Dalam sebuah perjuangan, kadang-kadang kemenangan yang kita raih boleh menggoda sebahagian dari kita untuk mendakwa samada secara ‘eksplisit’ ataupun ‘implisit’ bahwa diri kitalah yang paling berjasa untuk kemenangan itu.
Kalaupun bukan merasa yang paling berjasa, paling tidak kita mendakwa bahwa diri kita berada dalam kalangan mereka-mereka yang berjasa dan oleh yang demikian, jamaah dakwah seharusnya berhutang budi terhadap diri kita.
APAKAH KITA MENGHARAPKAN IMBALAN DUNIA DARI PERJUANGAN?
Mungkin sebahagian dari kita merasakan wajar bahkan ada yang menganggapnya harus apabila jamaah dakwah memberikan ganjaran dan balasan mahupun penghargaan di atas perjuangannya itu.
Buktinya pada mereka, perkara itu pernah berlaku kepada masyarakat Islam yang terbaik iaitu generasi sahabat Rasulullah saw pada peristiwa perang Hunain.
Ianya bermula dari cara Rasulullah saw membahagi-bahagikan ‘ghanimah’ (harta rampasan perang) Hunain.
Baginda membahagi-bahagikan harta rampasan tersebut walaupun kepada orang-orang yang baru masuk Islam pada ketika penaklukan Makkah (Fathu Makkah), yang rata-rata belum banyak pengorbanannya.
Bahkan dalam peperangan Hunain itu, justeru merekalah yang pertama sekali lari tunggang-langgang saat mendapat gempuran awal dari pihak musuh sedangkan orang-orang yang sudah sejak dari awal turut berjuang dan berhempas pulas dalam kancah jihad iaitu kaum Anshar, tidak mendapatkan sedikit pun dari ‘ghanimah’ tersebut sehingga seseorang dari kalangan Anshar berkata kepada sesama mereka :
“Sekarang Rasulullah saw sudah bertemu dengan kaumnya.”
Desas-desus itu akhirnya sampai kepada Rasulullah saw dan baginda kemudiannya meminta pemimpin mereka iaitu Sa’ad Bin Ubadah untuk mengumpulkan seluruh kaum Anshar itu di suatu tempat.
Setelah berkumpul, Rasulullah saw datang untuk menasihati mereka lalu membuka khutbah baginda :
“Apa desas-desus yang berkembang di tengah-tengah kamu? Apa perasaan-perasaan yang ada di hati kamu terhadapku?”
Setelah bertahmid dan memuji Allah swt, baginda berkata :
“Bukankah aku datang kepada kamu dalam keadaan kamu tersesat lalu Allah memberi kamu petunjuk? Kamu miskin lalu Allah memberi kamu kecukupan? Kamu bermusuhan lalu Allah mempertautkan hati kamu?”
Mereka mengatakan :
“Benar, Allah dan RasulNyalah yang paling berjasa dan paling utama.”
Rasulullah saw meneruskan :
“Wahai kaum Anshar, mengapa kamu tidak menjawabku?”
Mereka menjawab :
“Ya Rasulullah, dengan apa kami menjawab engkau? Allah dan RasulNyalah yang paling berjasa dan paling utama.”
Rasulullah saw mengatakan :
“Demi Allah, kalau kamu mahu, pasti kamu mengatakan (dan kamu pasti berkata jujur dan dapat dipercayai) : ‘Engkau datang kepada kami, wahai Rasulullah, dalam keadaan didustakan lalu kami mempercayai engkau. Engkau datang dalam keadaan dihinakan lalu kami membela engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan terusir lalu kami melindungi engkau. Engkau datang kepada kami dalam keadaan sengsara lalu kami membantu engkau’.
Wahai kaum Anshar, apakah hati kamu lebih mencintai kemilau dunia yang dengannya aku menjinakkan hati sebahagian orang agar teguh dalam Islam padahal aku mengandalkan kamu pada keislaman kamu?”
Akhirnya kaum Anshar menyedari kekeliruan mereka dalam meletakkan diri mereka dan memandang Rasulullah saw.
Mereka menangis sekuat-kuatnya hingga janggut-janggut mereka basah dengan air mata seraya mengatakan :
“Kami puas dengan Rasulullah saw sebagai sebahagian dari kami.”
Rasulullah saw mengingatkan kepada kita bahwa manakala kita mendapat hidayah Allah swt untuk masuk dalam barisan Islam, menjadi perajurit Allah, lalu melakukan perjuangan dan pengorbanan untuk Islam, maka sesungguhnya itu bukanlah jasa kita untuk perjuangan Islam melainkan justeru ianya adalah nikmat dan kurniaan Allah kepada kita semua.
Tanpa hidayah Allah itu, kita hanya akan menjadi manusia dengan kualiti benda mati seumpama kayu (khusyubum-musannadah), bahkan mungkin bagaikan binatang ternak (kal-an’am).
Tanpa penglibatan kita dalam perjuangan, kita hanya akan menjadi orang-orang yang tidak mempunyai apa pun untuk menjawab pertanyaan Allah swt di saat kita menghadapNya.
PERJUANGAN BUKAN JASA KITA KEPADA ALLAH DAN RASUL
Apa yang telah kita lakukan di dunia?
Sungguh, perjuangan kita untuk menegakkan Islam di muka bumi ini sama sekali bukan jasa kita kepada Allah swt.
Ini adalah kerana, tanpa bantuan manusia, Allah swt mampu menegakkan Islam dengan kekuasaanNya sendiri dan Allah tidak mendapat keuntungan sedikit pun dari ketaatan manusia.
Sebaliknya Dia juga tidak rugi sedikit pun apabila seluruh manusia ingkar kepadaNya dan sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan) dari sekalian alam.
Firman Allah swt :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kukuh.” (QS Az- Zariyaat : 56-58)
Ianya bukan pula perjuangan kita untuk membela dan menguntungkan Rasulullah saw kerana :
PERTAMA :
Kita sudah jauh dari zaman kehidupan Rasulullah saw.
KEDUA :
Para sahabat yang ternyata terlibat dalam perjuangan dan pengorbanan bersama Rasulullah saw sahaja pun pada hakikatnya bukan membela Rasulullah saw kerana tanpa bantuan kaum Muslimin pun, Rasulullah saw sudah terang-terang dibela oleh Allah swt.
Kepada para sahabat yang habis-habisan membela dan berjuang untuk Islam bersama Rasulullah saw itu, Allah swt berfirman :
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (iaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Makkah) mengeluarkannya (dari Makkah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berdukacita, sesungguhya Allah bersama kita”. Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentera yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah : 40)
PERJUANGAN KITA UNTUK KITA
Lalu, apakah perjuangan dan pengorbanan kita menguntungkan Islam?
Jika Islam tanpa kita, akan ada orang lain yang memperjuangkannya.
Allah swt menegaskan perkara ini dengan ayatNya :
“Wahai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah-lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah kurnia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Maidah : 54)
Rasulullah saw pun bersabda :
“Akan sentiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan kebenaran tanpa terganggu oleh orang yang menghinakan dan menentang mereka, hingga datang kemenangan dari Allah dan mereka tetap dalam keadaan demikian.” (HR Muslim)
Jadi perlu kita sedari bahwa sesungguhnya segala apa yang kita lakukan dalam perjuangan ini dengan segala macam bentuk pengorbanan adalah jasa kita untuk diri kita sendiri terutama di saat kita menghadap Allah swt.
Ini adalah kerana, setiap dari kita hanya akan memperolehi apa yang kita lakukan di dunia :
“Dan seseorang tidak akan memperolehi selain dari apa yang telah dia usahakan.”
Iman, hijrah, jihad dengan harta dan jiwa, itulah yang akan menghantarkan kita menjadi orang yang akan mendapat kemenangan sejati sebagaimana yang Allah swt jelaskan :
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi darjatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (QS At-Taubah : 20)
HASIL PERJUANGAN BUKAN MATLAMATAmat wajar apabila Rasulullah saw pada suatu ketika marah kepada para sahabat, tatkala mereka mentertawakan betis kecil Ibnu Mas’ud.
Baginda bersabda :
“Kamu mentertawakan betis Ibnu Mas’ud, keduanya di sisi Allah lebih berat timbangannya dari gunung Uhud.”
Mari kita sedari bahwa hasil perjuangan bukan satu-satunya tujuan dari perjuangan itu sendiri, namun keinginan, usaha dan semangat berjuang itulah prestasi yang sungguh luar biasa.
Ketika setiap orang yang pandai menghargai usaha-usaha dalam perjuangan maka jutaan karya monumental akan hadir dalam kehidupan.
Namun ketika tidak ada penghargaan terhadap usaha-usaha dalam perjuangan seseorang, maka orang lebih suka dengan kepalsuan, kerana semua orang akan mengutamakan hasil bukan proses.
Kerja dakwah menuntut kerja dengan tingkatan tuntutan yang luar biasa. Pembahasannya pun dengan pilihan kata-kata yang penuh keseriusan.
Iman, hijrah dan jihad merupakan kata-kata yang mewakili tuntutan karya yang besar. Tentangan terhadap iman, hijrah dan jihad tidak mungkin dihadapi dengan kerja sambil lewa.
Allah swt meminta harta dan jiwa sebagai modal untuk menghadapi tentangan. Namun permintaan tersebut tidaklah tanpa penghargaan, semuanya berbalas dengan balasan yang tidak terhingga.
Perhatikanlah ungkapanNya :
”Tidak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.”
Rasulullah saw bersabda :
“Allah menyediakan bagi hamba-hambanya yang soleh sesuatu yang tidak pernah terlihat oleh mata dan tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbayang oleh angan-angan.”
Sungguh, penghargaan yang Allah berikan tidak ada bandingan dengan usaha yang kita lakukan.
KEJUJURAN ASAS PERJUANGAN
Kejujuran iman melahirkan rasa rindu yang memuncak terhadap balasan Allah di akhirat. Ia menjadi tenaga besar yang dengannya seseorang dapat mengatasi segala rintangan, walau sebesar apapun dan seberat manapun.
Betapa perlunya kita mengurus hati kita dan menghadapkannya kepada Allah semata-mata.
Ketika kita beramal, berkata, bahkan diam, semua janji-janji Allah sentiasa terngiang-ngiang di sebalik setiap amal kita sehingga mampu memacu laju dan menguatkan tekad.
Ini adalah kerana seorang mukmin sentiasa menjadikan perkiraan ukhrawi sebagai motivasi amalnya.
‘As-Shidqu ma’a Allah’ (jujur kepada Allah) sentiasa kita perlukan dalam menghadapi berbagai keadaan.
Sifat ini yang membuatkan seorang mukmin sentiasa komited terhadap janjinya kepada Allah swt di mana :
- Di waktu mudah dan lapang, ia tidak terlena dengan berbagai kemudahan itu dan meninggalkan ‘jiddiyah’ (kesungguhan) dalam beramal.
- Di waktu sempit dan susah, konflik dan fitnah, ia juga tetap tegar di jalan Allah, setia dengan komitmennya untuk memberikan kesetiaannya kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman.
Ya Allah, Engkaulah Tuhan yang membolak balikkan hati-hati. Tetapkanlah hati kami di atas agamaMu dan di atas ketaatan kepadaMu. Jadikanlah matlamat ‘ukhrawi’ sentiasa tergambar di dalam setiap amal dan usaha yang kami lakukan supaya kami tidak tertipu dengan pujian dan penghargaan manusia bahkan kami tetap melihat dengan jelas akan matlamat mendapat keredhaanMu yang akan hanya kami nikmati ketika bertemu denganMu di akhirat nanti.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS