Beramal sedikit demi sedikit tetapi terus menerus boleh diibaratkan seperti menanam benih pohon di mana pohon itu adalah jiwa kita sendiri. Kemudian kita meletakkan baja dan menyiraminya dengan air di mana baja dan airnya adalah amal-amal ibadah dan keimanan yang tulus.
Melakukan amal ibadah dan amal soleh secara terus menerus, setahap demi setahap, ibarat membangun benteng diri yang kukuh.
Ia umpama mengurus batu-bata satu persatu secara terus menerus hingga akhirnya berdirilah sebuah bangunan yang megah. Inilah amal yang dicintai Allah, iaitu melakukan kebaikan dan ibadah tanpa henti meskipun hanya sedikit.
Sedikit dalam beramal yang dilakukan terus-menerus juga sama dengan memupuk dan menyiram pohon iman sehingga ia akan tetap tumbuh segar dan tidak layu. Hasilnya, jiwa terus terangkat menuju darjat yang lebih baik serta menjejaki tangga-tangga ke arah kesempurnaan.
Para sahabat dahulu merasakan kegelisahan yang amat sangat dalam diri mereka apabila pada diri mereka wujud sikap tidak istiqamah dalam kebaikan.
Mereka diterpa rasa bersalah yang sangat besar ketika dalam diri mereka terasa ada keadaan yang menjadikannya tidak melakukan amal baik secara terus menerus.
Perhatikanlah bagaimana suasana dan gelombang kegelisahan luar biasa yang menimpa sahabat Rasulullah saw yang bernama Handzalah.
Ia merasa tidak mampu untuk berterusan dan menjaga kestabilan ruhaninya ketika tidak bersama Rasulullah saw.
Suatu ketika, Handzalah yang juga salah seorang penulis Rasulullah saw itu mendatangi Abu Bakar ra dengan melontarkan perkataan yang mengejutkan.
"Handzalah telah berlaku munafiq.. Handzalah telah berlaku munafiq…" katanya.
Handzalah mengungkapkan bagaimana perilakunya berubah. Di kala ia bersama Rasulullah saw, ia benar-benar seperti melihat syurga dan neraka di depan mata. Tapi, setelah ia berada jauh dari Rasulullah saw, pulang ke rumah dan bertemu keluarga, keadaan jiwanya pun berubah.
Abu Bakar tersentak dan mengatakan :
"Demi Allah, ini mesti kita sampaikan kepada Rasulullah saw kerana aku juga mengalami hal yang sama."
Akhirnya, mereka berdua pergi mengadap Rasulullah saw dan menceritakan permasalahan tersebut.
Rasulullah saw mendengar kegelisahan dua sahabatnya dengan tenang sekali dan setelah selesai mengungkapkan masalah mereka, Rasulullah saw mengatakan :
"Demi Allah, seandainya kamu terus menerus dalam keadaan seperti ketika kamu bersamaku dalam ingatan kamu, niscaya malaikat akan menyalami kamu di atas tilam kamu dan ketika kamu sedang berjalan. Akan tetapi wahai Handzalah… sesaat demi sesaat…" (HR Muslim)
Pesanan yang dapat kita ambil dari peristiwa yang dialami oleh Handzalah dan Abu Bakar tersebut adalah pentingnya semangat berterusan dalam beramal dengan tetap memelihara kualiti beramal.
An Nawas bin Sam'an ra mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah menjelaskan tentang sifat istiqamah ibarat sebuah jalan yang lurus (shiraat).
"Allah memberi perumpamaan suatu jalan yang lurus (shiraat), di kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka. Pada tiap pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu diperingatkan, `Celaka kamu, jangan membuka, sungguh jika kamu membuka pasti akan masuk (neraka)'. Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terbuka ialah yang diharamkan Allah. Sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dan seruan di atas shirat ialah seruan nasihat dalam hati setiap orang muslim. (HR Ahmad, Tirmizi dan Nasa'ie)
Istiqamah tentunya tidak mudah untuk dilakukan. Sesiapapun yang ingin konsisten mencapai sebuah tujuan yang besar, pasti perlu melalui berbagai :
Ia umpama mengurus batu-bata satu persatu secara terus menerus hingga akhirnya berdirilah sebuah bangunan yang megah. Inilah amal yang dicintai Allah, iaitu melakukan kebaikan dan ibadah tanpa henti meskipun hanya sedikit.
Sedikit dalam beramal yang dilakukan terus-menerus juga sama dengan memupuk dan menyiram pohon iman sehingga ia akan tetap tumbuh segar dan tidak layu. Hasilnya, jiwa terus terangkat menuju darjat yang lebih baik serta menjejaki tangga-tangga ke arah kesempurnaan.
Para sahabat dahulu merasakan kegelisahan yang amat sangat dalam diri mereka apabila pada diri mereka wujud sikap tidak istiqamah dalam kebaikan.
Mereka diterpa rasa bersalah yang sangat besar ketika dalam diri mereka terasa ada keadaan yang menjadikannya tidak melakukan amal baik secara terus menerus.
Perhatikanlah bagaimana suasana dan gelombang kegelisahan luar biasa yang menimpa sahabat Rasulullah saw yang bernama Handzalah.
Ia merasa tidak mampu untuk berterusan dan menjaga kestabilan ruhaninya ketika tidak bersama Rasulullah saw.
Suatu ketika, Handzalah yang juga salah seorang penulis Rasulullah saw itu mendatangi Abu Bakar ra dengan melontarkan perkataan yang mengejutkan.
"Handzalah telah berlaku munafiq.. Handzalah telah berlaku munafiq…" katanya.
Handzalah mengungkapkan bagaimana perilakunya berubah. Di kala ia bersama Rasulullah saw, ia benar-benar seperti melihat syurga dan neraka di depan mata. Tapi, setelah ia berada jauh dari Rasulullah saw, pulang ke rumah dan bertemu keluarga, keadaan jiwanya pun berubah.
Abu Bakar tersentak dan mengatakan :
"Demi Allah, ini mesti kita sampaikan kepada Rasulullah saw kerana aku juga mengalami hal yang sama."
Akhirnya, mereka berdua pergi mengadap Rasulullah saw dan menceritakan permasalahan tersebut.
Rasulullah saw mendengar kegelisahan dua sahabatnya dengan tenang sekali dan setelah selesai mengungkapkan masalah mereka, Rasulullah saw mengatakan :
"Demi Allah, seandainya kamu terus menerus dalam keadaan seperti ketika kamu bersamaku dalam ingatan kamu, niscaya malaikat akan menyalami kamu di atas tilam kamu dan ketika kamu sedang berjalan. Akan tetapi wahai Handzalah… sesaat demi sesaat…" (HR Muslim)
Pesanan yang dapat kita ambil dari peristiwa yang dialami oleh Handzalah dan Abu Bakar tersebut adalah pentingnya semangat berterusan dalam beramal dengan tetap memelihara kualiti beramal.
An Nawas bin Sam'an ra mengatakan bahwa Rasulullah saw pernah menjelaskan tentang sifat istiqamah ibarat sebuah jalan yang lurus (shiraat).
"Allah memberi perumpamaan suatu jalan yang lurus (shiraat), di kanan-kiri jalan ada dinding dan di pagar ada pintu-pintu terbuka. Pada tiap pintu ada tabir yang menutupi pintu, dan di muka jalan ada suara berseru, "Hai manusia masuklah ke jalan ini, dan jangan berbelok dan di atas jalanan ada seruan, maka bila ada orang yang akan membuka pintu diperingatkan, `Celaka kamu, jangan membuka, sungguh jika kamu membuka pasti akan masuk (neraka)'. Shiraat itu ialah Islam, dan pagar itu batas-batas hukum Allah dan pintu yang terbuka ialah yang diharamkan Allah. Sedang seruan di muka jalan itu ialah kitab Allah, dan seruan di atas shirat ialah seruan nasihat dalam hati setiap orang muslim. (HR Ahmad, Tirmizi dan Nasa'ie)
Istiqamah tentunya tidak mudah untuk dilakukan. Sesiapapun yang ingin konsisten mencapai sebuah tujuan yang besar, pasti perlu melalui berbagai :
- Penderitaan.
- Kesulitan.
- Keadaan yang tidak disukai.
Tanpa istiqamah, tanpa kesinambungan dan tanpa berterusan dalam beramal, matlamat suatu pekerjaan tidak akan berhasil sesuai dengan harapan.
Di sinilah kita memerlukan petunjuk untuk menerapkan amal secara bijaksana.
Sesungguhnya istiqamah, berterusan dan berkesinambungan dalam suatu amal adalah agak sukar untuk diterapkan kecuali dengan memilih jalan :
Di sinilah kita memerlukan petunjuk untuk menerapkan amal secara bijaksana.
Sesungguhnya istiqamah, berterusan dan berkesinambungan dalam suatu amal adalah agak sukar untuk diterapkan kecuali dengan memilih jalan :
- Pertengahan.
- Tidak berlebihan.
- Tidak bertentangan dengan kemampuan untuk melakukannya.
Rasulullah saw mengaitkan istiqamah dengan sikap tidak berlebih-lebihan.
Perhatikanlah sabda baginda saw yang berbunyi :
"Luruskanlah dirimu dan janganlah berlebih-lebihan, ketahuilah bahwa tiada seorangpun yang dapat selamat berdasarkan amalnya semata-mata, para sahabat bertanya, "Walaupun anda sendiri ya, Rasulullah?", beliau menjawab, "Demikian pula saya tidak dapat selamat kecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan kurniaNya atas diriku". (HR lbnu Majah)
Bersikap lurus dan tidak berlebih-lebihan semuanya adalah selari dan saling memerlukan. Sikap istiqamah tidak akan berlaku bagi seseorang yang melakukan amal secara berlebihan. Di sudut lain, amal yang melewati keupayaan seseorang, pasti akan mematahkan amal.
Yang dituntut dari kita adalah, jika tidak mampu melakukan secara istiqamah, hendaknya mendekatinya, oleh kerana itu, segala amal mesti dilakukan secara sederhana dan pertengahan.
Rasulullah saw bersabda :
"Ikutilah petunjuk yang sederhana (tengah-tengah) kerana orang yang kaku dan keras menjalankan agama ini akan dikalahkan olehnya." (HR Ahmad, Hakim dan Baihaqi)
Sungguh bijaksana sekali nasihat yang keluar dari lisan Rasulullah saw :
"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus walaupun hanya sedikit". (HR Bukhari dan Muslim)
Tidak ada kebahagiaan yang diperolehi secara mudah.
Perhatikanlah sabda baginda saw yang berbunyi :
"Luruskanlah dirimu dan janganlah berlebih-lebihan, ketahuilah bahwa tiada seorangpun yang dapat selamat berdasarkan amalnya semata-mata, para sahabat bertanya, "Walaupun anda sendiri ya, Rasulullah?", beliau menjawab, "Demikian pula saya tidak dapat selamat kecuali bila Allah melimpahkan rahmat dan kurniaNya atas diriku". (HR lbnu Majah)
Bersikap lurus dan tidak berlebih-lebihan semuanya adalah selari dan saling memerlukan. Sikap istiqamah tidak akan berlaku bagi seseorang yang melakukan amal secara berlebihan. Di sudut lain, amal yang melewati keupayaan seseorang, pasti akan mematahkan amal.
Yang dituntut dari kita adalah, jika tidak mampu melakukan secara istiqamah, hendaknya mendekatinya, oleh kerana itu, segala amal mesti dilakukan secara sederhana dan pertengahan.
Rasulullah saw bersabda :
"Ikutilah petunjuk yang sederhana (tengah-tengah) kerana orang yang kaku dan keras menjalankan agama ini akan dikalahkan olehnya." (HR Ahmad, Hakim dan Baihaqi)
Sungguh bijaksana sekali nasihat yang keluar dari lisan Rasulullah saw :
"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus walaupun hanya sedikit". (HR Bukhari dan Muslim)
Tidak ada kebahagiaan yang diperolehi secara mudah.
Bahkan tingkatan kesulitan dan kemudahan sesuatu proses untuk mencapai kebahagiaan akan menjadi bahagian yang penting bagi menentukan kadar kebahagiaan yang akan kita perolehi.
Ingatlah, semua manfaat tidak akan datang kecuali dengan rasa penat lelah. Kenikmatan itu bahkan datang sesuai dengan kadar kepenatan dan keletihan untuk memperolehinya.
Oleh sebab itu, kebahagiaan di akhirat mesti ditempuh dengan :
Ingatlah, semua manfaat tidak akan datang kecuali dengan rasa penat lelah. Kenikmatan itu bahkan datang sesuai dengan kadar kepenatan dan keletihan untuk memperolehinya.
Oleh sebab itu, kebahagiaan di akhirat mesti ditempuh dengan :
- Keletihan dalam beramal.
- Kesulitan untuk meraihnya.
Allah swt menyebutkan bahwa untuk masuk syurga sekalipun, orang-orang yang beriman mesti melalui proses ujian dan penyaringan seperti yang dijelaskan oleh Allah swt :
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (sahaja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka belum diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS Al Ankabut 1- 3)
Berterusan dalam beramal memang sesuatu yang sukar di mana ia memerlukan :
"Alif laam miim. Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (sahaja) mengatakan : "Kami telah beriman", sedang mereka belum diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS Al Ankabut 1- 3)
Berterusan dalam beramal memang sesuatu yang sukar di mana ia memerlukan :
- Pengorbanan.
- Kekuatan mujahadah (kesungguhan) melawan keinginan yang boleh mematahkan semangat penerusan amal.
- Kepasrahan dan ketundukan penuh kepada Allah swt untuk meraih tenaga yang mampu mengalahkan rasa sombong dan ujub.
- Kesabaran berlipat kali ganda untuk mampu bertahan menjalani berbagai halangan dan rintangan yang pasti dijumpai dalam memelihara penerusan amal.
Namun, itulah harga yang mesti dibayar untuk kenikmatan syurga di akhirat. Bahkan bukan hanya di akhirat, sesungguhnya buah penerusan amal itu, meskipun sedikit, sudah boleh dipetik sejak di dunia lagi.
Ada beberapa sebab mengapa amal yang sedikit tapi berterusan jauh lebih baik daripada amal besar yang tidak berkesinambungan.
PERTAMA : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH TANDA KEIKHLASAN.
Ibadah yang dilakukan yang hanya bersifat sementara, mengikut kesesuaian waktu, tidak berterusan dan sesuai dengan keadaan semata-mata adalah tanda keikhlasan yang belum sempurna. Ini adalah kerana secara umumnya, aktiviti ibadah yang dilakukan tidak secara terus menerus lebih dimotivasi oleh keadaan lahiriah dan urusan duniawi.
Pendekatan diri kepada Allah hanya dilakukan ketika ia :
Ada beberapa sebab mengapa amal yang sedikit tapi berterusan jauh lebih baik daripada amal besar yang tidak berkesinambungan.
PERTAMA : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH TANDA KEIKHLASAN.
Ibadah yang dilakukan yang hanya bersifat sementara, mengikut kesesuaian waktu, tidak berterusan dan sesuai dengan keadaan semata-mata adalah tanda keikhlasan yang belum sempurna. Ini adalah kerana secara umumnya, aktiviti ibadah yang dilakukan tidak secara terus menerus lebih dimotivasi oleh keadaan lahiriah dan urusan duniawi.
Pendekatan diri kepada Allah hanya dilakukan ketika ia :
- Sedang memerlukanNya.
- Sedang mengalami kesulitan.
- Tertimpa musibah.
- Diuji dengan kesempitan dan kesusahan.
- Meminta agar Allah menolong dan membantunya meringankan penderitaan.
Namun, ketika semua kesulitan dan penderitaan itu telah hilang, ia pun meninggalkan amal-amal ibadah yang sebelumnya dilakukannya.
Perhatikan firman Allah swt berikut :
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (dihilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (QS Yunus : 12)
Berbeza dengan hamba Allah yang ikhlas, yang tetap istiqamah melakukan ibadah dan amal soleh. Ketika diuji dengan kesulitan, ia duduk bersimpuh dan sujud memohon pertolongan Allah dan ketika diberi kelapangan, ia akan semakin banyak bersyukur dan mendekatkan diri kepada Allah yang melapangkan kehidupannya.
KEDUA : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH MATA AIR DAMAI DAN NYAMAN.
Setiap kita memerlukan rasa :
Perhatikan firman Allah swt berikut :
"Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat) seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (dihilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan." (QS Yunus : 12)
Berbeza dengan hamba Allah yang ikhlas, yang tetap istiqamah melakukan ibadah dan amal soleh. Ketika diuji dengan kesulitan, ia duduk bersimpuh dan sujud memohon pertolongan Allah dan ketika diberi kelapangan, ia akan semakin banyak bersyukur dan mendekatkan diri kepada Allah yang melapangkan kehidupannya.
KEDUA : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH MATA AIR DAMAI DAN NYAMAN.
Setiap kita memerlukan rasa :
- Nyaman.
- Damai.
- Tenang.
Itulah di antara buah istiqamah dalam kebaikan yang dilakukan. Amal soleh, apalagi yang dilakukan secara terus-menerus, meskipun sedikit akan menciptakan suasana damai dan tenang di dalam hati.
Kesinambungan ibadah dalam berbagai bentuknya akan membina jiwa seseorang menjadi lebih dekat dengan Allah swt. Penerusan dalam melakukan ibadah itulah yang membentuk jiwa menjadi seperti itu.
Kebahagiaan dan kelazatan dalam hati orang-orang yang dekat dengan Allah tidak mampu dirasakan kecuali oleh mereka yang merasakan kebahagiaan itu.
Lihatlah perkataan para salafussoleh :
"Kasihan sekali orang-orang yang lalai itu. Mereka keluar dari dunia tapi mereka belum merasakan puncak manisnya dunia."
Puncak kemanisan dunia bagi mereka ada pada kedamaian dan kenikmatan hidup bersama Allah swt.
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam kitabnya `Ighatsatul Lahfan' :
"Andainya para raja dan para pembesar itu mengetahui kenikmatan apa yang dirasakan oleh para ahli taqwa, niscaya mereka akan berusaha merebut kenikmatan itu dengan pedang terhunus."
Ibnu Taimiyah ketika di dalam penjara justeru merasakan kenikmatan ujian itu. Dalam sepucuk surat kepada murid-muridnya ia menulis :
"Kami Alhamdulillah dan syukur pada Allah, berada dalam kenikmatan agung yang setiap hari terus bertambah. Allah memperbaharui nikmatNya demi nikmatnya yang lain. Saya dalam keadaan baik. Kedua mata saya bahkan lebih baik dari sebelumnya. Kami berada dalam nikmat yang sangat besar, yang tidak mampu dihitung dan dihisab."
KETIGA : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH STRATEGI.
Perbuatan manusia itu memiliki beberapa tingkatan. Ada perbuatan yang paling mulia dan dicintai oleh Allah swt berbanding perbuatan lainnya.
Allah swt berfirman :
"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid Al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi darjatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS At-Taubah : 19-20)
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa :
"Iman itu memiliki enam puluh lebih cabang (atau tujuh puluh lebih) yang paling tinggi adalah Laa ilaaha illa Allah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan penghalang yang ada di jalan."
Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan iman itu bermacam-macam nilai dan tingkatannya.
Amir As Sya'bi, seorang tabiin menceritakan bahwa suatu ketika beberapa orang keluar dari Kufah dan menyendiri untuk melakukan ibadah.
Kemudian Abdullah bin Mas'ud diberitahu tentang keadaan mereka. Ibnu Mas'ud mendatangi mereka dan mereka sangat gembira dengan kedatangan Ibnu Mas'ud.
Ibnu Mas'ud bertanya : "Apa yang membuat kamu melakukan perkara ini?"
Mereka mengatakan : "Kami ingin keluar dari keramaian manusia dan melakukan ibadah."
Ibnu Mas'ud berkata : "Kalau seandainya manusia melakukan semuanya seperti apa yang kamu lakukan, siapa yang akan berperang melawan musuh?"
Menurut Ibnul Qayyim, orang yang dikatakan sangat pemberani adalah :
Kesinambungan ibadah dalam berbagai bentuknya akan membina jiwa seseorang menjadi lebih dekat dengan Allah swt. Penerusan dalam melakukan ibadah itulah yang membentuk jiwa menjadi seperti itu.
Kebahagiaan dan kelazatan dalam hati orang-orang yang dekat dengan Allah tidak mampu dirasakan kecuali oleh mereka yang merasakan kebahagiaan itu.
Lihatlah perkataan para salafussoleh :
"Kasihan sekali orang-orang yang lalai itu. Mereka keluar dari dunia tapi mereka belum merasakan puncak manisnya dunia."
Puncak kemanisan dunia bagi mereka ada pada kedamaian dan kenikmatan hidup bersama Allah swt.
Imam Ibnul Qayyim menyebutkan dalam kitabnya `Ighatsatul Lahfan' :
"Andainya para raja dan para pembesar itu mengetahui kenikmatan apa yang dirasakan oleh para ahli taqwa, niscaya mereka akan berusaha merebut kenikmatan itu dengan pedang terhunus."
Ibnu Taimiyah ketika di dalam penjara justeru merasakan kenikmatan ujian itu. Dalam sepucuk surat kepada murid-muridnya ia menulis :
"Kami Alhamdulillah dan syukur pada Allah, berada dalam kenikmatan agung yang setiap hari terus bertambah. Allah memperbaharui nikmatNya demi nikmatnya yang lain. Saya dalam keadaan baik. Kedua mata saya bahkan lebih baik dari sebelumnya. Kami berada dalam nikmat yang sangat besar, yang tidak mampu dihitung dan dihisab."
KETIGA : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH STRATEGI.
Perbuatan manusia itu memiliki beberapa tingkatan. Ada perbuatan yang paling mulia dan dicintai oleh Allah swt berbanding perbuatan lainnya.
Allah swt berfirman :
"Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid Al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi darjatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan." (QS At-Taubah : 19-20)
Dalam hadits shahih disebutkan bahwa :
"Iman itu memiliki enam puluh lebih cabang (atau tujuh puluh lebih) yang paling tinggi adalah Laa ilaaha illa Allah dan yang paling rendah ialah menyingkirkan penghalang yang ada di jalan."
Hal ini menunjukkan bahwa tingkatan iman itu bermacam-macam nilai dan tingkatannya.
Amir As Sya'bi, seorang tabiin menceritakan bahwa suatu ketika beberapa orang keluar dari Kufah dan menyendiri untuk melakukan ibadah.
Kemudian Abdullah bin Mas'ud diberitahu tentang keadaan mereka. Ibnu Mas'ud mendatangi mereka dan mereka sangat gembira dengan kedatangan Ibnu Mas'ud.
Ibnu Mas'ud bertanya : "Apa yang membuat kamu melakukan perkara ini?"
Mereka mengatakan : "Kami ingin keluar dari keramaian manusia dan melakukan ibadah."
Ibnu Mas'ud berkata : "Kalau seandainya manusia melakukan semuanya seperti apa yang kamu lakukan, siapa yang akan berperang melawan musuh?"
Menurut Ibnul Qayyim, orang yang dikatakan sangat pemberani adalah :
- Orang yang langsung berhadapan dengan musuh dengan senjatanya. Posisinya di barisan pejuang dan jihadnya melawan musuh-musuh Allah itu lebih baik dari haji, puasa dan sedekah.
- Orang yang mengetahui sunnah, hukum halal haram, jalan kebaikan dan keburukan, kemudian ia tetap bergaul dengan manusia mengajarkan mereka dan menasihati mereka tentang Islam itu lebih baik daripada ia menyendiri melakukan solat dan menghabiskan waktu untuk membaca Al Qur'an dan tasbih.
KEEMPAT : BERTERUSAN WALAU SEDIKIT ADALAH BAHAN BAKAR UTAMA.
Mengikut Ibnul Qayyim, orang yang ingin mencari ridha Allah dan memperolehi kebahagiaan akhirat dan bahkan setiap orang yang ingin mencapai matlamatnya tidak akan tercapai kepada tujuannya kecuali dengan dua kekuatan :
Mengikut Ibnul Qayyim, orang yang ingin mencari ridha Allah dan memperolehi kebahagiaan akhirat dan bahkan setiap orang yang ingin mencapai matlamatnya tidak akan tercapai kepada tujuannya kecuali dengan dua kekuatan :
- Kekuatan ilmu.
- Kekuatan amal.
Kekuatan ilmu akan menerangkan jalan dan meletakkan pelakunya agar sampai pada tujuannya, terhindar dari bahaya dan tempat-tempat yang terlarang atau menjadikannya tersesat.
Kekuatan amal adalah kekuatan untuk istiqamah dan tetap berusaha meneruskan perjalanan. Usaha untuk dapat bertahan dan istiqamah meneruskan perjalanan adalah dengan mengetahui dan memanfaatkan kemudahan yang diberikan Allah dalam beribadah.
Maka, kita mesti berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan amal perbuatan setiap saat serta mempunyai komitmen yang tinggi pada jalan kebaikan.
Sikap berlebihan dan pemaksaan diri dalam melakukan amal, tidak jarang dapat mengeluarkan seseorang dari jalur yang benar akibat diterpa oleh kejenuhan dan rasa bosan.
Mari kita dengar sebuah cerita dari Buraidah yang suatu ketika pergi keluar rumah untuk sebuah keperluan. Kebetulan ketika itu ia bertemu dengan Rasulullah saw dan berjalan bersamanya.
"Dia memegang tangan saya, dan kami bersama-sama pergi. Kemudian di depan kami ada seorang lelaki yang memperpanjangkan ruku' dan sujudnya.
Nabi saw bertanya :
"Apakah kamu melihat bahwa orang itu melakukan riya'?"
Aku berkata : “Allah dan RasulNya yang lebih tahu."
Kemudian beliau melepaskan tanganku, dan membetulkan kedua tangan orang itu dan mengangkatnya sambil bersabda :
"Ikutilah petunjuk yang pertengahan. " (Disebutkan oleh al-Haitsami dan Ahmad dalam Majma'Az Zawaaid)
Sesungguhnya, amal yang berterusan pasti berat dilakukan, namun, itu biasanya berlaku hanya pada awalnya sahaja. Ibarat memutar sebuah roda. Terasa berat hanya pada awal putaran tetapi pada putaran kedua, ketiga dan seterusnya, roda itu akan lebih mudah diputar.
Demikianlah juga dengan keadaan jiwa manusia. Maka marilah kita penuhi usia yang masih tersisa ini dan yang terpenting dalam hidup ini adalah terus menerus melakukan amal hingga ajal menjemput.
Ya Allah, berilah kekuatan kepada kami supaya kami dapat melakukan sesuatu amal dengan berterusan dan hanya mengharapkan wajahMu. Hadirkanlah rasa nikmat di dalam hati kami semasa kami melaksanakannya sehingga kami akan terus menggandakan usaha sehingga tercapai cita-cita dan matlamat kami iaitu samada mendapat pertolongan dan kemenangan yang dekat dariMu atau mati syahid menuju ke syurgaMu yang dirindui.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS
Kekuatan amal adalah kekuatan untuk istiqamah dan tetap berusaha meneruskan perjalanan. Usaha untuk dapat bertahan dan istiqamah meneruskan perjalanan adalah dengan mengetahui dan memanfaatkan kemudahan yang diberikan Allah dalam beribadah.
Maka, kita mesti berusaha sekuat tenaga untuk meningkatkan amal perbuatan setiap saat serta mempunyai komitmen yang tinggi pada jalan kebaikan.
Sikap berlebihan dan pemaksaan diri dalam melakukan amal, tidak jarang dapat mengeluarkan seseorang dari jalur yang benar akibat diterpa oleh kejenuhan dan rasa bosan.
Mari kita dengar sebuah cerita dari Buraidah yang suatu ketika pergi keluar rumah untuk sebuah keperluan. Kebetulan ketika itu ia bertemu dengan Rasulullah saw dan berjalan bersamanya.
"Dia memegang tangan saya, dan kami bersama-sama pergi. Kemudian di depan kami ada seorang lelaki yang memperpanjangkan ruku' dan sujudnya.
Nabi saw bertanya :
"Apakah kamu melihat bahwa orang itu melakukan riya'?"
Aku berkata : “Allah dan RasulNya yang lebih tahu."
Kemudian beliau melepaskan tanganku, dan membetulkan kedua tangan orang itu dan mengangkatnya sambil bersabda :
"Ikutilah petunjuk yang pertengahan. " (Disebutkan oleh al-Haitsami dan Ahmad dalam Majma'Az Zawaaid)
Sesungguhnya, amal yang berterusan pasti berat dilakukan, namun, itu biasanya berlaku hanya pada awalnya sahaja. Ibarat memutar sebuah roda. Terasa berat hanya pada awal putaran tetapi pada putaran kedua, ketiga dan seterusnya, roda itu akan lebih mudah diputar.
Demikianlah juga dengan keadaan jiwa manusia. Maka marilah kita penuhi usia yang masih tersisa ini dan yang terpenting dalam hidup ini adalah terus menerus melakukan amal hingga ajal menjemput.
Ya Allah, berilah kekuatan kepada kami supaya kami dapat melakukan sesuatu amal dengan berterusan dan hanya mengharapkan wajahMu. Hadirkanlah rasa nikmat di dalam hati kami semasa kami melaksanakannya sehingga kami akan terus menggandakan usaha sehingga tercapai cita-cita dan matlamat kami iaitu samada mendapat pertolongan dan kemenangan yang dekat dariMu atau mati syahid menuju ke syurgaMu yang dirindui.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS