebagai :
1. Pemberi nasihat.
2. Pengingat.
3. Penentu hukum yang adil.
4. Penunjuk jalan yang lurus.
Bagi Salafus Soleh, Al-Qur’an bagaikan taman di hati mereka dan menjadi rutin ibadah mereka sepanjang siang dan malam.
Semoga Allah meridhai Utsman bin Affan ra, ketika ia terbunuh dan pedang masih di lehernya, namun ketika itu ia sedang membaca Al-Qur’an.
Ketika mereka (Salafus Soleh) akan menentukan suatu hukum, maka yang pertama kali dijadikan sebagai sumber adalah Al-Qur’an.
Begitulah keadaan Al-Qur’an pada masa dahulu di mana ketika Islam mulai tumbuh, pengaruhnya sangat terasa dalam kehidupan.
Pada masa itu, semua umat Islam benar-benar memahami apa yang difirmankan oleh Allah swt :
“Ini adalah sebuah Kitab yang Kami (Allah) turunkan kepadamu penuh dengan berkat supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” (QS Shad : 29)
Dahulu, Al-Qur’an menjadi hiasan indah dalam perlaksanaan solat namun sekarang ianya tidak lebih dari menjadi hiasan acara adat istiadat.
Dahulu, Al-Qur’an menjadi penegak keadilan dalam sistem kehakiman namun sekarang ia telah menjadi hiburan orang-orang yang hidup tanpa tujuan yang jelas bahkan selalu menjadi selingan dalam akad pernikahan, acara ceramah-ceramah dan sebagainya.
Jika kita perhatikan, terdapat sebuah pertentangan yang luar biasa dalam sikap memuliakan, mengagungkan, membela dan mendekatkan diri kepada Allah dengan Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa kita belum benar-benar melaksanakan fungsi-fungsi Al-Qur’an dengan sempurna.
TADABBUR, JALAN MEMAHAMI AL QUR’AN
Sebenarnya nash-nash Al-Qur'an sangat jelas dalam menekankan akan kepentingan bertadabbur ketika membaca atau mendengarkan Al-Qur'an, supaya tadabbur itu dijadikan sebagai wasilah untuk memahami perintah Allah dan mempengaruhi diri kita untuk kemudiannya diamalkan.
Ini sebagaimana firman Allah swt :
"Kitab ini kami turunkan kepadamu penuh dengan barakah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS Shaad : 29)
"Kitab ini kami turunkan kepadamu penuh dengan barakah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS Shaad : 29)
Firmana Allah lagi :
"Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?" (QS Muhammad : 24)
Tadabbur bererti berusaha untuk merenungi dan menghayati ayat-ayat Al Qur’an serta memahami pesanan-pesanan yang terkandung dalam ayat yang sedang kita baca atau kita dengar sehingga akan terasa luasnya makna dan keagungan satu ayat yang difirmankan oleh Allah swt. "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ataukah hati mereka terkunci?" (QS Muhammad : 24)
Inilah rahsia mengapa Rasulullah saw sering mengulang-ulang satu ayat sampai berpuluh-puluh kali kerana ketika itu Rasulullah sedang mentadabbur satu ayat dan merasakan luasnya pesanan-pesanan Al-Qur’an.
Untuk memahami pesanan-pesanan Al-Qur'an, kita mestilah membiasakan diri untuk membacanya dengan penuh tadabbur.
Oleh kerana itu Rasulullah saw menasihati Abdullah bin Amr bin Ash ra supaya tidak mengkhatamkan Al-Qur'an kurang dari tiga hari sebagaimana sabda baginda :
"Tidak akan faham seseorang yang membacanya (Al-Qur'an) kurang dari tiga hari." (Hadits dalam Shahih Jami' As Shaghir)
Bukankah kita sentiasa bersungguh-sungguh untuk memahami setiap perkataan yang kita baca atau kita dengar?
Jadi, mengapa kita tidak praktikkan kaidah ini terhadap Al-Qur'an?
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah berkata :
"Sudah menjadi maklum bahwa setiap perkataan itu, tujuannya untuk dapat difahami, bukan untuk sekadar mengetahui lafaz-lafaznya sahaja, maka Al-Qur'an lebih utama (untuk difahami) dari semua itu."
