Sebelum bergerak ke Tabuk, Rasulullah saw menemui Jad bin Qais, salah seorang dari Bani Salamah lalu baginda berkata :
"Wahai Jad, bolehkah kau selama setahun berada di kabilah Jallad bin Ashfar?"
Lalu Jad bin Qais menjawab :
"Wahai Jad, bolehkah kau selama setahun berada di kabilah Jallad bin Ashfar?"
Lalu Jad bin Qais menjawab :
"Ya Rasulullah, izinkanlah aku dan janganlah memfitnahku. Demi Allah, kaumku pun tahu bahwa tidak seorang pun yang lebih berat kekagumannya terhadap wanita melebihiku. Aku khuatir ketika melihat wanita Bani Ashfar, tidak dapat menahan diri demi melihat mereka."
Rasulullah saw langsung berpaling darinya lalu berkata, "Aku izinkan kau."
Rasulullah saw langsung berpaling darinya lalu berkata, "Aku izinkan kau."
Maka turunlah ayat Allah berikut :
"Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (untuk tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah." (QS At Taubah : 49)
"Di antara mereka ada orang yang berkata: "Berilah saya keizinan (untuk tidak pergi berperang) dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah." Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah." (QS At Taubah : 49)
Surah At Taubah ini tergolong di antara surah paling keras dalam mengecam orang-orang munafik di samping membongkar watak mereka dan oleh kerana itu, surah At Taubah ini juga dinamakan surah ‘Fadhihah’ (kecaman).
Sikap yang dinyatakan di atas merupakan karakter dan ciri asas orang munafik, iaitu meminta uzur dari :
- Melakukan amal.
- Penglibatan dalam aktiviti dakwah.
- Perlaksanaan jihad.
tanpa ada alasan syar'ie.
Adapun di antara sebab-sebab utama mereka meminta keuzuran adalah :
Adapun di antara sebab-sebab utama mereka meminta keuzuran adalah :
- Sifat pengecut yang melahirkan ketakutan dalam menghadapi musuh dengan risiko, siksaan, penghinaan, penjara bahkan kadang-kadang kematian.
- Tidak adanya kesediaan dalam memikul bebanan dakwah.
- Kekhuatiran di atas rezeki di mana ia mengira bahwa dalam kesibukannya dengan urusan dakwah, maka akan terbengkalai segala urusan dunia dan rezekinya, kesempatan dalam perniagaannya, kuliahnya dan sebagainya.
- Khuatir kehilangan jawatan di mana ia mengira bahwa aktiviti Islamnya boleh membekukan jawatan dan pangkatnya.
- Tidak adanya kesabaran untuk berpisah dengan isteri atau anak-anaknya.
Ini adalah sebahagian dari sebab-sebab utama di sebalik ‘i'tidzar’ (pengambilan alasan atau minta keuzuran) bahkan mereka mengelak dengan berbagai macam alasan agar tidak terbuka niat sebenar mereka.
Mereka mengatakan sebagaimana yang disimpul oleh ungkapan di dalam ayat di atas tadi iaitu :
Mereka mengatakan sebagaimana yang disimpul oleh ungkapan di dalam ayat di atas tadi iaitu :
"Berilah saya keizinan dan janganlah kamu menjadikan saya terjerumus ke dalam fitnah!"
Tidak diragukan lagi dan nampak begitu jelas dari alasan ini bahwa wujudnya :
Tidak diragukan lagi dan nampak begitu jelas dari alasan ini bahwa wujudnya :
- Kecemasan terhadap fitnah wanita.
- Kecemasan di atas keamanan.
Namun, pada hakikatnya tidaklah demikian bahkan mereka memberi alasan dek kerana kesibukan dalam perniagaan dan urusan keluarga sebagaimana firman Allah swt :
"Orang-orang Badui tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami"." (QS Al Fath : 11)
"Orang-orang Badui tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami"." (QS Al Fath : 11)
Seorang penulis memberi komentar terhadap ayat di atas :
"Dalih yang digunakan oleh sebahagian orang Arab (Badui) bahwa mereka sibuk dengan harta dan keluarga mereka dari jihad di jalan Allah. Mereka merasakan bahwa mereka dirintangi oleh harta dan anak-anak mereka lalu mereka memohonkan ampunan untuk mereka.
Allah telah menyangkal perkara ini bahwa yang sesungguhnya berlaku adalah sama sekali bertentangan dengan kenyataan tersebut. Dalih sebegini ini sungguh aneh dan janggal.
Bagaimana mereka banyak melibatkan diri dalam urusan seperti itu?
Bukankah bagi semua kaum Muslimin juga ada isteri dan anak?
Bukankah semuanya juga perlu mencari rezeki untuk mencukupkan keperluannya, isteri dan anak-anaknya?
Ya, setiap orang pasti sibuk dengan urusannya!
Apakah dengan kesibukan itu, tidak ada lagi dakwah dan jihad?
Apakah akibat dari itu semua tidak ada lagi perjuangan?
Apakah kesan dari kesibukan itu mengakibatkan tidak ada lagi pengorbanan?"
Di antara alasan ‘i'tidzar mereka lagi adalah mereka ingin menjaga rumah mereka dari pencuri ketika ditinggalkan keluar di mana mereka merasakan tiada siapa yang akan menjaga isteri dan anak-anak mereka semasa ketiadaan mereka.
Namun, Allah swt mengetahui bahwa bukan itu alasan yang sesungguhnya di mana disebutkan dalam surah Al Ahzab :
"Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari." (QS Al Ahzab : 13)
"Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: "Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)." Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanyalah hendak lari." (QS Al Ahzab : 13)
‘i'tidzar’ dari keterlibatan dalam dakwah dan jihad serta segala aktiviti amar ma'ruf nahi munkar atau aktiviti tarbiyah dalam membimbing masyarakat kepada Islam, hidayah serta nilai-nilainya, biasanya merupakan kayu ukur dari kemalasan serta keinginan untuk menghindarkan diri dari tugas.
Ketika seseorang mulai kendor semangatnya, maka tersingkaplah beberapa gejala. Di antaranya ialah :
Ketika seseorang mulai kendor semangatnya, maka tersingkaplah beberapa gejala. Di antaranya ialah :
- Menghindarkan diri dari tuntutan dakwah.
- Menjauhi segala aktiviti dakwah dan tarbiyah.
- Banyaknya memberi alasan sehingga lama kelamaaan menjadi wataknya.
Perkara-perkara di atas adalah diakibatkan oleh kecenderungannya pada masalah dunia dan mengutamakannya di atas urusan agama.
Maka berlakulah pergolakan dalam dirinya antara bebanan dakwah dan kepuasan nafsunya.
Maka berlakulah pergolakan dalam dirinya antara bebanan dakwah dan kepuasan nafsunya.
Dia pun mula membuat kesimpulan bahwa alternatif terbaik dari konflik batin ini adalah pemisahan antara keterlibatannya dalam dakwah dengan kehendak tubuh dan perasaan nafsunya.
Mulailah ia menjauhi organisasi dakwah yang dimulai dengan banyaknya ‘i'tidzar’.
Ia tidak kuasa untuk menyatakannya secara terang-terangan lalu terjerumuslah dia dalam kemunafikan.
Inilah satu aspek ‘i'tidzar’ yang pada akhirnya akan mengakibatkan ketidakaktifannya dalam dakwah lalu seni membuat alasan ini semakin dilakukannya secara rutin dan aktif hari demi hari.
Ada jenis lain dari ‘i'tidzar’ yang bergantung kepada keadaan atau suasana. Ini diakibatkan oleh kelemahan sesaat dan kemudiannya kembali dengan semangat tinggi setelah menyedari kekeliruannya, namun jenis ini tidak termasuk dalam kategori ‘i'tidzar’ yang sebenarnya.
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang sentiasa istiqamah, sedia berkorban untuk dakwah dan jihad serta sentiasa berani untuk mengatakan yang haq sebagai haq dan batil sebagai batil tanpa uzur yang diada-adakan.
Inilah satu aspek ‘i'tidzar’ yang pada akhirnya akan mengakibatkan ketidakaktifannya dalam dakwah lalu seni membuat alasan ini semakin dilakukannya secara rutin dan aktif hari demi hari.
Ada jenis lain dari ‘i'tidzar’ yang bergantung kepada keadaan atau suasana. Ini diakibatkan oleh kelemahan sesaat dan kemudiannya kembali dengan semangat tinggi setelah menyedari kekeliruannya, namun jenis ini tidak termasuk dalam kategori ‘i'tidzar’ yang sebenarnya.
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang sentiasa istiqamah, sedia berkorban untuk dakwah dan jihad serta sentiasa berani untuk mengatakan yang haq sebagai haq dan batil sebagai batil tanpa uzur yang diada-adakan.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS