Ada
satu persoalan besar yang kini dihadapi oleh
setiap pendakwah
di mana persoalan ini perlu dihadapi dengan
segenap potensi dan kemampuan mereka di seluruh
dunia Islam.
Ianya
adalah kelemahan Tarbiyah Islamiyah di mana dengan kelemahan inilah yang
menjadi pokok pangkal kepada terkoyaknya umat Islam serta terkeluarnya mereka dari gelanggang dunia.
Ia seakan-akan hilang dari budaya umat Islam di mana mereka kebanyakannya
tenggelam di lautan kejahilan dan
kelalaian.
Lemahnya sektor tarbiyah bererti hilangnya ruh Islam itu sendiri.
Islam adalah sistem “Rabbani”
dan sistem ini hanya dapat tegak dengan Tarbiyah
Islamiyah yang sahih.
Islam itu bersifat ‘Rabbani’
kerana ia bersandar pada Allah sebagai :
- Ar-Rabb.
- Pencipta
- Pemilik.
- Pemelihara.
- Pendidik.
- Penguasa Alam Semesta.
Allah yang maha
Perkasa dan Maha Bijaksana itulah yang menjadi sumber Islam, menjadi pemilik
dan pendidik mereka yang hidup dalam naungan Islam.
Generasi para sahabat Rasulullah saw
adalah contoh konkrit hidupnya ruh tarbiyah dalam suatu masyarakat.
Allah membimbing dan
memimpin mereka menjadi umat terbaik yang ditampilkan ditengah-tengah manusia.
Umat pilihan ini hidup di bawah naungan hidayah Allah (Al Qur’an) dan gerakan aktiviti mereka tidak lain melainkan penghayatan
dan pengamalan Al Qur’an.
Inilah generasi
Qur’ani yang unik, yang patut diteladani sepanjang masa oleh setiap generasi.
Generasi Qur’ani yang
Rabbani ini telah melaksanakan suatu pola pentarbiyahan yang paling benar dan tepat serta tidak mungkin dapat ditandingi
oleh pola-pola lain yang datang di belakangnya,
apalagi yang datang dari sistem jahiliyah.
Pola ini dapat digali
dari sirah perjuangan Rasulullah saw namun
intipatinya telah dinyatakan oleh Allah swt :
“Tetapi jadilah kamu orang-orang Rabbani, disebabkan kamu selalu mengajarkan Al Qur’an dan
disebabkan kamu sentiasa mempelajarinya”. (QS Ali Imran : 79)
Hidup bersama Al Qur’an bererti :
- Belajar.
- Mengajar.
- Menghayati.
- Mengamalkan.
- Memperjuangkan petunjuk Allah ini.
Allah akan menjadi
pembimbing suatu masyarakat yang melaksanakan sistem ini selama mana
mereka memiliki motivasi yang benar.
“Dengan Kitab (Al Qur’an) itu Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keridhaanNya ke jalan-jalan keselamatan. Dan dengan
(Al Qur’an) itu Allah mengeluarkan mereka dari gelap gulita kepada cahaya yang
terang benderang dengan seizinNya, dan menunjuki mereka kejalan yang lurus”. (QS Al Maaidah : 16)
Ironiknya kaum muslimin dewasa ini semakin jauh dari pola
ini yang menyebabkan mereka terlepas dari pertolongan
Allah.
Hilangnya interaksi
kaum muslimin dengan Al Qur’an menyebabkan kehilangan imuniti untuk menolak konsep lain. Maka merasuklah
pemikiran-pemikiran jahiliyyah pada diri mereka.
Allah swt memperingatkan mereka :
“Dan barang siapa berpaling dari peringatanKu (Al
Qur’an) maka baginya sungguh ada kehidupan yang sempit”. (QS Thaha : 124)
Hilangnya ruh dan cahaya Al Qur’an
memang merupakan
satu penyakit yang kronik ditubuh umat Islam. Ia menggigit dan memakan setiap
potensi dan kekuatan umat Islam serta menggelincirkan
pada lumpur-lumpur kesesatan.
Hanya dengan kembali kepada sunnah Rasulullah saw dalam
mentarbiyah para sahabatnya, cahaya yang hampir padam itu dapat dikobarkan kembali.
Tradisi Rasulullah saw pun akan
memberi kekebalan terhadap masuknya kefahaman jahiliyah dari luar Islam. Ia merupakan sistem Rabbani yang khas dan
tidak akan sama
dengan sistem lain.
Tarbiyah Islamiyah
yang sahih meliputi tiga unsur :
a.
Tarbiyah
‘Ruhiyah’
b.
Tarbiyah ‘Aqliyah’
c.
Tarbiyah ‘Amaliyah’
Ketiga-tiganya hanya dapat tumbuh dalam suasana harakah (gerakan)
dalam rangka memperjuangkan kalimah Allah.
Ia bukan diajarkan di sekolah-sekolah
sebagaimana umumnya pola pendidikan sekarang namun dihidupkan di ruangan jihad bagi menghancurkan
kekufuran dan menegakkan keimanan.
Rasulullah saw menerima Al Qur’an
dan mendidik para
sahabatnya selama lebih kurang 23 tahun. Selama masa itu, baginda berjihad menegakkan
peraturan hidup dari Allah ini (Iqamatut Deen).
Setiap peristiwa,
kesukaran mahupun penderitaan yang dihadapi oleh baginda dan para sahabatnya
merupakan proses interaksi mereka dengan Al Qur’an.
Ruh, akal dan aktiviti mereka terus berkembang
menuju kesempurnaan kualiti dengan bimbingan dan
petujuk Allah. Tanpa perjuangan dan jihad Qur’ani, masyarakat Islam ini tidak
akan tegak.
“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang yang kafir,
dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Qur’an dengan jihad yang besar”. (QS Al Furqan : 52)
TARBIYAH RUHIYAH
Tarbiyah ruhiyah
mengorientasikan
pendidikan pada :
- Peningkatan mutu iman.
- Kesucian jiwa.
Dengan tarbiyah ini, seorang muslim didekatkan
pada Pencipta alam semesta dan Pencipta
dirinya. Ruhnya membumbung naik menghadap dan
bersemuka dengan Allah swt.
Sasaran utamanya
adalah membentuk peribadi yang muttaqin yang sentiasa takut,
cinta dan berharap kepada Allah. Ia merupakan syarat utama penerimaan total
kepada konsep Rabbani dalam pembinaan Al Qur’an.
Untuk mempersiapkan
jiwa menerima Al Qur’an,
Allah swt menuntun jiwa orang yang beriman dengan :
- Solat malam.
- Zikir.
Bangun diwaktu malam
di kala manusia lain sedang tidur mendengkur, berhadapan dengan Allah serta
menerima limpahan cahaya dariNya.
Semuanya merupakan
bekalan memikul perkataan yang berat (Al Qur’an). Beban
berat dan pahit yang menanti siapa sahaja
yang mewarisi perjuangan dakwah Rasulullah saw.
Solat malam dan zikrullah merupakan :
- Obor penerang hati dalam menempuh perjuangan yang panjang penuh
ranjau.
- Benteng pendinding yang ampuh dari godaan pesona syaitan.
- Permohonan ampun, pengakuan dosa dan pujian pada Pencipta yang menghaluskan dan melembutkan hati orang yang beriman.
Hati yang khusu’ dan
tunduk inilah tempat persemaian yang subur tumbuhnya ruh Al Qur’an dalam peribadi
manusia.
“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan
yang berat (Al Qur’an)”. (QS Al Muzzammil : 5)
“Seandainya Kami turunkan Al Qur’an ini kepada sebuah
gunung, niscaya kamu lihat gunung itu tunduk terpecah belah kerana takut kepada Allah”. (QS Al Hasyr :
21)
Tarbiyah Ruhiyah
melahirkan akhlaq keperibadian Qur’ani iaitu peribadi yang memancarkan iman dan taqwa dalam setiap langkah aktiviti hidupnya. Inilah karakteristik ‘Ibadur-Rahman’ sebagaimana yang diterangkan
dalam Al Qur’an :
“Dan hamba-hamba Allah yang Maha Pemurah itu adalah mereka yang berjalan di muka bumi
dengan rendah hati. Dan apabila orang-orang jahil menyapa, mereka mengucapkan
kata-kata yang mengandung keselamatan. Mereka yang melewatkan waktu malamnya
dengan sujud dan shalat dihadapan Rabbnya”. (QS Al Furqan : 63
– 64)
TARBIYAH AQLIYAH
Tarbiyah ‘ruhiyah’
diimbangi dengan tarbiyah ‘aqliyah’ yang berorientasi pada :
- Peningkatan kapasiti intelektual.
- Meluaskan wawasan pengetahuan.
Tarbiyah ‘aqliyah’
meliputi tiga perkara pokok :
- Kefahaman pengetahuan Islam yang sempurna dan lengkap.
- Kefahaman pengetahuan moden.
- Kefahaman hubungan antara pengetahuan Islam dan
pengetahuan moden (pengetahuan persiapan).
Dengan ketiga-tiganya, dibentuk peribadi
muslim yang berpengetahuan dan sanggup mengamalkan ilmunya.
Kaum muslimin sangat
memerlukan pakar-pakar pengetahuan dalam berbagai bidang untuk mengejar ketinggalan dalam
teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan wasilah untuk tegaknya masyarakat Islam. Ini tidak bererti seorang muslim perlu mengekor pada sistem dan
budaya tamadun
lain yang telah maju di bidang
ini.
Sistem Islam yang sempurna telah memberi kerangka landasan
untuk menegakkan ilmu pengetahuan dan teknologi itu.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan
silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mempunyai fikiran”.
(QS Ali Imran : 190)
Islam memandang bahwa
ilmu pengetahuan merupakan milik manusia sejagat.
Suatu kurniaan Allah yang secara konsepnya telah dipersiapkan pada diri manusia.
Orang yang beriman bahkan yang paling berhak dengan ilmu itu.
Mereka berkewajiban mengarahkan ilmu dan teknologi agar dipergunakan sepenuhnya
dalam ibadah mentaati Allah.
Tarbiyah harakiyah seharusnya dapat memanfaatkan
seluruh potensi yang disediakan Allah di alam
semesta ini untuk menegakkan Islam.
Potensi ini telah dirampas dan disalahgunakan oleh
musuh-musuh Allah kerana keunggulan mereka dibidang teknologi. Orang yang beriman hendaklah
mampu mengambil alih halangan teknologi yang
memang milik
mereka itu.
Oleh
yang demikian, tarbiyah ‘aqliyah’
mewujudkan orang-orang mukmin
yang berpengetahuan dalam berbagai bidang.
Mereka berjuang
dijalan Allah dengan menyumbang dari sudut keahlian
masing-masing, bahu membahu dan saling melengkapi dalam beramal jama’ie.
Ruh dan akal yang
sempurna hanya dapat diwujudkan setelah melalui rintangan, cobaan dan ujian di arena aktiviti.
Persiapan jiwa dan
kematangan intelektual tidak bererti
apa-apa sebelum
diuji di medan jihad.
Oleh
kerana itu, Tarbiyah Islamiah
Harakiah sesuai dengan nama dan karakteristiknya perlu terus berlangsung dalam amal dan gerakan, tidak boleh berhenti walau sedetikpun. Di sinilah tarbiyah ‘amaliah’
mengambil peranannya.
Setiap peribadi muslim mesti
terdidik untuk bergerak secara teratur dan
berdisiplin tinggi di setiap langkah. Gerakan ini laksana seorang tentera yang mematuhi komandannya.
Ia adalah tentera
Allah yang :
- Taat pada perintah-perintahNya.
- Bersedia melaksanakan
arahan-arahan yang diberikan oleh Rasulullah saw dan gerakan Islam.
“Maka katakanlah : “Beramallah kamu, maka Alah dan
RasulNya akan melihat aktiviti-aktivitimu”.
(QS At Taubah : 105)
TARBIYAH AMALIYAH
Tarbiyah ‘amaliyah’
meliputi pembinaan jasmani agar :
- Bersedia melaksanakan
dakwah dan latihan–latihan.
- Berdisiplin dengan perintah.
- Bersedia untuk berkorban agar terlaksana amal Islami.
MURABBI YANG
MENGHIDUPKAN SEMULA RUH DAN CAHAYA AL QUR’AN
Sekarang mari kita lihat bagaimana ruh dan cahaya Al
Qur’an itu kembali dapat dihidupkan dalam jiwa orang-orang yang beriman
sebagaimana yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Mari kita susuri apa yang telah dicatatkan oleh Ahmad
Isa ‘Asyur sepanjang interaksi beliau dengan Imam Hasan Al Banna.
“Sebenarnya saya mendengar tentang lelaki ini sejak
sebelum beliau memindahkan dakwahnya dari Ismailiyah ke Kaherah.
Beliau seorang da’ie yang sukar dicari bandingannya.
Kaki beliau kukuh dalam menyebarkan dakwah Islam. Saya sangat merasakan
pengaruh yang positif dari beliau dalam perbaikan masyarakat. Itulah Imam
Syahid Syeikh Hasan Al Banna (semoga Allah melimpahkan rahmat kepada beliau dan
memasukkan beliau ke dalam syurgaNya yang luas, bersama para Nabi, shiddiqin,
syuhada dan orang-orang soleh).
Saya berkenalan dengan beliau di Kaherah. Saya sering
menghadiri ceramah yang beliau sampaikan di Markas Am Ikhwanul Muslimin setiap
hari Selasa, yang akhirnya dikenali sebagai “Haditsuts Tsulatsa” atau yang beliau lebih suka
menyebutnya “Atifatuts
Tsulatsa”.
Hari Selasa
adalah hari-hari yang menjadi saksi. Ribuan orang berkumpul dari berbagai
penjuru Kaherah, Iskandariah hingga ke Aswan, bahkan dari luar Mesir. Mereka
semua ingin mendengar dari Hasan Al Banna.
Maka, ia
naik ke atas mimbar dengan jubah dan serban putihnya, lalu sejenak melemparkan
pandangan beliau kepada seluruh hadirin, sebelum kemudiannya suara itu
menggaung dengan kekuatan jiwa yang penuh dan kalimat-kalimat yang menyihir,
yang segera merasuk dalam hati para pendengar.
Suara itu
tidak bertumpu pada retorik semata-mata, juga tidak membakar emosi dengan
teriakan bahkan suara itu sepenuhnya bertumpu pada :
a. Kebenaran.
b. Membangun
semangat.
c. Meyakinkan
akal.
d. Menggelorakan
jiwa.
Suara itu
penuh :
1. Dengan
makna bukan dengan kata-kata.
2. Dengan
ketenangan bukan dengan provokasi.
3. Dengan
hujjah bukan dengan hasutan.
Sehingga
setiap orang yang pernah mendengarnya sekali, pasti akan terus mengikuti
ceramah-ceramah itu secara rutin, walaupun dalam kesibukan dan halangan-halagan
lainnya.
Saya adalah salah seorang dari mereka yang terpesona
dan teruja mendengarkan ceramah beliau, sehingga muncul keinginan pada diri
saya untuk menyadurnya ke dalam majalah “I’tisham”.
Meskipun pada masa itu (1940), orang ramai belum
mengenali alat perakam, Allah telah memberikan taufiq kepada saya untuk
menyadurnya dengan cara yang jauh lebih baik dari seni kewartawanan.
Saya tidak mengerti dan tidak pernah mempelajari ‘Stenografi’ dari sesiapapun. Keinginan saya itu wujud
semata-mata kerana ilham dan taufiq dari Allah swt agar saya berbahagia dengan
terpeliharanya warisan agung ini.
Semoga ia menjadi catatan amal baik saya. Maka, sejak
saat itu, saya mulai mencatat ceramah hari Selasa itu sepanjang hidup Imam
Syahid hingga menjelang wafatnya.,
Saya mempunyai
suatu kebiasaan, iaitu datang ke Markas Ikhwanul Muslimin menjelang Maghrib
untuk melaksanakan solat jamaah.
Suatu
ketika, setelah azan dan iqamah, Imam Syahid pernah meminta saya mengimami solat.
Saya menolak kerana malu dan segan kepada beliau.
Beliau
akhirnya berkata, “Solatlah dengan
perintah!”
Maka tidak
ada pilihan lagi bagi saya kecuali melaksanakan perintah dan mengikuti
keinginan beliau tersebut.
Setelah solat,
saya kembali bersama para hadirin mendengarkan ceramah beliau. Di antara
mereka, saya adalah satu-satunya orang yang mencatat ceramah itu. Meskipun
demikian, saya tidak meminta tempat khusus untuk menulis. Saya duduk di bahagian
paling belakang dalam majlis tersebut.
Ada satu perkara
yang bertentangan yang begitu menakjubkan, iaitu saya sentiasa dikejutkan oleh
berakhirnya ceramah beliau. Saya dapat mengira bahwa perkara yang sama
dirasakan pula oleh para hadirin yang lain.
Itu berlaku lantaran
beliau menarik perhatian para pendengar di akhir ceramah dengan gaya yang lebih
memikat daripada yang digunakan beliau untuk menarik perhatian mereka di awal
ceramahnya. Saya tidak mengetahui apa rahsianya. Tetapi, itu merupakan salah
satu kelebihan beliau yang paling menonjol berkat kurniaan Allah yang diberikan
kepada siapa sahaja di antara hamba-hamba yang dikehendakiNya.
Pada tahun
1945, Allah telah memberikan taufiq kepada saya untuk melaksanakan kewajiban
haji. Satu pertubuhan iaitu “Jam’iyah Syar’iyah” memberikan
kehormatan kepada saya untuk memimpin delegasinya.
Di sana saya
berjumpa dengan Imam Syahid, di Tanah Haram. Saya mendengarkan beberapa ceramah
yang disampaikan oleh beliau di penginapan “Mesir” di Makkah bersama para
pimpinan delegasi Islam atas undangan beliau.
Saya juga
mendengarkan ceramah beliau di Mina, Madinah Al Munawarah dan di Darul Hadits.
Semua ceramahnya saya catat.
Perlu juga saya
sebutkan di sini bahwa delegasi-delegasi itu berdatangan dari berbagai penjuru
iaitu dari Indonesia, Sri Lanka, India, Madagaskar, Nigeria, Cameroon, Iran dan
Afghanistan.
Mereka
berkenalan dan berkumpul dengan beliau. Beliau berbincang dengan setiap
delegasi mengenai masalah-masalah yang menjadi pusat perhatian mereka serta
masalah utama yang mereka hadapi. Beliau menarik perhatian mereka, seakan-akan
beliau datang dari negeri mereka, bukan mereka yang datang kepada beliau. Oleh
kerana itu, adalah wajar jika ramai orang berpandangan bahwa Hasan Al Banna
merupakan peribadi yang unik di tengah-tengah manusia, bahkan di kalangan para
pemimpin.
Dengan watak
dan karakternya, beliau telah mengukir sejarah dan mengubah arah perjalanannya.
Beliau juga tergolong unik ketika wafat kerana tidak ada seorangpun yang melakukan
solat jenazah untuknya di masjid kecuali ayahnya. Tidak ada seorangpun di
antara para pengikut beliau yang memenuhi dunia pada waktu itu yang berjalan di
belakang jenazah beliau lantaran sebuah alasan yang cukup memeritkan iaitu kerana
mereka pada masa itu sedang memenuhi penjara.
Walaupun
Imam Hasan Al Banna telah meninggal dunia, namun pemikiran beliau tidak mati. Pengaruh beliau masih wujud dan terus
berkembang secara berterusan dalam generasi-generasi yang dicetak oleh beliau dengan
cara moden dan terserlah dalam perkembangan gerakan Islam yang mempengaruhi dunia,
di mana beliau merupakan peribadi yang pertama kali menabur benihnya.”
Sesungguhnya
beliau telah menghasilkan dan mencetak ‘Rijal’ yang menjadi buku yang
berjalan yang memberikan manfaat bagi siapa sahaja yang bersentuhan dengannya.
Dari didikan dan tempaannya, lahirlah “Rijalud Dakwah” yang tersebar di
seluruh dunia.
Di antara
mereka, ada yang menjadi :
a. Ahli
fiqh seperti Abdul Qadir Audah, Abdul Halim Abu Syuqqah dan Yusuf Al Qardhawi.
b. Ahli
Hadith seperti Muhibuddin Al Khatib dan Abdul Fattah Abu Ghuddah.
c. Pemikir
dan penulis yang unggul seperti Sayyid Qutb, Muhammad Qutb, Muhammad Al
Ghazali, Taufiq Yusuf Al Wa’iy, Fathi Yakan dan lain-lain.
Sungguh,
Hasan Al Banna adalah ‘mujadid’ (pembaharu)
Islam di abad ke dua puluh.
Ya
Allah, kekalkanlah warisan agung Tarbiyah Islamiyah yang ditinggalkan oleh Rasulullah
saw dan kemudian diteruskan oleh para sahabat baginda, para ulama’ ummah dan
pejuang dan mujahid yang datang bersilih ganti sehingga kami tetap berada di
atas jalanMu yang lurus bersama para kafilah dakwah dan tarbiyah sehingga kami
menemuiMu dalam keadaan Engkau ridha kepada kami.
Ameen
Ya Rabbal Alameen
WAS