Perkara ini juga dikuatkan oleh Ustaz Hasan Al-Hudhaibi yang berkata :
"Yang menjadi panduan seseorang dalam tilawah Al-Qur'an bukanlah seberapa banyak ia membacanya, namun sejauh mana ia dapat mengambil manfaat dari hasil bacaannya. Al-Qur'an tidak akan turun sebagai barakah kepada Nabi saw dengan lafaz-lafaz yang tidak bermakna. Sesungguhnya barakah Al-Qur'an itu adalah pada saat kita mengamalkannya, dan saat kita mengambilnya sebagai manhaj hidup yang menerangi jalan orang-orang yang menempuhnya. Maka ketika kita membaca Al-Quran, mestilah diniatkan untuk merealisasikan kandungan makna tersebut dan itu hanya boleh dilakukan dengan mentadabbur ayat-ayatnya, memahami dan mengamalkannya."
TADABBUR, WASILAH BUKAN TUJUAN
TADABBUR, WASILAH BUKAN TUJUAN
Apabila kita bertilawah Al Qur’an, maka ianya hendaklah di atas asas kefahaman dan tadabbur sebagaimana Imam Al-Qurtubi menyatakan dalam tafsirnya tentang ayat :
"Apakah kamu tidak mentadabbur Al-Qur'an. Kalaulah ia bukan dari sisi Allah tentu mereka akan mendapati pertentangan yang banyak didalamnya.” (QS An-Nisa’ : 82)
Ia mengatakan :
"Ayat ini menunjukkan atas (hukum) wajibnya mentadabbur Al-Qur'an untuk mengetahui maknanya."
Maka tadabbur Al-Qur'an, sekalipun diwajibkan ke atas para pembacanya atau atas pendengarnya, tetapi tadabbur itu sendiri bukanlah merupakan tujuan utama melainkan ia adalah wasilah untuk membangkitkan kembali mu'jizat agung yang dikandungnya dan merealisasikan mu'jizat itu pada jiwa-jiwa yang menerimanya.
ANTARA REALITI BUMI DAN KISAH DARI LANGIT
Ada tiga (3) situasi di mana tadabbur Al Qur'an akan sentiasa menghasilkan kefahaman dan keyakinan baru yang hebat.
PERTAMA : Tadabbur Al Qur'an yang kita lakukan di saat kita memerlukan perspektif Ilahiah di atas sebuah idea, fikiran atau kisah.
KEDUA : Tadabbur Al Qur'an yang kita lakukan di saat kita memerlukan perspektif Ilahiah ke atas sebuah peristiwa, situasi atau fakta.
KETIGA : Tadabbur Al Qur'an yang kita lakukan di saat kita memerlukan perlindungan Ilahiah ke atas berbagai emosi negatif seperti sedih, takut, putus asa dan lain-lain.
Dalam ketiga-tiga situasi itu, hubungan kita dengan Al Qur'an akan menjadi sangat interaktif dan bersifat ‘personal’ di mana teks Al Qur’an akan menemui konteksnya yang berbagai.
Dalam interaksi yang bersifat rasional dan emosional dengan Al Qur'an, apa yang berlaku adalah kita akan lebih memahami realiti yang berlaku di bumi dengan kisah-kisah dan cerita-cerita yang diturunkan dari langit.
MUKJIZAT YANG TERAGUNG
Kita semua tahu bahwa Al-Qur'an yang ada di tangan kita merupakan mukjizat yang besar dan agung yang datang dari Allah swt. Bahkan ianya lebih agung dari tongkat Nabi Musa as dan dari unta Nabi Soleh as dan dari mukjizat-mukjizat lainnya.
Lalu apakah rahsia yang menjadikannya lebih tinggi dari mukjizat-mukjizat sebelumnya?
Sebahagian nereka menjawab bahwa mukjizat Al-Qur'an tersembunyi dalam :
- Uslub dan gaya bahasanya.
- Cabaran terhadap seluruh umat manusia yang tidak mampu mencipta ayat yang semisal dengannya.
- Kesesuaian untuk setiap zaman, tempat dan masa.
Semua jawaban ini benar dari beberapa segi kemukjizatan Al-Qur'an, akan tetapi ada rahsia kemukjizatannya yang lebih besar iaitu :
“Keajaibannya untuk mengubah.”
Al Qur’an mampu mengubah manusia walau macam mana dan lingkungan yang bagaimana sekalipun bahkan ia mengubah mereka menjadi manusia baru yang :
- Lebih ‘alim (berpengetahuan luas).
- Lebih ‘abid (tekun beribadah).
dalam segala perkara dan keadaannya sehingga membentuk keperibadian yang digambarkan oleh Al-Qur'an :
"Katakanlah sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam"(QS Al-An'am : 162)
KEAJAIBAN ITU BERLAKU
"Katakanlah sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam"(QS Al-An'am : 162)
KEAJAIBAN ITU BERLAKU
Perubahan yang berlaku melalui Al-Qur'an bermula dari masuknya cahaya Al-Qur'an ke dalam hati.
Maka setiap kali cahaya tersebut menerangi suatu bahagian dari bahagian-bahagian hati, kaburlah kegelapan yang disebabkan oleh kemaksiatan, kelalaian dan mengikuti hawa nafsu.
Sedikit demi sedikit bertambahlah cahaya ke dalam hati dan merangkaklah kehidupan hati di setiap sisinya memulai hidup baru yang belum pernah berlaku sebelumnya.
Allah swt berfirman :
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian ia kami hidupkan dan kami berikan ia cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan dengan orang yang keadaannya berada dalam keadaan gelap gulita yang sekali-sekali tidak dapat keluar daripadanya? (QS Al-An'am : 122)
Al-Qur'an merupakan Ruh yang menyebar dalam seluruh penjuru hati maka ia akan menghidupkan setiap hati yang mati.
Allah swt berfirman :
"Dan demikianlah kami wahyukan kepadamu Ruh (Al-Qur'an) dengan perintah kami . Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya yang kami tunjuki dengan dia siapa yang kami tunjuki siapa yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami". (QS As-Syura : 52)
Ketika Ruh tersebut melekat ke dalam hati dan setiap penjurunya dipenuhi dengan cahaya iman, maka ia mampu mengusir hawa nafsu dan rasa cinta terhadap dunia dan kemudiannya akan mempengaruhi perilaku seorang hamba dan tujuan hidupnya.
Inilah yang dijelaskan oleh Rasulullah saw kepada para sahabatnya ketika ia ditanya tentang makna 'insyirah shadr' (keterbukaan dada) dalam firmanNya :
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk menerima agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? (QS Az-Zumar : 22)
Nabi saw menjelaskan :
“Apabila cahaya iman masuk, terbukalah hatinya” (untuk menerima kebenaran).”
Kami bertanya : “Wahai Rasulullah, apa ciri-cirinya?”
Rasulullah saw bersabda :
“Kerinduan kepada kampung keabadian, merasa jauh dari dunia yang menipu, bersiap-siap untuk menghadapi kematian sebelum ia datang."
KEHEBATAN MUKJIZAT ALQUR'AN
KEHEBATAN MUKJIZAT ALQUR'AN
Allah swt berfirman :
"Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung ganang dapat digoncangkan, atau bumi jadi terbelah, atau oleh kerananya, orang-orang yang sudah mati dapat berbicara (tentu Al-Qur'an itulah dia).” (QS Ar Ra'ad : 31)
Sesungguhnya Al-Qur'an memiliki pengaruh yang sangat kuat yang tidak mungkin kita bayangkan di mana Allah mengumpamakan kepada kita dengan suatu contoh :
"Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS Al-Hasyr : 21)
Gunung, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al-Qurtubi :
Gunung, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al-Qurtubi :
“Apabila Al-Qur'an ini diwahyukan kepadanya dengan susunan dan gaya bahasa yang indah yang mengandungi pelajaran-pelajaran berharga, maka kamu akan melihat gunung yang keras dan kukuh itu pecah dan hancur berkeping-keping kerana rasa takut kepada Allah".
Dalam contoh di atas, kita diperintahkan untuk merenungkan kekuatan pengaruh yang dimiliki oleh Al-Qur'an agar menjadi hujjah bagi semua manusia dan mematahkan dalih orang-orang yang beralasan bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mentadabbur Al-Qur'an.
JIN PUN BERIMAN
JIN PUN BERIMAN
Di antara bukti kemukjizatan Al-Qur'an dan kekuatannya yang hebat dalam mempengaruhi adalah sebagaimana yang berlaku terhadap sekelompok jin ketika mereka mendengarkan ayat Al-Qur'an.
Allah swt berfirman :
"Dan ingatlah ketika kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Al-Qur'an , maka tatkala mereka menghadiri pembacaannya lalu mereka berkata: "Diamlah kamu untuk mendengarkannya". Ketika pembacaannya telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk memberi peringatan) mereka berkata : ‘Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Al-Qur'an) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus. Wahai kaum kami , terimalah (seruan orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepadanya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan ) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan dapat melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah, mereka itu dalam kesesatan yang nyata." (QS Al-Ahqaf : 29-32)
BUKTI NYATA YANG SENTIASA DIINGATI
BUKTI NYATA YANG SENTIASA DIINGATI
Al-Qur'an memiliki pengaruh yang luar biasa pada setiap jiwa yang menyambutnya dan yang sentiasa berinteraksi dengan sebenar-benarnya dan menjadikannya sebagai petunjuk dan ubat.
Maka berlakulah perubahan secara besar-besaran dalam keperibadiannya, sebuah kehidupan dengan rancangan dan bentuk baru yang lebih dicintai dan diridhai oleh Allah swt.
Jika kita ragu akan perkara ini, marilah kita lihat apa yang berlaku kepada sahabat-sahabat Rasulullah saw.
Mereka adalah orang-orang yang berada dalam kesesatan dan kejahiliyahan yang nyata sebelum mereka masuk Islam. Kemudian, dalam keadaan yang demikian mereka masuk ke dalam "Projek Al-Qur'an" dan kemudiannya keluar sebagai manusia-manusia baru yang menjadi kebanggaan umat manusia sampai saat ini.
Ini merupakan sesuatu yang menakjubkan sebagai bukti bagi kemampuan kitab ini untuk mengubah apa yang ada dalam jiwa seseorang sampai ke akarnya.
Jika bukan demikian, siapa yang percaya bahwa sebuah umat yang hidup di tengah padang pasir, tidak mempunyai alas kaki, berpakaian sederhana, miskin, tidak dicatat dalam sejarah, yang dianggap remeh oleh kekuatan-kekuatan tamadun pada masa itu, apabila datangnya Al-Qur'an, ia :
- Mengubah dan membangun kembali keperibadian mereka dengan rancangan, bentuk, dan kehidupan yang benar-benar baru.
- Mengangkat cita-cita dan semangat putera-putera umat itu ke langit.
- Mengikatkan hati-hati mereka kepada Allah agar hanya Dialah menjadi satu-satunya tujuan.
Semua ini berlaku dalam waktu yang begitu singkat di mana kafilah ini berubah dengan begitu dramatik.
Benarlah Imam Hasan Al Banna dalam salah satu nasihatnya di mana ia pernah mengatakan :
"Kamu adalah ruh baru yang mengalir di tubuh umat yang menghidupkan tubuh yang mati dengan ruh Al-Qur'an."
Dari ungkapan ini sangat jelas bahwa seorang pendakwah mestilah sentiasa berada di tengah-tengah umat yang mampu menyejukkan dengan ruh penyejuk Al Qur`an.
Maka apakah yang berlaku selepas itu?
Janji Allah menjadi sesuatu yang nyata, sebagaimana yang dijanjikannya terhadap hamba-hambaNya ketika mereka telah menunaikan kewajiban untuk memperbaiki diri sendiri.
Allah swt berfirman :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu kaum sampai mereka mengubah diri apa yang ada dalam diri mereka sendiri." (QS Ar-Ra'ad : 11)
Dalam hitungan beberapa tahun, muncullah sebuah kekuatan baru dari kegersangan padang pasir untuk menghancurkan dinasti-dinasti zalim.
Bertukarlah timbangan kekuatan dan kemudian kepimpinan umat manusia beralih ke tangan mereka.
"Maka siapakah yang lebih menepati janji (selain) Allah?" (QS At-Taubah : 111)
BILA PERUBAHAN ITU BERLAKU?
BILA PERUBAHAN ITU BERLAKU?
Yang membuatkan Al-Qur'an mampu mengubah para sahabat Rasulullah saw secara drastik adalah disebabkan oleh faktor-faktor berikut :
- Interaksi yang baik antara Sahabat ra dengan Al-Qur'an setelah mereka mengetahui betapa berharganya Al-Qur'an dan mereka betul-betul memahami untuk apa Al-Qur'an diturunkan.
- Mereka menjadikan Rasulullah saw sebagai guru sekaligus qudwah bagi mereka.
Sungguh, Rasulullah saw telah menghidupkan nilai-nilai Al-Qur'an dengan perilakunya dan men’shibghah’ kehidupannya dengan Al-Qur'an seakan-akan baginda adalah Al-Qur'an yang berjalan di muka bumi iaitu :
- Membenci apa yang dibenci oleh Al-Qur'an.
- Ridha terhadap apa yang diridhai oleh Al-Qur'an.
Rasulullah saw membaca Al-Qur'an dengan perlahan-lahan dan tidak tergesa-gesa serta melantunkan dengan indah sebuah surah dalam Al-Qur'an sehingga dirasakan bacaannya lebih panjang dari surah itu sendiri.
Pernah Rasulullah saw qiyamullail sepanjang malam dengan mengulang-ulangi satu ayat dalam solatnya yang berbunyi :
"Jika Engkau mengazab mereka maka sesungguhnya mereka adalah hambaMu dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya Engkau adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (QS Al-Maaidah : 118)
Bahkan kita akan terpegun kagum terhadap pengaruh Al-Qur'an yang sangat kuat ke atas diri Rasulullah saw ketika baginda memberitakan kepada kita :
"Surah Hud dan seumpamanya (Al-Haaqqah, Al-Ma'arij, At-Takwir dan Al-Qaariah ) telah membuat rambutku beruban sebelum waktunya."
Adapun pengaruh Al-Qur'an ke atas jiwa para sahabat radhiyallahuanhum, maka sebaik-baik bukti adalah ketika kehidupan mereka bertukar dan tujuan hidup mereka berubah arah.
Jika kita ingin mengetahui kehidupan para sahabat dengan Al-Qur'an dan betapa kuatnya pengaruh Al-Qur'an terhadap mereka, maka mari kita lihat satu kisah dua orang sahabat yang berjaga malam dalam suatu peperangan :
Abbad bin Bisyr yang saling bergantian berjaga malam bersama Ammar bin Yasir dalam peperangan Dzaturriqa'.
Ia meminta Ammar dengan secara memaksa untuk tidur di awal malam agar ia dapat berjaga ketika ia melihat tempat tersebut aman, ia pun solat.
Maka datanglah salah seorang musyrikin memanahnya, ia pun mencabutnya dan meneruskan solatnya.
Kemudian musyrik tersebut melemparkan panahan yang kedua, ia cabut lagi dan menyempurnakan solatnya.
Apabila datang panahan yang ketiga kalinya, maka ia cabut dan menghentikan tilawah kemudian ia ruku' dan membangunkan Ammar sambil sujud.
Maka ketika Ammar menanyakan kenapa ia tidak membangunkannya sejak terlemparnya panahan yang pertama kali, ia pun menjawab :
"Sesungguhnya aku ketika itu sedang membaca satu surah dan aku tidak suka menghentikannya sampai aku menyempurnakannya, ketika terus menerus orang itu memanahku aku pun ruku' dan membangunkanmu. Demi Allah, kalau bukan kerana takut menyia-nyiakan perintah Rasulullah saw untuk menjaga perbatasan, tentu aku sudah terbunuh sebelum aku menghentikan bacaan atau menyelesaikannya."
BARAKAH AL-QUR'AN
Sesungguhnya, nilai keagungan Al-Qur'an itu terdapat pada makna-maknanya dan kemampuannya untuk :
- Mengadakan perubahan bagi pembacanya.
- Merancang kembali cara berfikir akalnya.
- Membangkitkan ruh dalam hatinya.
- Mendidik jiwanya agar tumbuh menjadi seorang yang mengenal Penciptanya iaitu Allah.
- Beribadah kepadaNya dengan ikhlas melalui ‘bashirah’ (mata hatinya).
Perkara di atas tidak akan benar-benar berlaku dengan hanya sekadar membaca sahaja, walaupun ia mengkhatamkannya beribu kali.
Ini diperkuatkan oleh para sahabat radhiyallahu anhum apabila dikatakan kepada Sayyidatina Aisyah ra :
“Sesungguhnya di antara orang-orang ada yang mengkhatamkan Al-Qur'an dua atau tiga kali dalam satu malam”, ia pun berkata: “Mereka membacanya tapi sebenarnya mereka tidak membaca, sungguh Rasulullah saw solat tahajjud semalam penuh, beliau membaca surah Al-Baqarah disambung surah Ali Imran dan surah An-Nisa’ tidak melalui satu ayat pun tentang khabar gembira kecuali ia berdoa pada Allah memintanya, dan tidak melalui satu ayat pun tentang ancaman kecuali ia berdoa agar dijauhkan darinya”.
Dari Abi Jasrah ia berkata, aku berkata kepada Ibnu Abbas, “Sesungguhnya aku membaca Al-Qur'an dengan cepat dan aku mengkhatamkannya dalam tiga hari”.
Ibnu Abbas pun berkata:
“Sungguh, membaca surah Al-Baqarah dalam satu malam kemudian aku mentadabburnya dan aku tartilkan bacaannya, lebih aku sukai daripada aku membaca seperti yang kamu katakan.”
Ibnu Mas'ud berwasiat :
“Janganlah kau membaca Al-Qur'an secepat kau membaca sya’ir, atau seperti buah kurma yang berguguran dari tangkainya, berhenti dan renungkanlah keajaiban-keajaibannya, gerakkanlah hatimu dengannya dan janganlah menjadikan akhir surah sebagai pusat perhatianmu."
Kenyataan ini juga diperkuatkan oleh Imam Al-Ajri dalam kitabnya ‘Akhlaq Hamalatil-Qur'an’ (Akhlaq Penghafal Al-Qur'an) :
“Sedikit mempelajari Al-Qur'an kemudian merenungkannya dan mentadabburnya lebih aku sukai daripada aku membaca banyak tanpa mentadabbur dan mentafakur, dan ayat-ayat Al-Qur'an dengan jelas menunjukkan demikian, begitu juga sunnah dan perkataan para pemimpin umat Islam”.
Imam Mujahid ditanya antara seseorang yang membaca surah Al Baqarah dan Ali Imran dengan seseorang yang membaca Al Baqarah sahaja dengan bacaan yang sama panjangnya, ruku' mereka sama, dan sujud mereka sama, mana antara mereka yang lebih utama?
Imam Mujahid pun berkata :
“(Yang lebih utama) yang membaca Al Baqarah sahaja, kemudian ia membaca :
“Dan Al-Qur'an itu kami turunkan secara beransur-ansur agar kamu membacakannya secara perlahan-lahan kepada manusia.” (QS Al-Isra’ : 106)
KEMBALIKAN UMAT KEPADA AL-QUR’AN
Manusia kini ramai dalam keadaan resah dan gelisah di mana akhlak mereka rosak dan sebenarnya, tidak ada tempat berlindung bagi mereka dari kejatuhannya ke jurang kehinaan selain kembali kepada ajaran Al-Qur’an.
“Keluarlah kamu berdua dari syurga itu bersama-sama, dalam keadaan sebahagian kamu menjadi musuh bagi sebahagian yang lain; sehingga datang kepada kamu petunjuk dariKu, maka siapa yang mengikuti petunjukKu itu, niscaya ia tidak akan tersesat dan tidak akan menderita. Dan barangsiapa yang berpaling dari mengingatiKu, maka sesungguhnya adalah baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan himpunkan dia pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha : 123-124)
Kaum muslimin seharusnya menjadi pembawa obor di tengah-tengah kegelapan berbagai sistem dan prinsip hidup yang ada. Mereka sepatutnya juga tidak terjebak dalam segala kehidupan yang bersifat hedonisma dan penuh dengan gemerlapan yang palsu.
Dengan Al-Qur’an, mereka sudah semestinya mampu menjadi pembimbing manusia yang kebingungan sehingga mereka dapat sampai ke pantai keselamatan.
Sepertimana kaum muslimin terdahulu, apabila mereka berpegang kepada Al-Qur’an, mereka mampu menegakkan sebuah negara, maka tidak boleh tidak pada masa kini pun kaum muslimin tentunya juga demikian.
a. Mereka beribadah dengan tilawahnya.
b. Mengambil cahaya dari kefahaman ulama salaf terdahulu yang sudah masyhur.
c. Menuntut umat agar melaksanakan hukum-hukumnya.
d. Mengajak masyarakat dan bersama mereka kita realisasikan tujuan ini yang merupakan tujuan hidup seorang muslim yang paling tinggi di dunia ini.
Ya Allah, jadikanlah kami orang-orang yang membaca dan mentadabbur Al-Qur’an sehingga ianya menambah kefahaman, memberi kesan kepada hati dan akhirnya mengubah kehidupan kami ke arah tujuan dan matlamat yang telah Engkau gariskan. Jauhkanlah kami dari sikap membaca secara harfiah semata-mata namun hati kami lalai dari memperhatikan dan merenung makna di sebalik ayat-ayat tersebut.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS