Seorang muslim yang mempunyai akal hanya melihat bahwa kehidupan ini adalah rangkaian ujian yang terdiri dari berbagai :
- Masaalah.
- Persoalan.
- Tugas-tugas.
- Ancaman.
- Tentangan.
- Peluang dan kesempatan.
- Kesenangan.
Mereka yang lulus adalah mereka yang tidak dipalingkan dari jalan yang mereka yakini sebagai kebenaran. Kebenaran sejati tidak akan pernah berubah kerana kebenaran di awal akan tetap menjadi kebenaran di akhir.
Segala sesuatu yang di luar ini adalah sesuatu yang berubah, di mana suatu waktu boleh dikatakan benar, manakala di lain waktu boleh pula disebut sebagai salah.
Mereka yang istiqamah adalah mereka yang bersandarkan kepada kebenaran sejati untuk menghadapi situasi yang berubah. Piawaian mereka terhadap kebenaran adalah tetap, walau bagaimana sekalipun dunia luar mengemaskini kebenaran menjadi berbagai pilihan yang meragukan dan menyesatkan.
Sedangkan mereka yang tidak konsisten adalah mereka yang bersandarkan ke atas sesuatu yang bersifat relatif dan sentiasa berubah, akibatnya mereka mudah tertipu dengan sesuatu yang disebut benar dan bahkan mereka boleh sampai pada meyakini suatu kebenaran relatif menjadi pengganti kepada kebenaran sejati.
Apabila makna kemerdekaan disandarkan pada ‘nasionalisma kebangsaan’, bahwa setiap yang menjajah dari luar bangsa mereka adalah penjajah, maka mereka hanya mengenal satu jenis penjajah, iaitu kaum yang berbeza bahasa dan warna kulit dengan mereka.
Namun mereka akan sukar untuk mendefinasikan situasi ketika orang-orang yang mereka sebut sebagai penjajah sudah tidak menginjakkan kaki lagi di negara mereka, namun kehidupan mereka layaknya seperti orang-orang terjajah tidak berubah.
Dalam Islam, makna kemerdekaan melekat secara sempurna dengan kalimah syahadah. Ketika yang disembah, dipatuhi, ditakuti, hanyalah ALLAH, maka itulah kemerdekaan bagi seorang muslim.
Namun, jika sudah ada tandingan-tandingan baru yang hendak menggantikan posisi ALLAH ini, maka inilah yang sebenarnya disebut penjajahan.
Ketika Kaum Muslimin benar-benar menggunakan Al Qur’an sebagai pegangan dan sumber hukum tertinggi mereka, maka itulah kemerdekaan tetapi, ketika sudah ada peraturan-peraturan yang hendak mengubah apa yang sudah diatur di dalam Al Qur’an, maka Kaum Muslimin dalam hal itu sudah berada pada posisi terjajah.
Ketika Kaum Muslimin sudah tidak mampu melangkah, mengambil keputusan, dan menyelesaikan masalah berdasarkan pada petunjuk Rabb mereka di dalam Al Qur’an yang mereka genggam erat, maka sesungguhnya tangan yang menggenggam Al Qur’an itu sudah dibelenggu dengan belenggu yang rapat.
Namun mata mereka akan dibiarkan bebas terbuka. Ketika manusia-manusia ini sudah dibelenggu, maka mereka hanya akan menjadi saksi bisu di atas segala pertunjukan drama kepalsuan dan kebatilan dengan jalan cerita yang membosankan. Mereka akan menjadi saksi bagaimana kebenaran yang ditampilkan di depan mata mereka, berbeza dengan kebenaran yang mereka jumpai dalam Al Qur’an.
Mata mereka yang dibiarkan terbuka akan menjadi saksi langsung bagaimana kebenaran dalam kitab mereka kini menjadi sesuatu yang dijauhkan dari mereka, dan apa yang sebelumnya mereka jauhi kini didekatkan ke wajah mereka, hingga wangi racun kepalsuan itu tercium oleh hidung mereka.
Namun, mereka tidak mampu berbuat apa-apa. Mereka lumpuh. Secara jasadnya mereka masih hidup, tetapi secara jiwa dan ruhnya sudah boleh dikira mati.
Ketika Fir'aun telah melampaui batas, tidak ada rakyatnya yang melihat bahwa Fir'aun ini sedang menjajah dan memperhambakan mereka.
Bagaimana mungkin, Fir'aun ini dari kaum mereka sendiri. Bahasa dan warna kulitnya sama dengan mereka. Ketika Musa hadir dan mengingatkan Fir'aun untuk meniti jalan Tuhannya dan takut kepadaNya, maka seketika itu pula Musa dicapkan sebagai musuh baru yang perlu diwaspadai bersama.
Berbagai propaganda disebarkan untuk menjauhi apa yang disampaikan oleh Musa. Tidak cukup sampai di situ, bahkan ketika kebenaran itu secara nyata hadir di depan matanya, penentangan Fir'aun semakin menjadi-jadi. Perintah penangkapan dilakukan untuk Musa dan segenap pengikutnya dari Bani Israil sehingga kepada cadangan untuk menamatkan riwayat Musa dan ajaran yang dibawanya, Fir'aun malah perlu lebih dahulu menerima kenyataan bahwa riwayatnya perlu lebih dahulu tamat.
Sungguh dramatik kisah yang disampaikan oleh Al Qur’an. Fir'aun tidak mampu menolak kebenaran ketika segala hijab disingkapkan dari matanya. Penglihatannya kini tajam kerana nafasnya sudah sampai di tenggoroknya. Jasadnya pun dibiarkan utuh agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahnya. Pelajaran bagi orang yang mahu mengambil pelajaran.
Alangkah samanya kelmarin dan hari ini. Fir'aun dahulu dan sekarang, apa bezanya? Fir'aun tetaplah Fir'aun.
Penjajah sentiasa hadir dengan propaganda untuk membebaskan dan memerdekakan, namun yang terjadi sebenarnya hanyalah perhambaan.
Sedangkan Islam hadir untuk membebaskan manusia dari penjajahan sampai ke akar-akarnya. Beginilah, Islam akan sentiasa menjadi musuh dan sentiasa dimusuhi oleh para penjajah.
Namun, kerana dunia ini adalah medan ujian antara kebenaran dan kepalsuan, maka akan sentiasa ada yang menganggap Fir'aun dan para penjajah itu sebagai pahlawan ketika masih ada sekelompok yang melihat betapa Fir'aun ini sudah lupa diri hingga hendak mengambil kekuasaan ALLAH.
Dahulu, penguasa Mesir moden maju dengan dukungan Umat Islam kerana umat melihat ia hendak menghapus penjajahan. Tetapi ketika ia mulai bertukar secara perlahan-lahan menjadi penjajah baru dengan menggantikan jati diri Islam rakyatnya, maka bagaimana mungkin setiap muslim yang masih memiliki akal akan mendukung penjajahan ini. Penguasa ini boleh memenjarakan dan menggantung Abdul Qadir Audah, Muhammad Farghali, Sayyid Qutb, Yusuf Hawash dan Abdul Fattah Ismail.
Namun, sungguh betapa tertipunya ia secara jelas ketika mengira ia telah mencabut kemerdekaan orang-orang yang digantungnya. Justeru orang-orang inilah mereka yang benar-benar merdeka. Sampai akhir hayat mereka, mereka tidak mampu digoyahkan sekalipun oleh tawaran penguasa yang hendak menandingi ALLAH. Sebelum dipenjara, syahadah mereka benar. Setelah dipenjara, syahadah mereka benar. Ketika tali tiang gantungan sudah dililitkan ke leher pun, syahadah mereka tetap benar.
Kata-kata dan keteguhan mereka semakin nyaring menembusi pelosok bumi setelah mereka berkorban nyawa. Sungguh inilah nikmat kemerdekaan bagi orang-orang yang tinggal di belakang mereka.
Bahkan ketika apa yang dilakukan penguasa ini begitu kejam dan tidak terbayang boleh dilakukan terhadap seorang perempuan seperti Zainab al-Ghazali, sungguh ia tidak mampu mencabut kemerdekaan sejati itu dari seorang Zainab.
Seperti Fir'aun, ia menganggap hidup mati manusia berada di tangannya, justeru ajal penguasa ini lebih dahulu datang dari orang yang dikira telah berhasil dijajahnya, lalu siapakah yang sebenarnya terjajah?
Mungkin dahulu, tidak ada yang pernah mengira bahwa seorang patriot bangsa Turki yang berjuang atas nama Islam mengusir bangsa yang hendak menjajah negerinya, namun ketika berkuasa, betapa cepatnya ia pun berubah menjadi penjajah baru negerinya. Bangunan khilafah peninggalan Rasulnyapun ia runtuhkan.
Identiti muslim rakyatnya ingin ia ganti dengan identiti bangsa yang hendak menjajahnya. Ia khabarkan kemerdekaan penuh kepada rakyatnya. Tetapi betapa ramai yang menganggapnya pahlawan hingga kini. Bahkan betapa ramai pula yang masih menyematkan pin bergambar dirinya pada baju mereka?
Lihatlah muslimah Turki, adakah mereka mendapatkan kemerdekaan dengan hijabnya di negara mereka sendiri ? Inilah contoh peninggalan penguasa yang hendak menggantikan kekuasaan ALLAH.
Umat Islam di seluruh penjuru dunia sedang menyaksikan bagaimana permusuhan terhadap syariat Islam itu datang malah dari kaum mereka sendiri. Umpama seorang pahlawan, mereka beritahu langkah-langkah penyelamatan dengan mengambil sebahagian dari isi Kitabullah, tetapi mereka tolak sebahagian yang lain. Sungguh jelas bagaimana Al Qur’an menggolongkan orang-orang seperti ini di mana mereka ambil orang-orang kafir sebagai pemimpin dan mereka tinggalkan orang-orang beriman dan mereka tidak henti-hentinya menzalimi umat ini.
Benarlah perkataan Umar Al Khattab bahwa kehinaanlah bagi mereka (orang-orang yang mengaku Islam) yang hendak mencari kemuliaan selain dari Islam. Wajar rasanya mereka sentiasa cuba menghalang Al Qur’an tegak sebagai hukum tertinggi yang didambakan oleh setiap muslim. Bagaimana tidak, segala ciri-ciri, langkah dan siasah mereka dijelaskan secara terang oleh Al Qur’an. Tipu daya mereka akan terbuka lebar apabila Al Qur’an menjadi acuan kita dalam berbagai sendi kehidupan.
Apabila syariat ALLAH di muka bumi ini hendak dipadamkan, maka ALLAH sendiri yang akan menunjukkan pada mereka yang menyombongkan diri, bagaimana Dia akan tetap menyalakan cahayaNya. Dengan apa bentuk sekalipun perancangan manusia yang hendak memadamkan cahayaNya, Dia akan mengalahkan mereka dengan perancangan terbaik kerana Dia lah sebaik-baik perancang.
Semakin mereka berusaha memadamkan cahayaNya, semakin terang nyala cahayaNya hingga ketika mereka kehabisan nafas, cahaya itu akan semakin terang benderang, semakin silau hingga membutakan mata mereka sendiri dan justeru ketika itulah penglihatan mereka akan menjadi sangat tajam.
Akhir sekali kita akan menjadi saksi apakah ruh perjuangan yang dimiliki ketika merebut kemerdekaan itu masih ruh yang sama dengan ruh yang menghadapkan wajah mereka kepada Al Qur’an dan menggerakkan tangan mereka untuk menggenggamnya, ataukah ruh yang malah memalingkan mereka dan melepaskan genggaman mereka darinya.
“Jangan sekali-kali kamu terperdaya oleh kegiatan orang-orang kafir di seluruh negeri.” (QS Ali Imran : 196)
“Wahai orang-orang yang beriman ! Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap-siaga dan bertakwalah kepada ALLAH agar kamu beruntung. “ (QS Ali Imran 200)
“Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami mendengar orang yang menyeru kepada iman, (iaitu)”Berimanlah kamu kepada Tuhanmu” maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan matikanlah kami beserta orang-orang yang berbakti.” (QS Ali Imran : 193)
“Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sungguh, Engkau tidak pernah mengingkari janji.” (QS Ali Imran : 194)
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS