“Tidaklah sama orang-orang beriman yang duduk (tidak pergi jihad) tanpa memiliki uzur (alasan yang benar), dibanding dengan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya. Allah mengutamakan satu darjat bagi orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya di atas orang-orang yang duduk sahaja. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (syurga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar.” (QS An Nisaa’ : 95)
Imam Ibnu Katsir menyebut di dalam ‘Tafsir Al Qur’anul Azhim’ bahwa :
Menurut Abdullah bin Abbas ra, ayat ini bercerita tentang perang Badar dan orang-orang yang menyertainya di dalamnya.
Ketika berlaku perang Badar, bertanyalah Abdullah bin Jahsy dan Abdullah bin Ummi Maktum, “Wahai Rasulullah, kami berdua buta, adakah rukhshah bagi kami?” maka turunlah ayat “Tidaklah sama orang-orang beriman yang duduk (tidak pergi jihad) tanpa uzur” .
Allah ‘Azza wa Jalla mengutamakan para mujahidin di atas orang yang tidak berangkat untuk jihad, maksudnya adalah jika orang itu tidak berangkat tanpa memiliki alasan syar’ie (uzur).
Begitu pula ayat “Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar” adalah ditujukan kepada orang beriman yang tidak berangkat tanpa ada alasan syar’ie.
Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas.
PERTAMA :
Allah ‘Azza wa Jalla menceritakan tentang dua jenis orang beriman, iaitu :
- ‘Mu’min mujahid’ (mu’min yang berjihad).
- ‘Mu’min qa’id’ (mu’min yang duduk dan tidak berjihad).
di mana Allah melebihkan ‘mu’min mujahid’ di atas ‘mu’min qa’id’ sebanyak satu darjat dan pahala yang besar.
KEDUA :
Ayat ini tidaklah mencela ‘mu’min qa’id’, tapi ia memberikan rangsangan agar kita menjadi ‘mu’min mujahid’ kerana Allah swt telah menyediakan balasan yang besar bagi mereka.
KETIGA :
Dari ayat yang mulia ini, kita mengetahui tentang adanya orang yang memang beriman tapi enggan berjihad walaupun pada hakikatnya tidak sepatutnya bagi orang yang beriman tapi meninggalkan amal soleh.
Seringkali orang yang enggan bergerak memiliki alasan untuk itu samada alasan yang logik dan syar’ie atau yang alasan yang sengaja dicari-cari. Namun alasan apapun, Allah swt lebih mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Ada juga yang berdalih dengan ayat:
“Dan tidak sepatutnya orang mu’min semuanya pergi berjihad, mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS At Taubah : 122)
Padahal ayat ini bukanlah hujjah (alasan) bagi mereka yang diam-diam sahaja. Justeru ayat ini hujjah bagi mereka yang pergi berjihad.
Berkata Imam Hasan Al Bashri ra sebagaimana yang dinukilkan oleh Ibnu Katsir di dalam kitab tafsirnya :
“Hendaknya orang-orang yang keluar itu mempelajari dengan apa-apa yang Allah kehendaki atas diri mereka berupa kemenangan dan pertolongan bagi mereka atas kaum musyrkin, dan mereka memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka kembali nantinya.”
Apa yang dkatakan oleh Imam Hasan Al Bashri ini disokong pula oleh Imam Ibnu Jarir At Thabari bahwa hendaknya ada sekelompok pasukan yang mempelajari bagaimana menolong agama Allah, umat Islam dan para sahabat Nabi dari kekuatan musuhnya dan orang kafir.
Secara hakikinya makna ‘tafaqquh’ di sini adalah mempelajari cara untuk memenangkan Islam atas orang-orang musyrik.
Maka, adalah tidak benar sesetengah kalangan yang menggunakan ayat di atas sebagai dalil untuk meninggalkan perjuangan Islam hanya demi mempelajari ilmu-ilmu dunia semata-mata untuk kepentingan dunia.
Mari kita renung ucapan Syeikh Abdullah ‘Azzam berikut ini :
“Sesungguhnya agama ini tidak akan dapat difahami kecuali oleh orang-orang yang berjihad untuk merealisasikan secara nyata di bumi. Adapun orang yang menghabiskan hidupnya di antara lembaran kitab dan fiqh, tidak akan dapat memahami tabiat agama ini kecuali mereka berjihad untuk membelanya. Agama ini tidak dapat difahami rahsia-rahsianya oleh orang faqih yang hanya duduk-duduk, kerana fiqh itu tidak diambil kesimpulannya kecuali dari perjalanan kehidupan berharakah bersama agama ini di alam realiti.”
Sayyid Qutb pula berkata :
“Sesungguhnya fiqh tidak dipelajari dari seorang ‘alim yang duduk-duduk semata-mata, Sesungguhnya agama Allah ini tidak dipelajari dari seorang ‘alim yang duduk dan beku.”
Dalam kesempatan lain ia berkata : “Sesungguhnya duduk meninggalkan jihad adalah tanda cacatnya aqidah dan lemahnya pemahaman agama.”
KENAPA KITA MESTI BERAMAL?
PERTAMA :
Allah ‘Azza wa Jalla, Rasulullah saw dan orang-orang beriman melihat amal kita. Iman dan amallah yang menentukan kemuliaan dan kehinaan manusia dan untuk amallah kenapa Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan kita. Begitu pula yang terpenting, Allah ‘Azza wa Jalla melihat amal terbaik (ahsanu ‘amala), bukan amal terbanyak.
“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS Al Mulk : 2)
“Dan katakanlah, ‘Beramallah kamu, maka Allah, RasulNya, dan Orang-orang beriman akan melihat amalmu’ ” (QS At Taubah : 105)
Dari Abu Hurairah ra,, bahwa Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya Allah tidak melihat jasad dan penampilan kamu, tetapi Allah melihat hati-hati dan amal-amal kamu.” (HR Muslim)
KEDUA :
Amal soleh di dunia adalah hujjah (alasan) bagi kita di depan mahkamah Allah pada hari perhitungan nanti. Walau hasilnya jauh dari yang diharapkan bahkan banyak menemui kegagalan, paling tidak kita telah berbuat dan memiliki simpanan amal di dunia yang boleh dibanggakan di akhirat kelak.
Allah swt berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, ‘Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang keras?’ Mereka menjawab, ‘Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertaqwa.’” (QS Al A’raf : 164)
KETIGA :
Amal soleh adalah tiket bagi manusia menuju syurga. Apa yang kita perbuat di dunia dengan tujuan mengharapkan syurgaNya adalah suatu kebenaran dan diakui oleh syara’ kerana dunia adalah ladang bagi akhirat. Dunia adalah tempat menanam dan berjuang sedangkan akhirat adalah tempat kita menuai hasilnya.
Sungguh, mengharapkan syurga dan mengharapkan ridhaNya bukanlah dua perkara yang bertentangan kerana orang yang mendapatkan ridhaNya pastilah tempatnya di syurga, sebagaimana penduduk syurga adalah pasti orang yang telah diridhaiNya.
Ini sebagaimana ayat Allah swt :
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhaiNya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam syurgaKu.” (QS Al Fajr : 27- 30)
KEEMPAT :
Adanya permusuhan orang-orang kafir yang terus-menerus. Sejak fajar dakwah Islam bersinar, kaum kafirin tidak pernah ridha dengan agama ini dan pemeluknya. Mereka membenci Rasulullah saw dan para sahabat dengan memberikan julukan-julukan yang hina dan gambaran dusta yang disebarkan. Kebencian ini terus menerus berlaku dari masa ke semasa hingga ke hari ini, bahkan selamanya.
Allah swt berfirman:
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka ruku’ dan sujud mencari kurnia Allah dan keridhaanNya. Pada wajah mereka nampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan Injil, iaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya, kerana Allah hendak membuat jengkel hati orang-orang kafir terhadap orang-orang beriman. Allah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal soleh, ampunan dan pahala yang besar.” (QS Al Fath : 29)
“Dan tidak akan pernah senang kepadamu selamanya, orang-orang Yahudi dan Nashrani, sehingga kamu mengikuti ‘millah’ mereka.” (QS Al Baqarah : 120)
Disebabkan oleh kebencian inilah mereka bersatu antara satu sama lain.
“Dan orang-orang kafir, sebahagian mereka melindungi sebahagian yang lain.” (QS Al Anfal : 73)
Walaupun mereka bersatu, sebenarnya hati mereka bermusuhan antara satu sama lain.
“Kamu kira mereka bersatu padahal hati-hati mereka berpecah-belah.” (QS Al Hasyr : 14)
Demikianlah, permusuhan mereka ini membuatkan mereka sentiasa :
- Mengintai.
- Membuat perancangan jahat.
- Memasang perangkap.
- Membuat penyerangan.
terhadap kaum muslimin.
Mereka mengetahui kelemahan umat ini, menyusup ke dalam barisannya dan rela berkorban untuk melaksanakan agenda jahat mereka sementara umat ini, apakah yang sedang kita lakukan?
DARI MANA KITA BERMULA?
Telah jelas berdasarkan alasan syar’ie dan waqi’e, kenapa kita mesti bergerak. Maka, bukan waktunya lagi bagi para aktivis dakwah bersikap diam, merungut, bermuram durja, hanya mampu menyalahkan keadaan dan gagal bergaul dengan masyarakat.
Bertambah buruk lagi jika lahirnya ‘Su’u Zhan’ terhadap saudaranya yang bergerak hanya kerana ada sesuatu yang tidak berkenan di hatinya. Lebih buruk lagi jika perkara-perkara itu sifatnya sangat remeh dan tidak berdasarkan prinsip.
Akhirnya aktivis dakwah seperti itu hanya disibukkan dengan apa yang berkecamuk di fikirannya sendiri, hatinya sempit dan ingin keluar dari lingkungan dakwah hanya kerana ketidakmampuan beradaptasi dengan lingkungan dan para aktivis lainnya.
Alangkah baiknya jika kita menerima keadaan seadanya kerana walaubagaimana sekalipun juga, orang yang bergerak lalu ada berlaku kesalahan masih lebih baik dibandingkan dengan orang yang tiada kesalahan namun tidak ada sesuatu yang dilakukannya kerana kesalahan orang yang beramal akan terhapus oleh kebaikan yang menyusulinya. Bukankah demikian?
Namun dari mana kita memulai amal ini?
Dalam hal ini, potret perjuangan Rasulullah saw adalah contoh terbaik untuk diteladani oleh para pejuang.
Imam Malik rahimahullah mengatakan :
“Islam tidak akan tegak kecuali dengan cara pertama kali ia ditegakkan.”
PERTAMA : PENANAMAN AQIDAH
Inilah yang mesti dilakukan oleh para pejuang Islam kerana seruan inilah yang pertama kali dilakukan oelh Rasulullah saw iaitu ‘ani’budullah wajtanibuth thaghut’ (mengabdi kepada Allah dan menjauhi thaghut) bahkan inilah juga yang diperjuangkan oleh para anbia’ sebelumnya.
Di sebalik aqidah yang kuat dan bersih, terdapat kekuatan yang maha dahsyat yang mampu merubah :
- Yang lemah menjadi kuat.
- Yang pengecut menjadi pemberani.
Kekuatan aqidah adalah kekuatan ‘revolusi’ yang merubah secara drastik keadaan Arab jahiliyah menjadi Arab yang berperadaban. Kekuatan inilah yang merubah Bilal bin Rabah dari seorang hamba menjadi mulia, bahkan dialah yang membunuh dengan tangannya sendiri Umayyah bin Khalaf, bekas majikannya yang begitu kejam ketika jahiliyah.
Kekuatan aqidah inilah yang menjadikan umat Islam menjadi pemimpin dunia selama beberapa kurun. Hilangnya kekuatan aqidah adalah penyebab utama hilangnya penguasaan umat Islam dalam percaturan kepimpinan dunia.
Aqidah di sini adalah :
- Kekuatan cinta dan iman yang mendalam kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
- Bersedia mati untuk membela agamanya.
- Bersedia menjalankan segala perintahNya dan ridha menjauhi semua laranganNya.
- Pengagungan ‘asma’ dan sifatNya.
- Menetapkan kewujudanNya tanpa ‘ta’thil’ (mengingkari), ‘tahrif’ (merubah), ‘takyif’ (bertanya bagaimana), ‘tasybih’ (menyerupakannya dengan yang lain).
- MenjadikanNya sebagai satu-satunya ‘Asy Syari’’ (pembuat syariat) dan paling berhak dipersembahkan ibadah, selainNya adalah ‘thaghut’ dusta yang wajib diingkari secara total.
- Kekuatan cinta dan iman kepada ‘nubuwwah’ Nabi Muhammad saw.
- Mengikuti jejak langkah hidupnya.
- Menjadi pembela sunnah-sunnahnya.
- Mentaati dan mencintainya, serta mencintai apa yang dicintainya dan membenci apa yang dibencinya.
- Mengimaninya sebagai penutup para Nabi dan Rasul.
- Memuliakan seluruh sahabatnya dan menilai bahwa mereka semua adil dan merupakan generasi terbaik sepanjang masa yang menjadi ikutan setiap muslim sepanjang masa dan di seluruh tempat.
- Menjadikan Al Qur’an dan As Sunnah sebagai satu pakej pedoman hidup yang tidak boleh dipisahkan dan tidak ada keraguan di dalamnya, samada di depan mahupun di belakangnya, serta tidak dapat digantikan dan ditandingi oleh yang lainnya. Semuanya adalah Al haq (benar), kerana ia turun dari yang Maha Benar.
- Meyakini Islam adalah agama dan kehidupan, pemerintahan dan rakyat, akhlak dan kekuatan, undang-undang dan peradaban, dakwah dan jihad, aqidah dan syariah.
- Tidak menjadikan selain Islam sebagai ideologi dan pedoman hidup kerana semua itu selain Islam adalah batil dan sesat samada Yahudi dan Nashrani yang telah dirosakkan oleh pemeluknya sendiri, atau fahaman-fahaman jahiliyah moden seperti marxsisma, komunisma, sosialisima, kapitalisma, nasionalisma sempit dan lain-lain.
Demikianlah sebahagian kecil masalah aqidah yang mesti segera ditanam dalam dada kaum muslimin sebagai modal asas menuju kemenangan dakwah Islam.
KEDUA : PERBAIKAN AKHLAK
Perbaikan akhlak adalah tuntutan seterusnya kerana sebagaimana sabda Rasulullah saw :
“Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia”
Apakah yang diinginkan dari perbaikan akhlak ini?
Tujuan perbaikan akhlak begitu jauh dan mendalam sekali di mana perbaikan ini menginginkan agar seorang muslim tetaplah menjadi seorang muslim yang sebenarnya di mana sahaja mereka berada dan dalam keadaan apa sekalipun sehingga mereka menjadi intan permata yang tegar di tengah longgokan sampah.
“Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana sahaja kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, niscaya akan menghapuskannya.” (HR Tirmizi, Hasan Shahih)
Perbaikan ini menginginkan agar setiap muslim menjadikan akhlak Islam dalam urusan keseharian mereka meliputi politik, ekonomi, pendidikan, ketenteraan, perlembagaan dan lain-lain tanpa melaksanakannya secara sebahagian umpama :
- Solat cara Islam, tetapi ekonomi cara ‘Yahudi’.
- Nikah cara Islam, namun politik ikut cara ‘Machiaveli’.
- Aqiqah cara Islam manakala mendidik anak ikut cara ‘Barat’.
Perbaikan ini juga menginginkan agar setiap muslimah kembali kepada jati dirinya agar :
- Tidak diperhambakan oleh cara-cara tertentu, fesyen dan propaganda kebebasan.
- Tidak menjadikan para artis dan selebriti sebagai acuan hidup dan bahan perbualan mereka.
Betapa anehnya di mana sesetengah praktik yang sekarang telah ditinggalkan di tempat munculnya praktik itu, justeru ianya sedang menjadi suatu ‘trend’ di negara-negara muslim.
Apa yang disebut sebagai ‘kebebasan hak’ dan isu kesamaan ‘gender’, semuanya berakhir kepada pada satu hal yang sama iaitu :
- Menjerumuskan muslimah dalam jurang yang tidak berhujung.
- Menjadi hamba hawa nafsu dan syaitan.
- Merosakkan peradaban Islam dan generasi baru.
Ini adalah kerana, bagi mereka, wanita adalah madrasah pertama yang perlu dirosakkan.
Adakah ini disedari oleh setiap muslimah?
Perbaikan ini juga menginginkan agar lahirnya para pemuda yang teguh, bersemangat waja dan soleh sebagaimana pemuda Kahfi iaitu :
- Pemuda yang tidak lupa Tuhannya.
- Pemuda yang menghormati orang tua dan menyayangi anak kecil.
- Pemuda yang mengetahui tugasnya sebagai agen perubah dan penerus perjuangan.
- Pemuda pasukan iman yang menjadi tonggak pertahanan bagi kebatilan dan kekuatan syaitan.
Namun, amat sayang jika ada Harakah Islamiyah yang mengambil ringan akan masalah akhlak ini, di mana mungkin bagi mereka, perubahan akhlak tidaklah begitu signifikan untuk menuju kepada Khilafah Islamiyah.
Mereka lupa bahwa sempitnya sesebuah negeri bukanlah kerana padatnya penduduk, melainkan kerana rosak akhlak penduduknya. Bukankah begitu?
KETIGA : MEMBANGUNKAN FIKRAH
Tidak syak lagi, serangan pemikiran telah lama merosakkan bangunan dan struktur pemikiran Islam yang melanda sebahagian besar kaum muslimin.
Kaum kafir, khususnya Yahudi dan Nashrani, menyerang pemikiran umat melalui berbagai media dan wasilah di mana wasilah informasi dan propaganda seperti televisyen, radio, suratkhabar, majalah dan ‘internet’ yang sebegitu mudah masuk ke negara-negara muslim. Bahkan mereka memiliki kaki tangan mereka di negara-negara umat Islam tersebut.
Bagaikan ubat bius, samada disedari atau tidak, serangan pemikiran ini juga menyusup ke dalam kurikulum pelajaran sekolah-sekolah sehingga umat Islam terasa asing di hadapan budaya, peradaban, dan sejarahnya sendiri.
Jangan tanyakan mereka tentang kehebatan Solahuddin Al Ayyubi atau Muhammad Al Fatih, keberanian Barra’ bin Malik atau ‘Imad Aqil, kejeniusan Syeikh Ahmad Yasin atau Yahya Ayyash, kecerdasan Ali bin Abi Talib atau kehebatan debat Imam Abu Hanifah, kepahlawanan Ummu Khansa’ atau kepintaran ‘Aisyah, kekuatan hujjah Imam Syafi’ie atau ketegaran Imam Ahmad bin Hanbal, kecemerlangan otak Ibnu Haitsam (ahli fizik) atau Ibnu Nafis (penemu pembuluh darah), Al Khawarizmi (ahli matematik) atau Ibnu Sina (rujukan para doktor), Ibnu Batutah (pengembara) atau Laksamana Cheng Ho (pelayar Cina muslim), Ibnu Rusyd (ahli falsafah besar Islam) atau Al Ghazali (faqih tentang sosiologi) dan lain-lainnya.
Cuba tanyakan mereka tentang Che Guevara, Karl Marx, Lenin, Isaac Newton, Einstein, Thomas Alfa Edison, Superman, Batman, Power Rangers, Doremon, Sponge Bob, Metallica, Guns n Roses, Nirvana, J-Lo, Michael Jackson, Madonna, Britney Spears, Christina Aguilera, Simple Plan, David Beckham, David Trezeguet, Ronaldo, Ronaldinho, Batistuta, Veron, Michael Jordan, Shaqil O’neal, Kobe Bryant dan lain-lain. Tanyakanlah ini, niscaya meluncurlah jawaban menakjubkan dari mereka, yang tidak kita dapatkan dari pertanyaan sebelumnya.
Menuntut kepedulian mereka terhadap kesengsaraan saudara mereka di Palestin, Irak, Afghanistan atau lainnya, adalah tuntutan yang sukar untuk diwujudkan tetapi dengarkan penuturan mereka tentang hak asasi manusia, kesamaan ‘gender’, kebebasan, persamaan di mana mereka telah menguasainya dengan baik dan tentunya dengan definisi yang berasaskan pemikiran barat. Apalagi jika berbicara tentang kehidupan artis, perceraian mereka, pengumpulan harta mereka dan segala titik bengik yang lainnya. Sunguh mereka begitu mempedulikannya.
Demikianlah gambaran suram yang meracuni sebahagian umat Islam lantaran dahsyatnya serangan pemikiran.
Inilah generasi muslim yang hilang. Mereka kosong dari kebanggaan Islam dan peradabannya. Maka tidak hairanlah apabila serangan pemikiran telah berhasil, musuh-musuh Islam dengan mudah dapat menaklukkan wilayah Islam.
KEEMPAT : MENUMPUKAN KEPADA PENDIDIKAN DAN PEMBINAAN
Apa yang Allah swt tegaskan bahwa Dia meninggikan darjat orang yang beriman dan berilmu dengan beberapa darjat adalah benar.
Kemuliaan dan kejayaan umat ini pernah diraih lantaran pesatnya ilmu pengetahuan. Ketika itu tidak ada pengasingan di antara ilmu-ilmu agama dan dunia. Mereka memahami semua ilmu adalah tanda-tanda kebesaran Allah di muka bumi dan bernilai ibadah dalam mempelajarinya.
Allah ‘Azza wa Jalla adalah Al Haq (Yang Maha Benar), maka apa yang diturunkanNya melalui QauliyahNya adalah benar, dan apa yang diturunkanNya melalui KauniyahNya adalah benar.
Kedua-dua kebenaran ini mustahil bertentangan kerana ilmu-ilmu agama yang berasal dari QauliyahNya akan sentiasa selari dan sejalan dengan ilmu-ilmu yang berasal dari KauniyahNya.
Jika ada pertentangan, maka yang berasaskan KauniyahNyalah yang perlu dikaji kerana ia mengalami perkembangan di mana mungkin sekarang teorinya A, esok mungkin berubah kepada teori B, sedangkan agama ini sentiasa tetap.
Melalui paradigma inilah (paradigma yang sentiasa memuliakan ilmu, apapun ilmu itu selama bermanfaat bagi kehidupan dunia akhirat manusia) yang membuat umat Islam mampu memimpin dunia kerana mereka membina dan membangun diri disertai dengan kesungguhan dan rasa pengabdian kepada Allah Rabbul Jalil dan berharap balasan yang baik di akhirat nanti.
Mereka tidak merasa remeh dengan apa yang dipelajarinya. Adapun ketika ini, kita lihat sendiri ada di antara calon mahasiswa yang mencari jurusan bukan semata-mata menuntut ilmu melainkan mengutamakan prospek profesyen masa depan yang semata-mata dihujungnya bermatlamatkan duit dan perut. Mereka lupa, Allah swt tidak akan mewafatkan hambaNya sebelum hak rezekinya dipenuhi semua baginya.
Inilah aqidah yang mesti dipegang erat. Sungguh, ilmu akan menjaga pemiliknya di mana sahaja mereka berada. Sebaliknya, harta akan menyusahkan pemiliknya kerana dia akan sentiasa mencari cara terbaik untuk menjaganya.
KELIMA : MEMPERSIAPKAN DIRI DENGAN JIHAD
Jihad adalah puncak ajaran Islam. Ia wajib ada dalam pemikiran para pejuang Islam, walau negerinya tanpa pergolakan. Hakikatnya, intipati jihad ada di manapun. Kita boleh berjihad di bidang apa sahaja, kerana jihad adalah kesungguhan dalam melaksanakan cita-cita dan matlamat.
Namun dalam konteks ini, jihad dalam ertikata sebenarnya iaitu ‘qital bi saif’ (perang dengan pedang) tidak boleh redup apalagi hilang dalam agenda para pejuang Islam kerana samada cepat atau lambat, akan datang masanya umat ini akan mengalami jihad besar melawan kekuatan kafir, Nashrani dan Yahudi.
Peristiwa Bosnia Herzegovina atau Ambon adalah bukti dan akibat dari kelengahan umat dalam mempersiapkan dirinya dengan jihad.
Rasulullah saw mengingatkan :
“Barangsiapa yang belum pernah berperang, dan belum pernah dirinya membicarakan tentang perang, maka jika ia mati, mati dalam cabang kemunafikan.” (HR Muslim dan Abu Daud)
Ya Allah, kami memahami bahwa segenap ruang lingkup kehidupan kami ini merupakan ujian perlaksanaan amal. Jadikanlah kami mu’min yang bergerak dan berjihad di jalanMu serta kurniakanlah kekuatan iman kepada kami sehingga kami mampu untuk melakukan amal yang terbaik yang diterima disisiMu.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS