Proses pentarbiyahan yang dilakukan oleh Rasulullah saw memberi perhatian kepada tiga (3) aspek penting iaitu :
PERTAMA : MENYUCIKAN JIWA
PERTAMA : MENYUCIKAN JIWA
Tugas ini dilakukan agar terbentuknya ‘ruhiyah ma'nawiah' (mentaliti kerohanian).
KEDUA : MENGAJARKAN ILMU
KEDUA : MENGAJARKAN ILMU
Tugas ini dilakukan agar terbentuknya ‘fikriah tsaqafiah' (wawasan intelektual).
KETIGA : MENGAJARKAN CARA BERAMAL
KETIGA : MENGAJARKAN CARA BERAMAL
Tugas ini dilakukan agar terbentuknya ‘amaliah harakiah' (amal dan harakah).
Jika kita perhatikan susunan tugas-tugas di atas, ‘tazkiyatun nafs' (pembersihan jiwa) menjadi skala keutamaan dalam proses tarbiyah sebelum memberikan wawasan intelektual dan berbagai aktiviti lain termasuk cara-cara melaksanakan amal kerana perubahan dan perbaikan manusia mestilah dimulai dari perubahan dan perbaikan jiwa sebagaimana firman Allah swt :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri". (Ar Ra'du : 11)
Walaubagaimanapun setiap murabbi tetap tidak mengabaikan sisi-sisi yang lainnya iaitu sisi intelektual dan aktiviti lain bahkan semua itu mesti dibangunkan secara seimbang dan berterusan.
Rasulullah saw menjalankan tugas pentarbiyahan sejak diangkat menjadi Utusan Allah, sehingga baginda dipanggil pulang ke sisiNya.
Hakikatnya, kegiatan pentarbiyahan adalah profesyen semua para Utusan Allah dan untuk tugas pentarbiyahan inilah, Allah swt mengutus mereka.
Oleh yang demikian, maka tidak seorangpun dari para Rasul itu kecuali :
Jika kita perhatikan susunan tugas-tugas di atas, ‘tazkiyatun nafs' (pembersihan jiwa) menjadi skala keutamaan dalam proses tarbiyah sebelum memberikan wawasan intelektual dan berbagai aktiviti lain termasuk cara-cara melaksanakan amal kerana perubahan dan perbaikan manusia mestilah dimulai dari perubahan dan perbaikan jiwa sebagaimana firman Allah swt :
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga kaum itu mengubah apa yang ada dalam diri mereka sendiri". (Ar Ra'du : 11)
Walaubagaimanapun setiap murabbi tetap tidak mengabaikan sisi-sisi yang lainnya iaitu sisi intelektual dan aktiviti lain bahkan semua itu mesti dibangunkan secara seimbang dan berterusan.
Rasulullah saw menjalankan tugas pentarbiyahan sejak diangkat menjadi Utusan Allah, sehingga baginda dipanggil pulang ke sisiNya.
Hakikatnya, kegiatan pentarbiyahan adalah profesyen semua para Utusan Allah dan untuk tugas pentarbiyahan inilah, Allah swt mengutus mereka.
Oleh yang demikian, maka tidak seorangpun dari para Rasul itu kecuali :
- Menyeru.
- Mengajak.
- Membina kaumnya.
untuk :
- Hidup dalam kebenaran hidayah Allah.
- Beribadah hanya menyembah Allah.
- Melepaskan diri dari semua pengaruh kekuatan apapun selain Allah.
Firman Allah swt :
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (sahaja), dan jauhilah thaghut itu…" (QS An Nahl : 36)
Para Utusan Allah kesemuanya adalah para murabbi yang telah Allah tunjuk untuk membawa risalah agar disampaikan kepada kaumnya.
Bagi umat Islam, tugas pentarbiyahan itu tidak hanya terhenti pada Rasulullah saw, akan tetapi umatnya memiliki peranan tarbiyah sebagai penerus tugas risalah yang kekal.
Allah swt menggambarkan kehidupan orang beriman :
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar." (QS At Taubah : 71)
Oleh yang demikian, tugas pentarbiyahan menjadi tugas setiap orang yang beriman dalam kehidupan dunia ini.
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (sahaja), dan jauhilah thaghut itu…" (QS An Nahl : 36)
Para Utusan Allah kesemuanya adalah para murabbi yang telah Allah tunjuk untuk membawa risalah agar disampaikan kepada kaumnya.
Bagi umat Islam, tugas pentarbiyahan itu tidak hanya terhenti pada Rasulullah saw, akan tetapi umatnya memiliki peranan tarbiyah sebagai penerus tugas risalah yang kekal.
Allah swt menggambarkan kehidupan orang beriman :
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar." (QS At Taubah : 71)
Oleh yang demikian, tugas pentarbiyahan menjadi tugas setiap orang yang beriman dalam kehidupan dunia ini.
RUANG LINGKUP TARBIYAH
Dalam dunia tarbiyah, tugas mentarbiyah itu terangkum dalam tiga ruangan utama, iaitu :
a. Keluarga, secara kekuasaannya, setiap ibubapa berkewajiban mentarbiyah anak-anaknya.
b. Sekolah, sebagai institusi yang ditubuhkan secara profesional melakukan peranan tarbiyah yang menyambung tanggungjawab ibubapa.
c. Masyarakat, sebagai ruang gerak setiap anak untuk membangunkan diri, berkembang, berpengaruh dan dipengaruhi orang lain.
Rasulullah saw bersabda :
"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpin. Imam bertanggungjawab akan rakyatnya, seorang suami adalah pemimpin rumah tangga dan bertanggungjawab akan orang-orang yang dipimpinnya, seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab akan rakyatnya, khadam/pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggungjawab tentang apa yang ia kelolakan, setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban akan kepimpinannya". (Muttafaq alaih).
Oleh yang demikian, tugas pentarbiyahan menjadi tanggungjawab setiap muslim laki-laki dan wanita.
Setiap orang dewasa (baligh) dan ummat ini memiliki kewajiban mentarbiyah, yang tidak hanya terbatas kepada golongan ulama' atau tokoh agama semata-mata.
Hanya sahaja para tokoh itu memiliki kewajiban khusus dalam menjelaskan perincian ajaran-ajaran agama secara jelas.
Kewajiban itu disesuaikan dengan status dan kemampuan setiap orang.
a. Keluarga, secara kekuasaannya, setiap ibubapa berkewajiban mentarbiyah anak-anaknya.
b. Sekolah, sebagai institusi yang ditubuhkan secara profesional melakukan peranan tarbiyah yang menyambung tanggungjawab ibubapa.
c. Masyarakat, sebagai ruang gerak setiap anak untuk membangunkan diri, berkembang, berpengaruh dan dipengaruhi orang lain.
Rasulullah saw bersabda :
"Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpin. Imam bertanggungjawab akan rakyatnya, seorang suami adalah pemimpin rumah tangga dan bertanggungjawab akan orang-orang yang dipimpinnya, seorang isteri adalah pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawab akan rakyatnya, khadam/pelayan adalah pemimpin terhadap harta tuannya dan bertanggungjawab tentang apa yang ia kelolakan, setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban akan kepimpinannya". (Muttafaq alaih).
Oleh yang demikian, tugas pentarbiyahan menjadi tanggungjawab setiap muslim laki-laki dan wanita.
Setiap orang dewasa (baligh) dan ummat ini memiliki kewajiban mentarbiyah, yang tidak hanya terbatas kepada golongan ulama' atau tokoh agama semata-mata.
Hanya sahaja para tokoh itu memiliki kewajiban khusus dalam menjelaskan perincian ajaran-ajaran agama secara jelas.
Kewajiban itu disesuaikan dengan status dan kemampuan setiap orang.
1. Ulama' memiliki kewajiban tarbiyah yang lebih besar bahagiannya daripada kewajiban orang awam.
2. Penguasa memiliki lebih besar bahagian kewajibannya daripada rakyat biasa.
Allah swt mengecam para ahli kitab yang tidak mahu menyebarkan ilmu yang diketahuinya.
Firman Allah swt :
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua makhluk yang dapat melaknati" (QS Al Baqarah : 179)
Para penguasa memiliki kewajiban dalam penegakan ajaran agama Allah melalui kekuasaan yang dimilikinya.
Firman Allah swt :
"Iaitu orang-orang yang, jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS Al Hajj : 41)
Kewajiban melakukan tugas tarbiyah ini tidak terbatas pada waktu mahupun keadaan, seperti solat mahupun puasa, akan tetapi tugas pentarbiyahan adalah tugas setiap zaman dan ruang.
Allah swt menerangkan tentang kegigihan Nabi Nuh as dalam mengajak kaumnya.
Nuh berkata :
"Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,… kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (untuk beriman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam". (QS Nuh : 5, 8 & 9)
Begitu juga Nabi Muhammad saw menyeru kaumnya :
a. Siang dan malam.
b. Dalam diam-diam.
c. Secara terang-terangan.
Tidak ada yang menyibukkannya kecuali membina dan mengajak kaumnya ke jalan Allah swt.
Nabi Yusuf as tetap melakukan tugas dakwah dan pembinaan ummat meskipun ia berada dalam penjara.
Allah swt menerangkan kegiatan Nabi Yusuf :
"Wahai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, Tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Yusof : 39-40)
FUNGSI MURABBI DALAM MENJALANKAN PROSES PENTARBIYAHAN
Allah swt mengecam para ahli kitab yang tidak mahu menyebarkan ilmu yang diketahuinya.
Firman Allah swt :
"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkan kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati pula oleh semua makhluk yang dapat melaknati" (QS Al Baqarah : 179)
Para penguasa memiliki kewajiban dalam penegakan ajaran agama Allah melalui kekuasaan yang dimilikinya.
Firman Allah swt :
"Iaitu orang-orang yang, jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari perbuatan mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS Al Hajj : 41)
Kewajiban melakukan tugas tarbiyah ini tidak terbatas pada waktu mahupun keadaan, seperti solat mahupun puasa, akan tetapi tugas pentarbiyahan adalah tugas setiap zaman dan ruang.
Allah swt menerangkan tentang kegigihan Nabi Nuh as dalam mengajak kaumnya.
Nuh berkata :
"Ya Tuhanku sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang,… kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka (untuk beriman) dengan cara terang-terangan, kemudian sesungguhnya aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam". (QS Nuh : 5, 8 & 9)
Begitu juga Nabi Muhammad saw menyeru kaumnya :
a. Siang dan malam.
b. Dalam diam-diam.
c. Secara terang-terangan.
Tidak ada yang menyibukkannya kecuali membina dan mengajak kaumnya ke jalan Allah swt.
Nabi Yusuf as tetap melakukan tugas dakwah dan pembinaan ummat meskipun ia berada dalam penjara.
Allah swt menerangkan kegiatan Nabi Yusuf :
"Wahai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, Tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS Yusof : 39-40)
FUNGSI MURABBI DALAM MENJALANKAN PROSES PENTARBIYAHAN
Murabbi dalam melaksanakan proses pentarbiyahan ke atas mutarabbi (anak didik) mereka berfungsi sebagai:
1. Ibu / Bapa dalam hubungan kejiwaan.
2. Syeikh dalam pendidikan kerohanian.
3. Guru dalam mengajarkan ilmu.
4. Ketua / Pemimpin dalam polisi umum dakwah.
5. Sahabat dalam hubungan pergaulan harian.
Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berperanan dengan baik, maka para murabbi dituntut untuk memenuhi kriteria dan sifat-sifat murabbi yang berjaya.
KRITERIA DAN SIFAT-SIFAT MURABBI YANG BERJAYA
Di antara kriteria dan sifat-sifat murabbi yang berjaya adalah seperti berikut :
PERTAMA : MEMILIKI ILMU
Ilmu yang mesti dimiliki seorang murabbi meliputi banyak cabang ilmu pengetahuan, di antaranya :
a. Ilmu syar'ie.
Salah satu tujuan tarbiyah dalam Islam menjadikan manusia agar mampu beribadah sepenuhnya kepada Allah swt dan hakikat ibadah ini akan hanya tercapai dengan ilmu syar'ie.
Yang dimaksudkan dengan ilmu syar'ie di sini tidak bererti bahwa seorang murabbi mesti seorang yang alim di bidang ilmu syar'ie atau mempunyai kelayakan di bidang pengajian syar'iah.
Namun ilmu syar'ie yang mesti dimiliki seorang murabbi adalah ilmu syar'ie yang dengannya ia mampu :
1. Ibu / Bapa dalam hubungan kejiwaan.
2. Syeikh dalam pendidikan kerohanian.
3. Guru dalam mengajarkan ilmu.
4. Ketua / Pemimpin dalam polisi umum dakwah.
5. Sahabat dalam hubungan pergaulan harian.
Agar fungsi-fungsi tersebut dapat berperanan dengan baik, maka para murabbi dituntut untuk memenuhi kriteria dan sifat-sifat murabbi yang berjaya.
KRITERIA DAN SIFAT-SIFAT MURABBI YANG BERJAYA
Di antara kriteria dan sifat-sifat murabbi yang berjaya adalah seperti berikut :
PERTAMA : MEMILIKI ILMU
Ilmu yang mesti dimiliki seorang murabbi meliputi banyak cabang ilmu pengetahuan, di antaranya :
a. Ilmu syar'ie.
Salah satu tujuan tarbiyah dalam Islam menjadikan manusia agar mampu beribadah sepenuhnya kepada Allah swt dan hakikat ibadah ini akan hanya tercapai dengan ilmu syar'ie.
Yang dimaksudkan dengan ilmu syar'ie di sini tidak bererti bahwa seorang murabbi mesti seorang yang alim di bidang ilmu syar'ie atau mempunyai kelayakan di bidang pengajian syar'iah.
Namun ilmu syar'ie yang mesti dimiliki seorang murabbi adalah ilmu syar'ie yang dengannya ia mampu :
i. Membaca.
ii. Membahas.
iii.Mempersiapkan hujah-hujah syar'ie.
iv.Memiliki ilmu-ilmu asas yang kemudiannya ia dapat mengembangkan potensi syar'ienya dengan semangat belajar.
b. Ilmu pengetahuan yang sesuai dengan keperluannya sebagai murabbi tentang situasi dan keadaan zaman dan masyarakatnya.
c. Ilmu Psikologi (jiwa) seperti perbahasan tentang :
i) Karakter manusia sesuai dengan usia masing-masing samada anak-anak, remaja mahupun orang dewasa.
ii) Motivasi naluri dan potensi manusia.
iii) Tulisan-tulisan dan kajian-kajian tentang kelompok masyarakat yang diperlukan dalam proses tarbiyah.
Ini tidak bererti seorang murabbi mesti seorang ahli psikologi atau ahli di bidang ilmu pentarbiyahan, tetapi yang diperlukan oleh seorang murabbi adalah dasar-dasar umum ilmu jiwa dan memiliki kemampuan memahami hasil kajian dan penelitian di bidang ini.
d.Mengetahui kesediaan, kemampuan dan potensi mutarabbi (anak didik).
Dalam hal ini, Rasulullah saw sebagai murabbi sangat tahu tentang keadaan, potensi, kesediaan dan kemampuan anak didik baginda.
b. Ilmu pengetahuan yang sesuai dengan keperluannya sebagai murabbi tentang situasi dan keadaan zaman dan masyarakatnya.
c. Ilmu Psikologi (jiwa) seperti perbahasan tentang :
i) Karakter manusia sesuai dengan usia masing-masing samada anak-anak, remaja mahupun orang dewasa.
ii) Motivasi naluri dan potensi manusia.
iii) Tulisan-tulisan dan kajian-kajian tentang kelompok masyarakat yang diperlukan dalam proses tarbiyah.
Ini tidak bererti seorang murabbi mesti seorang ahli psikologi atau ahli di bidang ilmu pentarbiyahan, tetapi yang diperlukan oleh seorang murabbi adalah dasar-dasar umum ilmu jiwa dan memiliki kemampuan memahami hasil kajian dan penelitian di bidang ini.
d.Mengetahui kesediaan, kemampuan dan potensi mutarabbi (anak didik).
Dalam hal ini, Rasulullah saw sebagai murabbi sangat tahu tentang keadaan, potensi, kesediaan dan kemampuan anak didik baginda.
Sebagai contoh ketika Rasulullah saw memberikan saranannya kepada Abu Zar Al-Ghifari di saat ia meminta jawatan kepada Rasulullah saw dalam sabdanya :
'Wahai Abu Zar, aku lihat kamu dalam hal ini lemah, dan aku mencintai kamu seperti aku mencintai diriku sendiri, kamu tidak layak untuk memimpin hanya dua orang sekalipun dan tidak mampu mengelola harta milik anak yatim". (HR Muslim)
e. Mengetahui lingkungan di mana mutarabbi (anak didik) berada atau tinggal.
Ini adalah kerana lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keperibadian mutarabbi. Pengetahuan tentang lingkungan mutarabbi sangat penting bagi murabbi sebagai bahan dalam proses tarbiyah.
KEDUA : MEMPUNYAI KUALITI YANG LEBIH TINGGI DARI MUTARABBI
'Wahai Abu Zar, aku lihat kamu dalam hal ini lemah, dan aku mencintai kamu seperti aku mencintai diriku sendiri, kamu tidak layak untuk memimpin hanya dua orang sekalipun dan tidak mampu mengelola harta milik anak yatim". (HR Muslim)
e. Mengetahui lingkungan di mana mutarabbi (anak didik) berada atau tinggal.
Ini adalah kerana lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keperibadian mutarabbi. Pengetahuan tentang lingkungan mutarabbi sangat penting bagi murabbi sebagai bahan dalam proses tarbiyah.
KEDUA : MEMPUNYAI KUALITI YANG LEBIH TINGGI DARI MUTARABBI
Dalam proses tarbiyah :
a. Berlaku timbal balik antara murabbi dan mutarabbi.
b. Berlaku proses memberi dan mengambil.
c. Berlaku proses menyampaikan dan menerima.
Oleh kerana itu, murabbi mesti lebih tinggi kualitinya dari mutarabbi dan ini tidak bererti murabbi mesti lebih tua dari mutarabbi sekalipun faktor usia penting akan tetapi yang lebih penting adalah :
a. Kemampuan.
b. Pengalaman.
c. Keterampilan.
KETIGA : MAMPU MENTRANSFORMASIKAN APA-APA YANG DIMILIKINYA
a. Berlaku timbal balik antara murabbi dan mutarabbi.
b. Berlaku proses memberi dan mengambil.
c. Berlaku proses menyampaikan dan menerima.
Oleh kerana itu, murabbi mesti lebih tinggi kualitinya dari mutarabbi dan ini tidak bererti murabbi mesti lebih tua dari mutarabbi sekalipun faktor usia penting akan tetapi yang lebih penting adalah :
a. Kemampuan.
b. Pengalaman.
c. Keterampilan.
KETIGA : MAMPU MENTRANSFORMASIKAN APA-APA YANG DIMILIKINYA
Ramai orang-orang yang mempunyai jawatan, tapi tidak mampu memberikan dan menyampaikan apa-apa yang dimilikinya dan oleh yang demikian, ia tidak dapat melaksanakan fungsi tarbiyah walaupun memiliki kelebihan dari segi :
- Ilmu pengetahuan.
- Akhlak.
- Pemikiran.
- Kejiwaan.
Disebabkan oleh alasan tertentu, mereka tidak mendapatkan pengalaman di medan sebenar khususnya di medan tarbiyah di mana ia hanya memiliki wawasan berbentuk teori semata-mata tanpa memiliki pengalaman secara praktikal.
Orang-orang seperti ini sering dijumpai di program-program umum seperti kajian ilmiah, seminar, dialog, wawancara dan lain-lainnya di mana mereka ;
Orang-orang seperti ini sering dijumpai di program-program umum seperti kajian ilmiah, seminar, dialog, wawancara dan lain-lainnya di mana mereka ;
- Pandai berbicara.
- Kuat hujahnya.
- Penyampaian material yang menarik.
Namun, semua itu belum cukup untuk menjadikan seseorang mampu mentarbiyah dengan sebenarnya.
Seringkali kita terpesona dengan orang-orang seperti itu bahkan menganggap mereka memiliki potensi pentarbiyahan yang paling baik tanpa melihat sisi-sisi yang lain.
KEEMPAT : MEMILIKI KEMAMPUAN MEMIMPIN
Kemampuan memimpin menjadi salah satu kriteria asasi bagi murabbi dan tidak semua orang memiliki kemampuan ini.
Ada orang yang dapat membuat keputusan pengurusan dan ada pula yang mampu mengurus perusahaan atau yayasan, akan tetapi kepimpinan lebih dari itu, khususnya proses pentarbiyahan yang tidak boleh dipaksakan.
KEEMPAT : MEMILIKI KEMAMPUAN MEMIMPIN
Kemampuan memimpin menjadi salah satu kriteria asasi bagi murabbi dan tidak semua orang memiliki kemampuan ini.
Ada orang yang dapat membuat keputusan pengurusan dan ada pula yang mampu mengurus perusahaan atau yayasan, akan tetapi kepimpinan lebih dari itu, khususnya proses pentarbiyahan yang tidak boleh dipaksakan.
Jika penguasa atau tentera boleh menggiring manusia dengan tongkat dan senjata tetapi seorang yang tidak memiliki kemampuan memimpin tidak akan mampu mentarbiyah orang lain.
KELIMA : MEMILIKI KEMAMPUAN MENILAI
Proses tarbiyah bersifat terus menerus dan berkesinambungan dan ianya tidak cukup hanya dengan arahan-arahan sesaat dan bersifat sementara malah tarbiyah memerlukan penilaian yang berterusan.
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses tarbiyah, maka penilaian suatu perkara yang tidak boleh diabaikan oleh murabbi adalah menilai :
a. Dirinya.
b. Sistem.
c. Wasilah.
d. Media.
e. Cara-cara.
f. Mutarabbi (anak didik).
secara intensif dan menyeluruh.
KEENAM : MEMILIKI KEMAMPUAN UNTUK MELAKUKAN PENAKSIRAN
Penaksiran dalam proses tarbiyah merupakan bahagian yang tidak terpisah dari pentarbiyahan itu sendiri.
KELIMA : MEMILIKI KEMAMPUAN MENILAI
Proses tarbiyah bersifat terus menerus dan berkesinambungan dan ianya tidak cukup hanya dengan arahan-arahan sesaat dan bersifat sementara malah tarbiyah memerlukan penilaian yang berterusan.
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses tarbiyah, maka penilaian suatu perkara yang tidak boleh diabaikan oleh murabbi adalah menilai :
a. Dirinya.
b. Sistem.
c. Wasilah.
d. Media.
e. Cara-cara.
f. Mutarabbi (anak didik).
secara intensif dan menyeluruh.
KEENAM : MEMILIKI KEMAMPUAN UNTUK MELAKUKAN PENAKSIRAN
Penaksiran dalam proses tarbiyah merupakan bahagian yang tidak terpisah dari pentarbiyahan itu sendiri.
Oleh itu para murabbi mesti mampu :
a. Menaksir mutarabbi (anak didik) untuk mengetahui kemampuannya, agar murabbi dapat mentarbiyah sesuai dengan keadaannya.
b. Menaksir mutarabbi (anak didik) untuk mengetahui sejauh manakah pencapaian sifat jati dirinya dan apa pengaruhnya dalam kehidupan sehariannya.
c. Menaksir program, tugas dan halangan serta jalan penyelesaiannya.
d. Menaksir permasalahan tarbiyah untuk ditangani secara profesional dan seimbang.
Penaksiran yang dilakukan oleh murabbi mesti dibuat secara ilmiah dan objektif dengan berpegang kepada kaidah-kaidah penaksiran yang mempunyai piawaian yang tinggi, bukan berdasarkan kesan peribadi atau emosional semata-mata.
KETUJUH : MEMILIKI KEMAMPUAN UNTUK MEMBANGUN HUBUNGAN EMOSI DAN KEJIWAAN
Hubungan antara murabbi dan mutarabbi (anak didik) mesti berlandaskan kasih sayang dan
cinta kerana Allah.
Oleh yang demikian, murabbi yang tidak menanamkan kasih sayang dan kecintaan ke
dalam jiwa mutarabbinya, boleh dipastikan bahwa semua pelajaran dan pesanan-pesanan yang disampaikan kepada mutarabbinya akan berakhir dengan berakhirnya kata-kata murabbi tersebut dan tidak akan masuk ke dalam hati, apa lagi untuk menjadi ilmu yang bersemayam di dalam jiwa.
Allah swt telah mengingatkan di dalam Al Qur'an :
"Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, kerana itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya". (QS Ali Imran : 159)
Maka, akhirnya fahamlah kita bahwa kewajiban murabbi adalah mentarbiyah dengan baik dan benar.
a. Menaksir mutarabbi (anak didik) untuk mengetahui kemampuannya, agar murabbi dapat mentarbiyah sesuai dengan keadaannya.
b. Menaksir mutarabbi (anak didik) untuk mengetahui sejauh manakah pencapaian sifat jati dirinya dan apa pengaruhnya dalam kehidupan sehariannya.
c. Menaksir program, tugas dan halangan serta jalan penyelesaiannya.
d. Menaksir permasalahan tarbiyah untuk ditangani secara profesional dan seimbang.
Penaksiran yang dilakukan oleh murabbi mesti dibuat secara ilmiah dan objektif dengan berpegang kepada kaidah-kaidah penaksiran yang mempunyai piawaian yang tinggi, bukan berdasarkan kesan peribadi atau emosional semata-mata.
KETUJUH : MEMILIKI KEMAMPUAN UNTUK MEMBANGUN HUBUNGAN EMOSI DAN KEJIWAAN
Hubungan antara murabbi dan mutarabbi (anak didik) mesti berlandaskan kasih sayang dan
cinta kerana Allah.
Oleh yang demikian, murabbi yang tidak menanamkan kasih sayang dan kecintaan ke
dalam jiwa mutarabbinya, boleh dipastikan bahwa semua pelajaran dan pesanan-pesanan yang disampaikan kepada mutarabbinya akan berakhir dengan berakhirnya kata-kata murabbi tersebut dan tidak akan masuk ke dalam hati, apa lagi untuk menjadi ilmu yang bersemayam di dalam jiwa.
Allah swt telah mengingatkan di dalam Al Qur'an :
"Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu, kerana itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan bagi mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepadaNya". (QS Ali Imran : 159)
Maka, akhirnya fahamlah kita bahwa kewajiban murabbi adalah mentarbiyah dengan baik dan benar.
Seorang murabbi hanya bertanggungjawab akan proses pentarbiyahan yang dilaksanakannya.
Dalam kaidah agama, terdapat rumusan berikut :
PERTAMA, bahwa setiap orang tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain, ia hanya bertanggung jawab atas perbuatan yang dia lakukan sendiri.
KEDUA, sambutan penerimaan terhadap tarbiyah, petunjuk dan kebenaran ada di sisi Allah swt sebagaimana firman Allah swt :
"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendakiNya. Dan apa sahaja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan kerana mencari keridhaan Allah. Dan apa sahaja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS Al Baqarah : 272)
Di sinilah tugas tarbiyah menjadi tugas sepanjang hayat, meskipun tidak mendapatkan pengikut atau mutarabbi (anak didik) yang diharapkan dan di sinilah juga para Rasul mengembangkan tugas risalahnya meskipun ditolak oleh kaumnya.
Oleh itu, seseorang tidak dibenarkan berhenti dari tugas mentarbiyah dengan alasan bahwa apa yang dia sampaikan tidak lagi mendapat sambutan.
Dengan berlandaskan kefahaman yang utuh tentang makna tarbiyah, insyaAllah akan terbentuk peribadi-peribadi muslim yang sempurna dan menyempurnakan.
PERTAMA, bahwa setiap orang tidak bertanggung jawab atas perbuatan orang lain, ia hanya bertanggung jawab atas perbuatan yang dia lakukan sendiri.
KEDUA, sambutan penerimaan terhadap tarbiyah, petunjuk dan kebenaran ada di sisi Allah swt sebagaimana firman Allah swt :
"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendakiNya. Dan apa sahaja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan kerana mencari keridhaan Allah. Dan apa sahaja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS Al Baqarah : 272)
Di sinilah tugas tarbiyah menjadi tugas sepanjang hayat, meskipun tidak mendapatkan pengikut atau mutarabbi (anak didik) yang diharapkan dan di sinilah juga para Rasul mengembangkan tugas risalahnya meskipun ditolak oleh kaumnya.
Oleh itu, seseorang tidak dibenarkan berhenti dari tugas mentarbiyah dengan alasan bahwa apa yang dia sampaikan tidak lagi mendapat sambutan.
Dengan berlandaskan kefahaman yang utuh tentang makna tarbiyah, insyaAllah akan terbentuk peribadi-peribadi muslim yang sempurna dan menyempurnakan.
Ya Allah, berilah kekuatan dan bimbingan kepada kami supaya kami mampu meningkatkan keupayaan kami sebagai murabbi yang akan meneruskan tugas dan tanggungjawab tarbiyah yang telah diwarisi dari para Rasul dan Nabi bagi melahirkan suatu ummat yang sentiasa berdakwah dan berjihad di jalanMu sehingga kalimahMu tertegak di mukabumi ini dan manusia seluruhnya tunduk dan menghamba-abdikan diri mereka kepadaMu.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS