Ketika Rasulullah saw menawarkan kepada para pemimpin kabilah untuk membawa dan membela dakwah, majoriti dari mereka menolak.
Sebahagian dari mereka mengatakan :
“Jika demikian, kamu akan diperangi oleh orang-orang Arab dan Bukan Arab”
Selain itu ada juga yang mengatakan :
“Urusan ini (Dakwah) adalah urusan yang dibenci oleh para penguasa”.
Memang demikianlah hakikatnya bahwa dakwah akan mendapat tentangan besar dari para penentangnya sepanjang zaman.
Dakwah yang membawa misi besar perubahan akan :
- Menghapuskan berbagai ragam budaya dan kebiasaan yang bertentangan dengan Islam.
- Menghancurkan kebatilan dan berbagai ragam perilakunya.
- Menentang penguasa yang zalim dan pendukung serta peraturannya.
- Menghentam sembahan-sembahan yang batil yang diterjemahkan melalui penguatkuasaan undang-undang.
- Mengharamkan industri maksiat dan menentang para pemilik dan barisan pegawainya.
Maka, amat wajar jika dakwah akan mendapat serangan yang bertubi-tubi sepanjang zaman kerana ada kepentingan besar di sebalik penentangan tersebut, iaitu :
- Pengekalan tradisi.
- Penghormatan kaum/kabilah.
- Kekuasaan pemerintahan.
Di sebalik tekanan dakwah yang sedemikian berat sekalipun, Rasulullah saw amat sedar bahwa dakwah memerlukan ‘rijal’ (pendokong-pendokong) yang kuat bagi menyokong untuk tertegaknya kebenaran.
Hari-hari baginda adalah hari-hari mencari aktivis dakwah kental bagi menguatkan rumah dakwah agar terasa nyaman untuk diduduki oleh oleh penghuninya.
Meskipun beberapa tokoh dan pemuka Quraish sudah membulatkan tekad menyatakan dukungan terhadap perjuangan baginda, namun Rasulullah saw masih merasa sangat perlu akan kehadiran tokoh besar dengan jumlah yang banyak.
Setiap kabilah didatangi dan setiap tokoh ditemui dengan harapan untuk mencari siapakah di antara mereka yang bersedia untuk menjadi pahlawan besar sebagai pengawal kebenaran.
Keinginan baginda akan kehadiran dua tokoh besar iaitu Umar bin Al Khattab dan Amr bin Hisyam (Abu Jahal), beliau lontarkan dalam ungkapan doanya, :
”Ya Allah, kuatkanlah Islam dengan dua Umar”.
Namun di sebalik pencariannya baginda tetap sedar bahwa mencari aktivis dakwah tidak seperti mencari ikan di kolam besar.
Baginda membahasakan aktivis dakwah seperti Unta Tunggangan (Rahilah) di mana dari seratus ekor unta, belum tentu ada seekor yang menyamainya di dalamnya.
Di salah satu rumah di Madinah, Umar bin Al Khattab ra duduk bersama sahabatnya lalu beliau mengatakan :
”Bercita-citalah kamu!”
maka salah seorang dari mereka mengatakan :
”Alangkah baiknya jika rumah ini dipenuhi dengan emas yang boleh aku infakkan fi sabilillah”.
Umar berkata lagi :
”Berangan-anganlah kamu!”.
Seorang yang lainnya mengatakan :
”Aku ingin rumah ini dipenuhi oleh intan mutiara dan zabarjad yang dapat aku infakkan dan aku sedekahkan fi sabilillah”.
Lalu Umar berkata lagi :
”Silakan kamu berangan-angan!.”
Mereka menjawab :
”Wahai Amirul Mukminin, kami tidak tahu lagi apa yang perlu kami katakan”.
Umarpun menjawab :
”Aku merindukan para aktivis seperti Abu Ubaidah bin Al Jarrah, Mu’az bin Jabal dan Salim Maula Abu Huzaifah, untuk berjuang menegakkan kalimatullah.”
Semoga Allah melimpahkan rahmatNya kepada Umar.
Ia amat tahu tentang :
- Faktor penunjang bagi wujudnya kemuliaan dan harga diri.
- Modal besar penggerak bangsa yang telah mati.
- Bagaimana memastikan bagi tertegaknya peradaban besar yang hakiki.
Amat benar, bahwa aktivis dakwah :
- Lebih mahal harganya dari barang galian.
- Lebih tahan dan kuat dari batu karang.
- Daya ledakannya lebih dahsyat dari senjata.
Kehadirannya di tengah-tengah umat mampu :
- Membangunkan orang yang ‘tidur’.
- Menyedarkan orang yang ‘mabuk’.
- Menghidupkan mereka yang telah ‘mati’.
Tidak perlu ribuan, ratusan atau puluhan bahkan walaupun jumlahnya hanya seorang, mereka mampu memberi ruh baru bagi kehidupan umat ini.
Imam Hasan Al Banna membahasakan aktivis dakwah seperti ini dengan ungkapan yang indah :
”Kamu adalah ruh baru yang mengalir di dalam tubuh umat.”
Ketika dakwah mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat Madinah, Rasulullah saw tidak perlu pening kepala untuk mencari siapakah orang yang paling tepat untuk dikirim menjadi pendakwah dan murabbi ke sana.
Baginda tidak mengirim sahabat ‘senior’ seumpama Abu Bakar atau Umar bin Al Khattab, malah baginda juga tidak menghantar ramai orang, cukup hanya satu orang iaitu Mushab bin Umair sebagai pembuka kota Madinah.
Rasulullah saw memahami betul bahwa semua aktivis dakwahnya mampu dan memiliki tanggungjawab yang tinggi terhadap kerja-kerja dakwah.
Ketika Khalid bin Al Walid mengepung suatu tempat dalam pertempuran yang dahsyat, beliau meminta bantuan pasukan tambahan kepada Abu Bakar ra. Namun, khalifah hanya mengirim seorang lelaki sahaja iaitu Qa’qa’ bin Umar At Tamimi seraya berkata :
”Insya Allah pasukan tidak akan kalah dengan adanya laki-laki seperti dia”.
Maka Khalid bin Al Walid pun berkata :
”Sungguh! Suara Qa’qa’ di tengah pasukan jauh lebih menggentarkan musuh berbanding 1000 orang tentera.”
Seorang aktivis dakwah kadang-kadang boleh dibandingkan dengan seratus, bahkan seribu orang, bahkan kadang kala imbangannya adalah satu bangsa, sehingga dikatakan :
”Seorang aktivis dakwah yang mempunyai cita-cita besar boleh menggerakkan satu bangsa.”
Aktivis dakwah adalah ibarat :
- Ruh bagi badan.
- Lokomotif bagi keretapi.
- Mesin penggerak bagi kenderaan.
Seluruh roda kebaikan tidak akan bergerak tanpa kehadirannya.
Adalah wajar jika Rasulullah saw, Umar bin Al Khattab dan khalifah seterusnya menaruh tumpuan dan harapan yang besar kepadanya.
Ini adalah kerana di atas bahunyalah dakwah meletakkan tanggungjawab besar yakni memastikan tetap wujudnya risalah kebenaran hingga akhir zaman.
Kelemahan mereka membuatkan lemahnya dakwah dan lemahnya dakwah membuatkan kehidupan akan rosak binasa serta menyebabkan umat tenggelam dalam kenistaan.
Disebabkan begitu kuat kekhuatiran Umar bin Al Khttab terhadap kelemahan dirinya sebagai aktivis dakwah, beliau berdoa :
”Ya Allah aku berlindung pada Mu dari kezaliman para pendosa dan aku berlindung pada Mu menjadi aktivis yang tidak berdaya”.
Jika musibah tsunami mampu menenggelamkan ratusan ribu orang, maka yakinlah bahwa ketidakberdayaan aktivis dakwah akan mampu menenggelamkan satu bangsa, Na’udzu billah.
Kekuatan aktivis dakwah bukan diukur oleh :
- Lama dan panjang waktunya ditarbiyah.
- Tinggi dan rendah status keanggotaannya.
Tapi ianya diukur dari sebesar apakah sumbangan yang boleh diberikan bagi kebesaran dan kebaikan dakwah.
Apalah ertinya lama ditarbiyah dan ‘seniority’ sementara di sebalik semua itu ia hanyalah sebuah fatamorgana.
Lebih baik menjadi aktivis biasa yang mempunyai daya cipta daripada menjadi aktivis teras yang tidak memberi apa-apa manfaat.
Tidakkah kita belajar dari Al Aswad, seorang budak hitam yang meskipun baru masuk Islam dan belum lagi melaksanakan solat, namun beliau telah memperolehi ‘syahadah’ kerana sumbangannya.
Jelaslah bagi kita bahwa ketinggian seseorang aktivis dakwah itu ditentukan oleh ‘kerja’ dan ‘karya’ bukan oleh status keanggotaan semata-mata.
Boleh jadi secara statusnya, kita terdaftar sebagai anggota namun penglibatan kita tidak diperakui dan boleh jadi ada orang yang tidak terdaftar menjadi anggota, namun statusnya tetap diperakui.
Alangkah bijaknya apabila Imam Hasan Al Banna dalam menetapkan keanggotaan aktivis dakwah :
”Berapa ramai aktivis pekerja di tengah-tengah kami namun dia bukan sebahagian dari kami, dan berapa ramai pula orang yang tidak bersama dengan kami namun mereka adalah aktivis kami”.
Tidak jarang pula dalam satu masa ada sejumlah aktivis yang :
- Tidak berdaya.
- Tidak memberi sumbangan.
- Tidak bekerja.
Jangankan sampai kepada tingkatan untuk memberi sumbangan, kalau dari segi kehadiran dalam halaqah atau usrahpun (yang kebaikannya akan dirasakan oleh dirinya sendiri) terasa begitu berat.
Jika semangat membina diri sahajapun sudah terasa berat, maka bagaimanakah semangat untuk membina umat?
Namun, apakah dakwah akan menjadi rosak kerana keadaan aktivisnya yang sedemikian rupa?
Sungguh, tidak pernah dakwah ini kehabisan pendukung dan pembelanya, kerana dakwah ini milik Allah, maka Dia pula yang akan menjaganya.
Bahkan Rasulullah saw menegaskan bahwa :
”Sesungguhnya Allah akan membangkitkan seorang pembaharu setiap seratus tahun untuk memperbaharui agamanya”.
Begitu juga Allah swt memberi penegasan bahwa generasi yang tidak memperdulikan urusan agamanya akan digantikan :
“Wahai orang-orang yang beriman, Apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: “Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah, kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepadaNya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS At Taubah : 38-39)
Apakah kita :
- Akan menjadi aktivis yang berdaya maju yang akan menggantikan generasi yang tidak mempedulikan.
atau
- Akan menjadi aktivis yang tidak berdaya maju yang akan digantikan oleh generasi lain.
Semua pilihan menuntut kepada sebab dan akibat. Terpulanglah kepada kita dalam menggunakan hati nurani untuk membuat penentuan yang akan memberi kesan kepada pertumbuhan dakwah.
Ya Allah, jadikanlah kami aktivis dakwah yang kental yang mampu merubah masyarakat dan menyuntik ruh baru ke dalam tubuh ummat. Jauhkanlah kami dari segala kelemahan samada yang berkait dengan jasadiyah dan ruhiyah sehingga kami mampu membawa obor yang akan menyinari semula alam ini dengan percikan nur dan api yang membara dari dalam hati kami yang paling dalam.
Ameen Ya Rabbal Alameen
WAS